BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
belakang
Pendidikan merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dalam kehidupan masa kini, bahkan diera globalisasi ini
tingkat pendidikan mempengaruhi daya saing baik perseorangan maupun daya saing
bangsa di internasional. Belajar merupakan pokok dari pendidikan, proses
belajar mengajar dengan menjadikan guru dan peserta didik sebagai komponen
utamanya tidak terikat waktu dan tempat. Salah satu instrumen penting dalam
menunjang proses pembelajaran agar terpadu dan merata ialah dengan menerapkan
kurikulum yang sama.
Berbicara mengenai kurikulum,
bangsa kita sendiri Indonesia telah mengalami banyak perubahan kurikulum bukan
hanya subtansinya saja tetapi juga terdapat istilah-istilah yang disesuaikan
dengan kebutuhan zaman. Perubahan kurikulum yang ada sering kali memaksa guru
agar bisa mendesain pembelajaraan yang berpusat pada siswa (student centre).
Hal ini baik adanya dan merupakan motivasi bagi guru agar bisa selalu berusaha
mengup date wawasan dan pengetahuan berkaitan dengan kurikulum yang
berlaku sehingga pembelajaran dapat didesain sedemikian rupa dan mencapai
tujuan pembelajaran nasional.
B. Rumusan
masalah
1. Apa yang dimaksud dengan
kurikulum?
2. Bagaimana peranan dan fungsi
kurikulum?
3. Bagaimana konsep kurikulum dalam
pendidikan?
4. Bagaimana kurikulum dan
teori-teori pendidikan?
5. Bagaimana kedudukan kurikulum
dalam pendidikan?
C. Tujuan
1. Untuk mengatahui pengertian
kurikulum.
2. Untuk mengetahui peranan dan
fungsi kurikulum.
3. Untuk mengetahui konsep kurikulum
dalam pendidikan.
4. Untuk mengetahui kurikulum dan
teori-teori pendidikan.
5. Mengetahui dan memahami kurikulum
dalam pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
kurikulum
Secara etimologis istilah
kurikulum berasal dari bahasa Yunani yaitu curir yang artinya “pelari”
dan curere yang berarti ”tempat berpacu”. Istilah kurikulum berasal dari
dunia olahraga, terutama dalam bidang atletik pada zaman romawi kuno di Yunani.
Dalam bahasa prancis istilah kurikulum berasal dari kata courier yang
berarti berlari. Kurikulum berarti suatu jarak yang harus ditempuh oleh seorang
pelari dari garis start sampai dengan garis finish untuk
memperoleh medali atau penghargaan. Jarak yang harus ditempuh tersebut kemudian
diubah menjadi program sekolah dan semua orang yang terlibat didalamnya.
Program tersebut berisi mata pelajaran yang harus ditempuh oleh peserta didik
selama kurun waktu tertentu.[1]
Kurikulum juga dapat diartikan
sebagai seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, kompetensi dasar,
materi standar, dan hasil belajar, serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai kompetensi dasar dan
tujuan pendidikan.[2]
Berdasarkan studi yang telah
dilakukan oleh banyak ahli, dapat disimpulkan bahwa pengertian kurikulum dapat
ditinjau dari dua sisi yang berbeda, yakni menurut pandangan lama dan pandangan
baru.
Pertama, Pandangan lama atau sering juga
disebut pandangan tradisional merumuskan bahwa kurikulum adalah sejumlah mata
pelajaran yang harus ditempuh murid untuk memperoleh ijazah.
Pengertian tadi mempunyai
implikasi sebagai berikut:
1. Kurikulum terdiri atas sejumlah
mata pelajaran. Mata pelajaran sendiri pada hakikatnya adalah pengalaman nenek
moyang di masa lampau. Berbagai pengalaman tersebut dipilih, dianalisis, serta
disusun, secara sistematis dan logis, sehingga muncul mata pelajaran seperti
sejarah, ilmu bumi, ilmu hayat, dan sebagainya.
2. Mata pelajaran adalah sejumlah
informasi atau pengetahuan, sehingga penyampaian mata pelajaran pada siswa akan
membentuk mereka menjadi manusia yang mempunyai kecerdasan berfikir.
3. Mata pelajaran menggambarkan
kebudayaan masa lampau. Adapun pengajaran berarti penyampaian kebudayaan kepada
generasi muda.
4. Tujuan mempelajari mata pelajaran
adalah untuk memperoleh ijazah. Ijazah diposisikan sebagai tujuan, sehingga
menguasai mata pelajaran berarti telah mencapai tujuan belajar.
5. Adanya aspek keharusan bagi setiap
siswa untuk mempelajari mata pelajaran yang sama. Akibatnya, faktor minat dan
kebutuhan siswa tidak dipertimbangkan dalam penyusunan kurikulum.
6. Sistem penyampaian yang digunakan
oleh guru adalah sistem penuangan (imposisi). Akibatnya dalam kegiatan belajar
gurulah yang lebih banyak besikap aktif, seangkan siswa hanya bersifat pasif
belaka.
Kedua, pandangan baru (modern)
sebagaimana dikemukakan oleh Romine (1954) yang dapat diimplikasikan dalam perumusan
berikut ini:
1. Tafsiran tentang kurikulum
bersifat luas, karena kurikulum bukan hanya terdiri atas mata pelajaran (courses),
tetapi meliputi semua kegiatan dan pengalaman yang menjadi tanggung jawab
sekolah.
2. Sesuai dengan pandangan ini,
berbagai kegiatan di luar kelas (yang dikenal dengan ekstrakurikuler) sudah
tercakup dalam pengertian kurikulum. Oleh karena itu, tidak ada pemisahan
antara intra dan ekstrakurikulum.
3. Pelaksanaan kurikulum tidak hanya
dibatasi pada keempat dinding kelas saja, melainkan dilaksanakan baik didalam
maupun di luar kelas, sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai.
4. Sistem penyampaian yang
dipergunakan oleh guru disesuaikan dengan kegiatan atau pengalaman yang akan
disampaikan. Oleh karena itu, guru harus mengadakan berbagai kegiatan
belajar-mengajar yang bervariasi, sesuai dengan kondisi siswa.
5. Tujuan pendidikan bukanlah untuk
menyampaikan mata pelajaran (courses) atau bidang pengetahuan yang
tersusun, melainkan pembentukan pribadi anak dan belajar cara hidup didalam
masyarakat.[3]
Ada sejumlah ahli teori kurikulum
yang berpendapat bahwa kurikulum bukan hanya meliputi semua kegiatan yang
direncanakan melainkan juga peristiwa-peristiwa yang terjadi dibawa pengawasan
sekolah, jadi selain kegiatan kurikuler yang formal juga kegiatan yang tak
formal.
Kurikulum formal meliputi
a. Tujuan pelajaran, umum dan
spesifik.
b. Bahan pelajaran yang tersusun
sistematis
c. Strategi belajar mengajar serta
kegiatan kegiatanya.
d. Sistem evaluasi untuk mengetahui
hingga mana tujuan tercapa. Kurikulum tak formal terdiri atas kegiatan kegiatan
yang juga direncanakan akan tetapi tidak berkaitan langsung dengan pelajaran
akademis dan kelas tertentu. Kurikulum ini dipandang sebagi pelengkap kurikulum
formal. Yang termasuk kurikulum tak formal ini antara lain: pertunjukan
sandiwara, pertandingan antar kelas atau antar sekolah, perkumpulan bergabagi
hobby, pramuka dan lain-lain.[4]
Dalam studi tentang kurikulum,
dikenal pula beberapa konsep kurikulum seperti:
1. Kurikulum ideal (ideal
curriculum), yaitu kurikulum yang berisi sesuatu yang baik, yang diharapkan
atau dicita-citakan.
2. Kurikulum nyata (real
curriculum), yaitu kegiatan kegiatann nyata yang dilakukan dalam proses
pembelajaran atau yang menjadi kenyataan dari kurikulum yang direncanakan.
3. Kurikulum tersembunyi (hidden
curriculum), yaitu segala sesuatu yang mempengaruhi peserta didik secara
positif ketika sedang mempelajari sesuatu.
4. Kurikulum dan pembelajaran (curriculum
and instruction) yaitu dua istilah yang berbeda tetapi tidak dapat
dipisahkan satu sama lain. Perbedaanya hanya terletak pada tingkatanya.
Kurikulum menunjuk pada suatu program yang bersifat umum, untuk jangka lama,
dan tidak dapat dicapai dalam waktu seketika, sedangkan pembelajaran bersifat
realitas atau nyata, sifatnya khusus dan harus dicapai saat itu juga.[5]
B. Peranan
dan Fungsi Kurikulum
Sebagai program pendidikan yang
telah direncanakan secara sistematis, kurikulum mengemban peranan yang sangat
penting bagi pendidikan siswa. Apabila dianalisis sifat dari masyarakat dan
kebudayaan, dengan sekolah sebagai institusi sosial dalam melaksanakan
operasinya, maka dapat ditentukan paling tidak tiga peranan kurikulum yang
sangat penting, yakni peranan konservatif, peranan kritis atau evaluatif, dan
peranan kreatif. Ketiga peranan ini sama penting dan perlu dilaksanakan secara seimbang.
1. Peranan Konservatif
Salah satu tanggung jawab
kurikulum adalah mentransmisikan dan menafsirkan warisan sosial pada generasi
muda. Dengan demikian, sekolah sebagai suatu lembaga sosial dapat memengaruhi
dan membina tingkah laku siswa sesuai dengan berbagai nilai sosial yang ada
dalam masyarakat, sejalan dengan peranan pendidikan sebagai suatu proses
sosial. Ini seiring dengan hakikat pendidikan itu sendiri, yang berfungsi
sebagai jembatan antara para siswa selaku anak didik dengan orang dewasa, dalam
suatu proses pembudayaan yang semakin berkembang menjadi lebih kompleks. Oleh
karenanya, dalam kerangka ini fungsi kurikulum menjadi teramat penting, karena
ikut membantu proses tersebut.
2. Peranan Kritis atau Evaluatif
Kebudayaan senantiasa berubah dan
bertambah. Sekolah tidak hanya mewariskan kebuudayaan yang ada, melainkan juga
menilai dan memilih berbagai unsur kebudayaan yang akan diwariskan. Dalam hal
ini kurikulum turut aktif berpartisipasi dalam kontrol sosial dan memberi
penekanan pada unsur berpikir kritis. Nilai-nilai sosial yang tidak sesuai lagi
dengan keadaan dimasa mendatang dihilangkan, serta diadakan modifikasi dan
perbaikan.
3. Peranan Kreatif
Kurikulum berperan dalam melakukan
berbagai kegiatan kreatif dan konstruktif, dalam artian menciptakan dan
menyusun suatu hal yang baru sesuai dengan kebutuhan masyarakat dimasa sekarang
dan masa mendatang. Untuk membantu setiap individu dalam mengembangkan semua
potensi yang ada padanya, maka kurikulum menciptakan pelajaran, pengalaman,
cara berfikir, kemampuan, dan keterampilan yang baru, yang memberikan manfaat
bagi masyarakat.
Ketiga peran kurikulum tersebut
harus berjalan secara seimbang, atau dengan kata lain terdapat keharmonisan diantara
ketiganya. Dengan demikian kurikulum dapat memenuhi tuntutan waktu dan keadaan
dalam membawa siswa menuju kebudayaan masa depan.[6]
Disamping memiliki peranan,
kurikulum juga mengemban berbagai fungsi tertentu. Sebagaimana yang dikatakan
oleh Alexander Inglis dalam bukunya Principle
of Secondary Education (1918) bahwa diantara fungsi kurikulum adalah
sebagai berikut:
1. Fungsi Penyesuaian (The
Adjustive of Function)
Individu hidup dalam lingkungan
setiap individu harus mampu menyesuaikan diri terhadap lingkungannya secara
menyeluruh. Karena lingkungan sendiri senantiasa berubah dan bersifat dinamis,
maka masing-masing individupun harus memiliki kemampuan menyesuaikan diri
secara dinamis pula.
2. Fungsi Integrasi (The
Integrating Function)
Kurikulum berfungsi mendidik
pribadi-pribadi yang terintegrasi. Oleh karena individu sendiri merupakan
bagian dari masyarakat, maaka pribadii yang terintegrasi itu akan memberikan sumbangan
dalam pembentukan atau pengintegrasian masyarakat.
3. Fungsi Diferensiasi (The
Differentiating Function)
Kurikulum perlu memberikan
pelayannan terhadap perbedaan diantara setiap orang dalam masyarakat. Pada
dasarnya, diferensiasi akan mendorong orang berpikir kritis dan kreatif,
sehingga akan mendorong kemajuan sosial dalam masyarakat.
4. Fungsi Persiapan (The
Propaedeutic Function)
Kurikulum berfungsi mempersiapkan siswwa agar mampu melanjutkan studi
lebih lanjut untuk suatu jangkauan yang lebih jauh, misalnya melanjutkan studi
ke sekolah yang lebih tinggi atau persiapan belajar di dalam masyarakat.
5. Fungsi Diagnostik (The
Diagnostik Function)
Salah satu segi pelayanan pendidikan adalah membantu dan mengarahkan
siswa untuk mampu memahami dan menerima dirinya, sehingga dapat mengembangkan
seluruh potensi yang dimilikinya. Hal ini dapat dilakukan jika siswa menyadari
semua kelemahan dan kekuatan yang dimilikinya melalui proses eksplorasi.
Selanjutnya siswa sendiri yang memperbaiki kelemahan tersebut dan mengembangkan
sendiri kekuatan yang ada. Fungsi ini merupakan fungsi diagnostik kurikulum dan
akan membimbing siswa untuk dapat berkembang secara optimal.
Berbagai fungsi kurikulum tadi
dilaksanakan oleh kurikulum secara keseluruhan. Fungsi-fungsi tersebut
memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan siswa, sejalan dengan
arah filsafat pendidikan dan tujuan pendidikan yang diharapkan oleh institusi
pendidikan yang bersangkutan.[7]
C. Konsep
Kurikulum
Konsep kurikulum berkembang
sejalan dengan perkembangan teori dan praktik pendidikan, juga bervariasi
sesuai dengan aliran atau teori pendidikan yang dianutnya. Menurut pandangan
lama, kurikulum merupakan kumpulan mata-mata pelajaran yang harus disampaikan
guru atau dipelajari oleh siswa. Anggapan ini telah ada sejak zaman Yunani
kuno, dalam lingkungan atau hubuungan tertentu pandangan ini masih dipakai
sampai sekarang, yaitu kurikulum sebagai “...a racecourse of subject matters
to be mastered” (Robert S. Zais, 1976, hlm.7). Banyak orang tua bahkan juga
guru-guru, kalau ditanya tentang kurikulum akan memberikan jawaban sekitar
bidang studi atau mata-mata pelajaran. Lebih khusus mungkin kurikulum diartikan
hanya sebagai isi pelajaran.
Pendapat-pendapat yang muncul
selanjutnya telah beralih dari menekankan pada isi menjadi lebih memberikan
tekanan pada pengalaman belajar. Menurut Caswel dan Campbell dalam buku mereka
yang terkenal Curicculum Development (1935), kurikulum... to be
composed of all the experiences children have under the guidance of teachers
(kurikulum terdiri dari semua
pengalaman anak di bawah bimbingan guru). Perubahan penekanan pada pengalaman
ini lebih jelas ditegaskan oleh Ronald C. Doll (1974, hlm.22):
The commonly accepted definition of the curriculum has changed from content of courses of study and list of subjects and courses to all the experiences which are offered to learners under the auspices or direction of the school.. (Definisi yang diterima secara umum kurikulum telah berubah dari isi program studi dan daftar mata pelajaran dan kursus untuk semua pengalaman yang ditawarkan kepada peserta didik di bawah naungan atau arah sekolah).
Definisi Doll ini tidak hanya menunjukkan adanya perubahan penekanan dari isi kepada proses, tetapi juga menunjukkan adanya perubahan lingkup, dari konsep yang sangat sempit kepada yang lebih luas. Apa yang dimaksud dengan pengalaman siswa yang diarahkan atau menjadi tanggung jawab sekolah mengandung makna yang cukup luas. Pengalaman tersebut dapat berlangsung di sekolah, di rumah ataupun di masyarakat, bersama guru atau tanpa guru, berkenaan langsung dengan pelajaran ataupun tidak. Definisi tersebut juga mencakup berbagai upaya guru dalam mendorong terjadinya pengalaman tersebut serta berbagai fasilitas yang mendukungnya.
Mauritz Johnson (1967, hlm.130) mengajukan keberatan terhadap konsep kurikulum yang sangat luas seperti yang dikemukakan oleh Ronald Doll. Menurut Johnson, pengalaman hanya akan muncul apabila terjadi interaksi antara siswa dengan lingkungannya. Interaksi seperti itu bukan kurikulum, tetapi pengajaran. Kurikulum hanya menggambarkanatau mengantisipasi hasil dari pengajaran. Johnson membedakan dengan tegas antara kurikulum dengan pengajaran. Semua yang berkenaan dengan perencanaan dan pelaksanaan, seperti perencanaa isi, kegiatan belajar mengajar, evaluasi, termasuk pengajaran, sedangkan kurikulum hanya berkenaan dengan hasil-hasil belajar yang diharapkan dicapai oleh siswa. Menurut Johnson kurikulum adalah ...a structured series of intended learning outcomes (Johnson, 1967, hlm.130).
Terlepas dari pro dan kontra terhadap pendapat Mauritz Johnson, bebrapa ahli memandang kurikulum sebagai rencana pendidikan atau pengajaran. Salah seorang diantara mereka adalah Mac Donald (1965, hlm.3). Menurut dia sistem persekolahan terbentuk atas empat subsistem, yaitu mengajar, belajar, pembelajaran, dan kurikulum. Mengajar (teaching) merupakan kegiatan atau perlakuan profesional yang diberikan oleh guru. Belajar (learnig) merupakan kegiatan atau upaya yang dilakukan oleh siswa sebagai respons terhadap kegiatan mengajar yang diberikan oleh guru. Keseluruhan pertautan kegiatan yang memungkinkan dan berkenaan dengan terjadinya interaksi belajar-mengajar disebut pembelajaran (instruction). Kurikulum (curriculum) merupakan suatu rencana yang memberi pedoman atau pegangan dalam proses kegiatan belajar-mengajar.
Suatu kurikulum, apakah itu kurikulum pendidikan dasar, pendidikan menengah atau pendidikan tinggi, kurikulum sekolah umum, kejuruan, dan lain-lain merupakan perwujudan atau penerapan teori-teori kurikulum. Teori-teori tersebut merupakan hasil pengkajian, penelitian, dan pengembangan para ahli kurikulum. Kumpulan teori-teori kurikulum membentuk suatu ilmu atau bidang studi kurikulum.[8]
Secara konseptual kurikulum secara
garis besar mempunyai tiga ranah, yaitu: kurikulum sebagai bidang studi,
kurikulum sebagai substansi (rencana pengajaran), dan kurikulum sebagai suatu
sistem.
1. Kurikulum sebagai suatu bidang
studi
Kurikulum disini berfungsi sebagai
suatu disiplin yang dikaji di lembaga pendidikan seperti perguruan tinggi.
Tujuan kurikulum sebagai suatu bidang studi adalah untuk mengembangkan ilmu
kurikulum dan sistem kurikulum. Mereka yang mendalami bidang kurikulum
mempelajari tentang konsep dasar kurikulum, mereka juga melakukan kegiatan
penelitian dan percobaan guna menemukan hal-hal baru yang dapat memperkuat dan
memperkaya bidang studi kurikulum.
2. Kurikulum sebagai substansi
(rencana pengajaran)
Kurikulum sebagai substansi disini
maksudnya adalah kurikulum berisi tujuan yang ingin dicapai, bahan yang akan
disajikan, kegiatan pengajaran, alat-alat pengajaran dan jadwal waktu
pengajaran. Suatu kurikulum digambarkan sebagai dokumen tertulis yang berisi
rumusan tentang tujuan, bahan ajar, kegiatan belajar-mengajar, jadwal, dan
evaluasi yang telah disepakati dan di setujui bersama oleh para penyusun
kurikulum dan pemangku kebijaksanaan dengan masyarakat.
3. Kurikulum sebagai suatu sistem
Kurikulum sebagai suatu sistem
maksudnya adalah kurikulum merupakan bagian atau subsistem dari keseluruhan
kerangka organisasi sekolah atau sistem sekolah. Hasil dari sistem kurikulum
adalah tersusunnya suatu kurikulum. Kurikulum sebagai sistem mempunyai fungsi
bagaiamana cara memelihara kurikulum agar tetap berjalan dinamis.[9]
D. Kurikulum
dan Teori-Teori Pendidikan
Kurikulum mempunyai hubungan yang
sangat erat dengan teori pendidikan. Suatu kurikulum disusun dengan mengacu
pada satu atau beberapa kurikulum, dan suatu teori kurikulum diturunkan atau
dijabarkan dari teori pendidikan tertentu. Kurikulum dapat dipandang sebagai
rencana konkret penerapan dari suatu teori pendidikan. Untuk lebih memahami
hubungan kurikulum dengan pendidikan, dikemukakan beberapa teori pendidikan dan
model-model konsep kurikulum dari masing-masing teori tersebut. Minimal ada
empat teori pendidikan yang banyak dibicarakan para ahli pendidikan dan
dipandang mendasari pelaksanaan pendidikan, yaitu pendidikann klasik,
pendidikan pribadi, pendidikan interaksional, dan teknologi pendidikan.
1. Pendidikan Klasik
Pendidikan klasik dapat dipandang
sebagai konsep pendidikan tertua. Konsep pendidikan ini bertolak dari asumsi
bahwa seluruh warisan budaya, yaitu pengetahuan, ide-ide, atau nilai-nilai
telah ditemukan oleh para pemikir terdahulu. Pendidikan berfungsi memelihara,
mengawetkan, dan meneruskan semua warisan budaya tersebut kepada generasi
berikutnya. Guru atau para pendidik tidak perlu susah-susah mencari dan
menciptakan pengetahuan, konsep, dan nilai-nilai baru, sebab semuanya telah
tersedia, tinggal menguasai dan mengajarkannya kepada anak. Teori pendidikan
ini lebih menekankan peranan isi pendidikan daripada proses atau bagaimana
mengajarkannya. Isi pendidikan atau materi ilmu tersebut diambil dari khazanah
ilmu pengetahuan, berupa disiplin-disiplin ilmu yang telah ditemukan dan
dikembangkan oleh para ahli tempo dulu. Materi ilmu pengetahuan yang diambil
dari disiplin-disiplin ilmu tersebut telah tersusun secara logis dan
sistematis.
Tugas guru dan para pengembang
kurikulum adalah memilih dan menyajikan maeri ilmu tersebut disesuaikan dengan
tingkat perkembangan dan kemampuan peserta didik. Sebelum dapat menyampaikan
materi ilmu pengetahuan tersebut secara sempurna, para pendidik atau calon
pendidik terlebih dahulu harus mempelajarinya dengan sungguh-sungguh. Tugas
para pendidik atau guru bukan hanya mengajarkan materi pengetahuan, tetapi juga
melatih keterampilan dan menanamkan nilai. Mendidikkan nilai-nilai tidak sama
dengan mengajarkan pengetahuan yang berbentuk penyampain informasi, tetapi
perlu dimanifestasikan dalam perilaku sehari-hari. Menurut konsep pendidikan
klasik, guru atau pendidik adalah ahli dalam bidang ilmu dan juga contoh atau
model nyata dari pribadi yang ideal. Siswa merupakan penerima pengajaran yang
baik, tetapi sebagai penerima informasi sesungguhnya mereka pasif. Meskipun demikian
dalam pendidikan klasik siswa bekerja keras menguasai apa-apa yang diajarkan
dan ditugaskan oleh guru. Pendidikan lebih menekankan perkembangan segi-segi
intelektual daripada segi emosional dan psikomotor.
2. Pendidikan Pribadi
Pendidikan pribadi lebih
mengutamakan peranan siswa. Konsep pendidikan ini bertolak dari anggapan dasar
bahwa, sejak dilahirkan, anak telah memiliki potensi-potensi, baik potensi
untuk berfikir, berbuat, memecahkan masalah, maupun untuk belajar dan berkembang
sendiri. Pendidikan adalah ibarat persemaian, berfungsi menciptakan lingkungan
yang menunjang dan terhindar dari hama-hama. Tugas guru seperti halnya seorang
petani adalah mengusahakan tanah yang gembur, pupuk, air, udara, dan sinar
mataharri yang sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan tanaman (peserta
didik). Pendidika bertolak dari kebutuhan dan minat peserta didik. Peserta
didik menjadi subjek pendidikan, dialah yang menduduki tempat utama dalam
pendidikan. Pendidik menempati posisi kedua, bukan lagi sebagai penyampai
informasi atau sebagai model dan ahli dalam disiplin ilmu. Ia lebih berfungsi
sebagai psikolog yang mengerti segala kebutuhan dan masalah peserta didik. Ia
juga berperan sebagai bidan yang membantu siswa melahirkan ide-idenya. Guru adalah
pembimbing, pendorong (motivator), fasilitator, dan pelayan bagi siswa.
3. Teknologi Pendidikan
Teknologi pendidikan mempunyai
persamaan dengan pendidikan klasik tentang peranan pendidikan dalam
menyampaikan informasi. Keduanya juga mempunyai perbedaan, sebab yang
diutamakan dalam teknologi pendidikan adalah pembentukan dan penguasaan
kompetensi bukan pengawetan dan pemeliharaan budaya lama. Mereka lebih
berorientasi ke masa sekarang dan yang akan datang, tidak seperti pendidikan
klasik yang lebih melihat ke masa lalu.
Perkembangan teknologi pendidikan
dipengaruhi dan sangat diwarnai oleh perkembangan ilmu dan teknologi. Hal itu
memang sangat masuk akal, sebab teknologi pendidikan bertolak dari dan
merupakan penerapan prinsip-prinsip ilmu dan teknologi dalam pendidikan.
Teknologi telah masuk ke semua segi kehidupan, termasuk dalam pendidikan.
4. Pendidikan Interaksional
Konsep pendidikan ini bertolak
dari pemikiran manusia sebagai makhluk sosial. Dalam kehidupannya manusia
selalu membutuhkan manusia lain, selalu hidup bersama, berinteraksi, dan
bekerjasama. Karena kehidupan bersama dan kerja sama ini, mereka dapat hidup,
berkembang dan mampu memenuhi kebutuhan hidup dan memecahkan berbagai masalah
yang dihadapi. Dapat dibayangkan, apa yang akan dihadapi seseorang bila ia
hidup sendiri di sebuah pulau terpencil. Bila lingkungannya mendukung mungkin
ia dapat bertahan hidup, tetapi apabila tidak, mungkin tidak dapat hidup atau
tidak dapat mencapai kemajuan seperti yang dialami oleh orang-orang yang hidup
bersama dengan orang lain.
Pendidikan sebagai salah satu
bentuk kehidupan juga berintikan kerja sama dan interaksi. Dalam pendidikan
klasik dan teknologi interaksi terjadi sepihak dari guru kepada siswa, sedangkan
dalam pendidikan romantik dan progresif terjadi sebaliknya dari siswa kepada
guru. Pendidikan interaksional menekankan interaksi dua pihak, dari guru kepada
siswa dan dari siswa kepada guru. Lebih luas, interaksi ini juga terjadi antara
siswa dengan bahan ajar dan dengan lingkungan, antara pemikiran siswa dengan
kehidupannya. Interaksi ini terjadi melalui berbagai bentuk dialog.[10]
E. Kedudukan
Kurikulum dalam pendidikan
Pendidikan berintikan interaksi
antara pendidik dengan peserta didik dalam upaya membantu peserta didik
menguasai tujuan-tujuan pendidikan. Interaksi pendidikan dapat berlangsung
dalam lingkungan keluarga, sekolah, ataupun masyarakat. Dalam lingkungan keluarga,
interaksi pendidikan terjadi antara orang tua sebagai pendidik dan anak sebagai
peserta didik. Inteeraksi ini berjalan tanpa interaksi tertulis. Orang tua
sering tidak mempunyai rencana yang jelas dan rinci kemana anaknya akan
diarahkan, dengan cara apa mereka akan dididik, dan apa isi pendidikannya. Interaksi
pendidikan antara orang tua dengan anaknya juga sering tidak disadari. Dalam
kehidupan keluarga interaksi pendidikan dapat terjadi setiap saat, setiap kalii
orang tua bertemu, berdialog, bergaul, dan bekerjasama dengan anak-anaknya.
Pada saat demikian banyak perilaku dan perlakuan spontan yang diberikan kepada
anak, sehingga kemungkinan terjadi kesalahan-kesalahan mendidik besar sekali.
Orang tua menjadi pendidik juga tanpa dipersiapkan secara formal. Mereka
menjadi pendidik karena statusnya sebagai ayah dan ibu, meskipun mungkin saja
sebenarnya mereka belum siap untuk melaksanakan tugas tersebut. Karena
sifat-sifatnya tidak formal, tidak memiliki rancangan yang konkret dan
adakalanya juga tidak disadari, maka pendidikan dalam liingkungan keluarga
disebut pendidikan informal. Pendidikan tersebut tidak memiliki kurikulum
formal dan tertulis.
Pendidikan dalam lingkungan
sekolah lebih bersifat formal. Guru sebagai pendidik di sekolah telah
dipersiapkan secara formal dalam leembaga pendidikan guru. Ia telah mempelajari
ilmu, keterampilan, dan seni sebagaii guru. Ia juga telah dibina untuk memiliki
kepribadian sebagai pendidik. Guru melaksanakan tugasnya sebagai pendidik
dengan rencana dan persiapan yang matang. Mereka mengajar dengan tujuan yang
jelas, bahan-bahan yang telah disusun secara sistematis dan rinci, dengan cara
dan alat-alat yang telah dipilih dan dirancang secara cermat. Di sekolah guru
melakukan interaksi pendidikan secara berencana dan sadar. Dalam liingkungan
sekolah telah ada kurikulum formal, yang bersifat tertulis. Guru-guru
melaksanakan tugas mendidik secara formal, karena itu pendidikan yang
berlangsung di sekolah sering disebut pendidikan formal.
Dalam lingungan masyarakat pun
terjadi berbagai bentuk interaksi pendidikan, dari yang sangat formal yang
mirip dengan pendidikan di sekolah dalam bentuk kursus-kursus, sampai dengan
yang kurang formal seperti ceramah, dan pergaulan kerja. Gurunya juga
bervariasi dari yang memiliki latar belakang pendidikan khusus sebagai guru,
sampai dengan yang melaksanakan tugas sebagai pendidik karena pengalaman.
Kurikulumnya juga bervariasi, dari yang memiliki kurikulum formal dan tertulis
sampai dengan rencana pelajaran yang hanya ada pada pikiran penceramah atau
keteladanan yang ada pada pemimpin.[11]
Kurikulum juga disebut-sebut
sebagai inti pendidikan dan menjadi ciri utama sekolah sebagai institusi yang
bergerak dalam pelayanan pendidikan. Kurikulum pendidikan didalamnya terdiri
dari lima komponen, yaitu :
1. Tujuan pendidikan
Dalam praktet pendidikan, baik
dilingkungan keluarga di sekolah maupun dimasyarakat luas, banyak sekali
tujuan-tujuan pendidikan yang diinginkan oleh pendidik agar dapat dicapai
(dimiliki) oleh peserta didiknya.
Menurut Langeveld dalam bukunya Beknopte
Teoritische Pedagogik dibedakan adanya macam-macam tujuan sebagai berikut:
a. Tujuan umum
b. Tujuan tidak sempurna
c. Tujuan sementara
d. Tujuan perantara
e. Tujuan insidental
2. Isi/ materi pendidikan
Yang termasuk dalam isi/materi
pendidikan ialah segala sesuatu oleh pendidik langsung diberikan kepada peserta
didik dalam rangka mencapai tujuan pendidikan. Dalam usaha pendidikan yang
diselenggarakan dikeluarga, disekolah dan dimasyarakat, ada syarat utama dalam
pemilihan materi pendidikan yaitu:
a. Materi harus sesuai dengan tujuan
pendidikan.
b. Materi harus dengan peserta didik.
3. Strategi
Pendekatan secara keseluruhan yang
berkaitan dengan pelaksanaan gagasan, perencanaan, dan eksekusi sebuahaktivitas
dalam kurun waktu tertentu. Strategi atau rencana yang disusun untuk mencapai
sasaran dan tujuan yang sebelumnya telah ditentukan oleh sekelompok orang.
4. Pengelolaan kurikulum
Merupakan suatu pola pemberdayaan
tenaga pendidikan dan sumber daya pendidikan lainya untuk meningkatkan mutu
pendidikan. Kurikulum itu sendiri hal yang sangat menentukan keberhasilan
kegiatan belajar mengajar secara maksimal, sehingga perlu adanya pengelolaan
meliputi:
a
Kegiatan perencanaan
b
Kegiatan pelaksanaan
c
Kegiatan penilaian
5. Evaluasi
Suatu tindakan atau kegiatan yang
dilaksanakan dengan maksud untuk suatu proses yang berlangsung dalam rangka
menentukan nilai dari segala sesuatu dalam dunia pendidikan.
Dalam penyelenggaraan pendidikan
disekolah, guru mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk melaksanakan
pengajaran/pembelajaran dan guru menjadi eksekutif utama kurikulum.
Kegiatan pembelajaran diwujudkan
dalam bentuk interaksi antara guru dengan siswa. Siswa memiliki tugas pokok
belajar yakni berusaha memperoleh perubahan perilaku atau pencapaian kemampuan
tertentu berdasarkan pengalaman belajarnya yang diperoleh dalam berinteraksi
dilingkunganya. Untuk mencapai tujuan pendidikan guru berupaya menyampaikan
sejumlah isi pembelajaran kepada siswa melalui proses atau strategi tertentu,
serta melaksanakan evaluasi untuk mengetahui proses dan hasil pembelajaran.
Meski memiliki kedudukan sentral
dalam pendidikan, keberadaan kurikulum tetap saja sebagai alat yang bersifat
statis. Kurikulum akan bermakna ketika benar-benar dapat terimplementasikan
dengan baik dan tepat dalam setiap praktik pembelajaran (kurikulum sebagai
kegiatan), serta dapat berjalan efektif dan efisien (kurikulum sebagai hasil).[12]
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasasarkan pembahasan diatas
maka dapat disimpulkan bahwa:
Kurikulum adalah seperangkat
rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran. Serta kurikulum dalam
pengertian yang lebih luas adalah semua kegiatan dan pengalaman belajar serta
segala sesuatu yang berpengaruh terhadap pembentukan pribadi peserta didik,
baik disekolah maupun diluar sekolah atas tanggung jawab sekolah untuk mencapai
tujuan pendidikan.
Sebagai program pendidikan yang
telah direncanakan secara sistematis, kurikulum mengemban peranan dan fungsi
yang sangat penting bagi pendidikan siswa. Konsep kurikulum berkembang sejalan
dengan perkembangan teori dan praktik pendidikan, juga bervariasi sesuai dengan
aliran atau teori pendidikan yang dianutnya. Kurikulum dalam pendidikan
merupakan sebagai inti pendidikan dan
menjadi ciri utama sekolah sebagai institusi yang bergerak dalam pelayanan
pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Zainal, Konsep dan
Model Pengembangan Kurikulum, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2014
Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan,
Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011
Hamalik,
Oemar, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum, Bandung: Remaja Rosdakarya,
2013
Nasution, Kurikulum dan
Pengajaran, Jakarta:Bumi Aksara, 2012
Ihsan, Fuad, Dasar-Dasar
Kependidikan, Jakarta: Rineka Cipta,
2005
Sukmadinata, Nana Syaodih, Pengembangan Kurikulum,Bandung:Remaja
Rosdakkarya, 2015
[1]
Zainal Arifin, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2014) hal. 2
[2] Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011) hal.46
[3] Oemar Hamalik, Dasar-dasar Pengembangan
Kurikulum, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2013) hal.3-4
[4] Nasution, Kurikulum dan Pengajaran, (Jakarta:
Bumi Aksara, 2012) hal. 5
[5] Zainal Arifin, Konsep dan Kurikulum
Pengembangan Kurikulum.......hal. 7
[6] Oemar Hamalik, Dasar-dasar Pengembangan
Kurikulum.......hal.13-15
[7] Ibid
[8] Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum, (Bandung: Remaja Rosdakkarya, 2015) hal. 4-6
[9] Ibid, hal.7
[10] Ibid, hal.7-13
[11] Ibid, hal.1-2
[12] Fuad Ihsan, Dasar-Dasar Kependidikan, (Jakarta: Rineka
Cipta, 2005), hal. 7
This is how my friend Wesley Virgin's adventure begins in this SHOCKING and controversial VIDEO.
BalasHapusAs a matter of fact, Wesley was in the military-and shortly after leaving-he unveiled hidden, "self mind control" tactics that the government and others used to obtain whatever they want.
THESE are the exact same tactics tons of famous people (especially those who "come out of nowhere") and top business people used to become rich and successful.
You've heard that you only use 10% of your brain.
That's really because most of your brain's power is UNCONSCIOUS.
Perhaps this thought has even taken place INSIDE your own head... as it did in my good friend Wesley Virgin's head about 7 years ago, while driving an unregistered, beat-up trash bucket of a car without a license and with $3.20 on his banking card.
"I'm so frustrated with going through life paycheck to paycheck! Why can't I become successful?"
You've taken part in those types of thoughts, am I right?
Your own success story is going to happen. All you have to do is in YOURSELF.
Take Action Now!