Social Icons

Selasa, 19 April 2016

SEJARAH PERKEMBANGAN TASAWUF AKHLAQI,AMALI,FALSAFI


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Sejarah Perkembangan Tasawuf

Tasawuf dalam islam menurut ahli sejarah sebagai ilmu yang berdiri sendiri, lahir sekitar akhir abad kedua atau awal abad ketiga hijriah. Menurut Ibnu Al – Jauzi dan Ibnu Khaldun yang di kutif dari buku Sejarah perkembangan tasawuf, secara garis besar kehidupan kerohanian dalam islam terbagi menjadi dua, yaitu zuhud dan tasawuf. Diakui bahwa keduanya merupakan istilah baru yang belum ada pada masa nabi Muhammad SAW dan tidak terdapat di dalam kitab suci Al – Qur’an kecuali zuhud yang di sebut di dalam Al – Qur’an Surah Yusuf Ayat 20[1]
“dan mereka berkata,”mengapa tidak diturunkan kepadanya ( muhammad ) suatu bukti ( mukjizat ) dari tuhannya?”katakanlah,”sungguh, segala yang gaib itu hanya milik allah; sebab itu tunggu ( sajalah ) olehmu. Ketahuilah aku juga menunggu bersama kamu.
Melacak sejarah perkembangan tasawuf tidak dapat dimulai hanya ketika tasawuf mulai di kaji sebagai sebuah ilmu, melainkan perlu di teliti semenjak dari zaman rasulullah SAW, memang pada masa rosulullah dan masa sebelum datangnya agama islam, istilah tasawuf belum ada. Istilah sufi baru muncul pertama kali di gunakan oleh Abu Hasyim ( 780 M ), beliau merupakan seorang zahid dari syria, namun tidak dapat di sangkal lagi bahwa hidup seperti yang di gambarkan dalam kalangan ahli – ahli sufi itu sudah banyak ditemukan,  baik pada diri nabi muhammad SAW, maupun dari pada diri sahabat – sahabat.
Oleh karena itu untuk melihat sejarah tasawuf perlu melihat sejarah perkembangan peradaban islam sejak zaman rasulullah SAW. Sebab, pada hakikatnya kehidupan rohani itu telah ada pada diri rosulullah SAW, kesederhanaan hidup dan sikap menghindari bentuk – bentuk kemewahan sudah tumbuh sejak islam datang, ketika rasulullah SAW dan para sahabatnya hidup dalam kesederhanaan.[2]



B.     Pengertian Tasawuf Akhlaqi, Amali dan Falsafi
Ada yang mengatakan tasawuf berasal dari kata Saff yang ber arti saf atau barisan[3], namun ada juga yang mengatakan tasawuf berasal dari kata Safa’ yang ber arti suci, bersih atau murni[4] Tasawuf itu ialah memilih jalan hidup secara zuhud, menjauhkan diri dari perhiasan hidup dalam segala bentuknya[5] Kata tasawuf dalam bahasa arab adalah bisa membersihkan atau saling membersihkan, kata membersihkan merupakan kata kerja transitif yang membutuhkan objek, sedangkan objek kajian tasawuf adalah akhlak manusia[6]. Akhlak juga berasal dari bahasa arab yang bermakna perangai, budi, tabiat, adab atau tingkah laku. Apabila kata tasawuf dan kata akhlak di satukan akan berbentuk sebuah frase, yaitu tasawuf akhlaki, secara etimologis tasawuf akhlaki bermakna membersihkan tingkah laku atau saling membersihkan tingkah laku. Jika konteksnya adalah manusia, seperti tingkah laku manusia.
Oleh karena itu, tasawuf akhlaki merupakan kajian ilmu yang sangat memerlukan praktik untuk menguasainya. Tidak hanya berupa teori sebagai sebuah pengetahuan akan tetapi juga harus terealisasi dalam rentang waktu kehidupan manusia, supaya lebih muda menempatkan posisi tasawuf dalam kehidupan bermasyarakat, para pakar tasawuf membentuk spesifikasi kajian tasawuf ini pada ilmu tasawuf akhlaki yang di dasarkan pada sabda nabi muhammad saw.
Tasawuf akhlaki merupakan gabungan antara ilmu tasawuf dan ilmu akhlak. Akhlak erat sekali hubunganya dengan perilaku dan kegiatan manusia baik dalam interaksi sosial pada lingkungan tempat tinggalnya. Jadi, tasawuf akhlaki dapat terealisasi secara utuh jika pengetahuan tasawuf dan ibadah kepada allah di buktikan dalam kehidupan sosial.
Tasawuf amali merupakan kelanjutan tasawuf akhlaki karena orang tidak bisa dekat dengan tuhan dengan amalan amalan dan ibadah sebelum ia membersihkan jiwanya.jiwa yang bersih merupakan syarat utama untuk bisa kembali kepada tuhan, karena dia adalah zat yang bersih dan suci dan hanya menerima orang orang yang suci. Sebagaimana dalam Al Quran surah Al Baqarah ayat 222:
“dan allah menyukai orang yang taubat dan menyukai orang orang yang mensucikan diri”.(QS Al-Baqarah  Ayat 222).
Orang sufi (penganut tasawuf amali ) membagi ajaran agama kepada ilmu lahir dan ilmu batin, yaitu ajaran agama ada yang pengalamannya mengandung arti lahiriah dan ada yang batiniyah. Yang lahiriyah adalah amalan amalan yang mengikuti aturan aturan syariah, sedangkan yang batiniyah adalah yang mengikuti aturan aturan ahli tasawuf.
Syariah ( bagi ahli fiqih ) adalah undang undang atau hukum hukum yang telah di tentukan, di antaranya hukum halal, haram, yang disuruh, yang dilarang, yang sunnah, makruh, dan mubah. Oleh karena itu, melaksanakan shalat, puasa, zakat, haji, sedangkan yang sunnah misalnya sadaqah, menuntut ilmu, dan lain lain.
Tasawuf amali adalah jalan tasawuf yang harus dilakukan melalui bimbingan guru tasawuf. Hal ini mengingat bahwa untuk menjalani kehidupan tasawuf ada orang yang mampu melakukan sendiri dan ada yang harus di bimbing oleh seorang ahli tasawuf.
Tasawuf falsafi adalah tasawuf yang ajaran – ajaranya memadukan antara visi mistis dan visi rasional, menurut At – Taftazani, ciri umum tasawuf falsafi adalah ajaran  ajaran yang samar – samar akibat banyaknya istilah khusus yang hanya dapat dipahami oleh mereka yang memahami ajaran tasawuf jenis ini. Tasawuf falsafi tidak hanya di pandang sebagai filsafat karena ajaran dan metodenya didasarkan pada rasa ( dzauq ), tetapi tidak dapat pula di kategorikan sebagai tasawuf dalam pengertianya yang murni karena ajarannya sering di ungkapkan dalam bahasa filsafat dan lebih berorientasi pada panteisme.[7]

C.      Tokoh – Tokoh Tasawuf Akhlaqi, Amali dan Falsafi Beserta Ajaranya
Untuk lebih memahami dan mendalami ajaran - ajaran tasawuf akhlaqi, amali dan falsafi, Berikut ini akan kami uraikan tokoh – tokoh sufi dan ajaranya.
1.        Tokoh – Tokoh Tasawuf Akhlaqi dan Ajaranya
a.    Hasan Al – Bashri
Riwayat hidup Abu Sa’id Al – Hasan bin Yasir atau yang biasa di panggil Hasan Al – Bashri beliau adalah seorang zahid yang amat masyhur di kalangan tabiin, ia adalah anak seorang budak yang tertangkap di maisan yang bernama Zaid bin Tsabit, yang kemudian di angkat menjadi sekertaris Nabi Muhammad SAW, sedangkan ibunya
adalah seorang hamba sahaya Ummu Salamah istri Nabi Muhammad SAW, ia dilahirkan di madinah pada tahun 21 H ( 632 M ) dan wafat pada hari kamis 10 Rajab tahun 110 H ( 728 M ), ia di lahirkan dua malam sebelum khalifah umar bin khaththab wafat dan beliau juga di kabarkan bertemu dengan 70orang sahabat yang turut menyaksikan Perang Badar dan 300 sahabat lainya.[8]
Hasan Al – Bashri yang mula – mula menyediakan waktunya untuk memperbincangkan ilmu – ilmu kebatinan, kemurnian akhlak dan usaha menyucikan jiwa di masjid bashro. Ajaran – ajaranya tentang kerohanian senan tiasa di dasarkan pada sunnah nabi, para sahabt nabiyang hidup pada zaman itu pun mengakui kebesaranya bahkan ketika ada orang yang datang kepada anas bin malik sahabt – sahabt nabi yang utama untuk menanyakan persoalan agama, anas memerintahkan agar orang itu menghubungi hasan, mengenai kelebihan hasan yang lain, abu qatadah berkata “ Bergurulah kepada syekh ini. Saya sudah saksikan sendiri ( keistimewaannya ) tidak ada seorang tabiin pun yang menyerupai sahabat nabi selainnya”[9]
Ajaran – ajaranya
Berkaitan dengan ajaran tasawuf Hasan Al – Bashri, Muhammad Mustafa beliau adalah guru besar filsafat islam, menatakan bahwa kemungkinan tasawuf Hasab Al – Bashari di dasari oleh rasa takut dan siksa oleh tuhan di neraka, namun setelah kami teliti ternyata bukan perasaan takut terhadap siksaan yang mendasari tasawufnya, tetapi kebesaran jiwanya akan kekuranganya dan kelalaian dirinya yang mendasari taswuf, sikap itu seirama dengan sabda nabi muhammad SAW “ Orang beriman yang selalu mengingat dosa – dosa yang pernah dilakukan adalah laksana orang yang duduk di bawah gunung besar yang senantiasa merasa takut gunung besar yang senantiasa merasa takut gunung itu akan menimpa dirinya ”[10]
Dalam penyampaian ajaran – ajaranya, Hasan Al – Bashri menggunakan dua cara, Pertama ia mengajak murid –muridnya untuk menghidupkan kembali kondisi masa salaf, seperti yang terjadi pada masa para sahabat Nabi SAW, Kedua ia menyerukan kepada murid – muridnya untuk bersikap zuhud dalam menghadapi kemewahan dunia. Zuhud menurut pengertianya adalah tidak tamak terhadap kemewahan dunia dan tidak pula lari dari ursan dunia, tetapi selalu merasa cukup dengan apa yang ada.
b.        Al – Ghazali
Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Ta’us Ath – Thusi Asy – Syafi’i Al – Ghazali atau yang biasa di kenal dengan nama Al –Ghazali dan mendapat gelar “ Hujjah Al – Islam ”. Ia lahir paada tahun 450 H / 1058 M di kampung Ghazlah, sebuah kota di khurasan di iran, ayahnya seorang ahli tasawuf yang shaleh meninggal dunia ketika Al – Ghazali dan saudaranya Ahmad, masi kecil, namun sebelum meninggal ayahnya telah menitipkan kedua putranya kepada seorang ahli tasawuf untuk mendidik dan membimbingnya.[11]
Pada tahun 488 H / 1095 M, Al – Ghazali dilanda keraguan, skeptis tentang kegunaan pekerjaan dan karyanya, sehingga ia menderita penyakit yang sulit diobati. Oleh karena ia tidak dapat memberikan kuliah di universitas tersebut. Lalu ia meninggalkan pekerjaanya dan seluruh karirnya sebagai ahli hukum dan teolog. Beliau pindah dari damaskus lalu palestina. Di kota – kota ini, ia merenung, membaca dan menulis. Sesudah itu, tergeraklah hatinya untuk menunaikan ibadah haji. Setelah selesai ia pulang kekota kelahiranya, Thus. Di sana ia tetap seperti biasanya, berkhalwat dan beribadah. Keadaan skeptis itu berlangsung selama sepuluh tahun, terhitung sejak kepindahanya ke damaskus. Pada masa inilah, al – ghazali menulis karyanya yang terkenal, yaitu Ihya Ulum Ad – Din.
Al – Ghozali memang hujjah islam, ia membela islam dalam menolak orang – orang nashrani, juga dalam seranganya terhadap kaum batiniah dan kaum filosof.[12]
Ajaran – ajaranya
Menurut Al – Ghazali jalan menuju tasawuf dapat dicapai dengan mematahkan hambatan – hambatan jiwa dan membersihkan diri dari moral yang tercela sehinga kalbu lepas dari segala sesuatu selain Allah dan berhias dengan selalu mengingat Allah. Ia juga berpendapat bahwa sosok sufi adalah menempuh jalan kepada allah dan perjalanan hidup mereka adalah yang terbai, jalan mereka adalah yang paling benar dan moral mereka adalah yang paling bersih. Hal itu karena gerak dan diam mereka baik lahir maupun batin diambil dari cahaya kenabian.

2.        Tokoh – Tokoh Tasawuf Amali dan Ajaranya
a.       Dzun Num Al – Misri
Dzun Num Al – Misri adalah nama julukan bagi seorang sufi yang tinggal di sekitar pertengahan abad ke – 3 H. nama lengkapnya adalah Abu Al – faidil bin Ibrahim Dzun Al – Misri. Ia dilahirkan di ikhmin dataran tinggi mesir tahun 180 H/796 M, ia bersala dari salah satu kota di pedalaman mesir. Ayahnya seorang Nubian ( sebutan bagi penduduk nubiah dan termasuk keturunan pembesar Qusairy ). Dzun Num Al – Misri meninggal pada tahun 246 H/ 856 M ia dimakamkan di pemakaman di pemakaman As – Syafi’I, takkala orang menggusung jenazahnya muncullah sekawanan burung hijau yang memayungi jenazahnya dan seluruh pengiring jenazah dengan sayap – sayap hijau burung tersebut, dan pada hari kedua orang – orang menemukan tulisan pada nisan makam beliau, “ Dzun Num adalah kekasih Allah, diwafatkan karena rindu ” dan setiap kali orang akan menghapus tulisan itu, maka muncul kembali seperti sedia kala.
Sebelum Al – Misri, sebelumnya sudah ada sejumlah guru sufi, tetapi ia adalah orang pertama yang memberi tafsiran terhadap isyarat – isyarat tasawuf. Ia pun merupakan orang pertama di mesir yang bicara tentang ahwal dan maqamat para wali dan orang yang pertama memberikan definisi tauhid dengan pengertian yang cocok sufistik. Ia merupakan pengaruh besar terhadap pembentukan pemikiran tasawuf, tidaklah mengherankan kalau sejumlah penulis menyebutkan sebagai salah seorang peletak dasar – dasar tasawuf.[13]
Pendapat tersebut cukup beralasan mengingat Al – Mishri hidup pada masa awal pertumbuhan ilmu tasawuf. Lagi pula, ia seorang sufi pengembara yang memiliki kemampuan dan keberanian untuk menyatakan pendapatnya. Keberanian itu yang menyebabkan ia harus berhadapan dengan gelombang protes yang di sertai tuduhan zindiq. Akibatnya, ia pernah di panggil menghadap Khalifah Al – Mutawakkil. Namun, ia di bebaskan dan di pulangkan ke mesir dengan penuh penghormatan. Kedudukannya sebagai wali di akui secara umum takkala ia meninggalkan dunia yang fana ini.  

b.        Tokoh – Tokoh Tasawuf Falsafi dan Ajarannya

a.       Abdul Karim Al – Jilli
Abdul Karim bin Ibrahim Al – Jalili lahir pada tahun 1365 M di jilan ( gilan ) sebuah provinsi di sebelah selatan kasfia dan wafat pada tahun 1417, nama Al – Jilli diambil dari tempat kelahiranya sedangkan gilan ialah seorang sufi yang terkenal dari baghda. Riwayat hidupnnya tidak banyak di ketahui oleh para ahli sejarah, tetapi sebuah sumber mengatakan bahwa ia pernah melakukan perjalanan ke india pada tahun 1387. Ia kemudian belajar tasawuf di bawah bimbingan Abdul Qadir Al – Jailani, pendiri dan pemimpin tarekat qadiriyah yang sangat terkenal. Disamping itu ia berguru pula kepada syaikh syarapuddin isma’il bin ibrahim al – jabrti di zabid( yaman ) pada tahun 1393 – 1403.[14]
Ajaran – ajaranya
Ajaran – ajaran tasawuf Abdul Karim Al – Jilli yang terpenting adalah paham insan kamil.Menurutnya, insan kamil adalah nuskhah atau copy Tuhan,Seperti disebutkan dalam hadis:
                                           
“allah menciptakan adam dalam bentuk yang maharahman”.  (HR. Al-Bukhari).


“allah menciptakan adam dalam bentuk dirinya” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
 Tuhan memiliki sifat – sifat seperti hidup, pandai, mampu berkehendak dan mendengar. Manusia ( Adam ) pun memiliki sifat seperti itu. Proses yang terjadi setelah itu adalah setelah tuhan menciptakan substansi, huwiyah tuhan di hadapkan dengan huwiyah adam, aniyahnya disandingkan dengan aniyah adam, dzatnya di hadapkan dengan zatnya adam dan akhirnya adam berhadapan dengan tuhan dalam segala hakikatnya, melaui konsep ini dapat dipahami bahwa adam di lihat dari sisi penciptaanya merupakan salah seorang insan kamil dengan segala kesemurnaanya, sebab pada dirinya terdapat sifat dan nam ilahiyah.
Dengan demikian , dari sudut pandang manusia tuhan merupakan cermin bagi manusia untuk melihat dirinya manusia tidak mungkin melihat dirinya tanpa crmin itu, sebaliknay karena tuhan mengharuskan dirinya agar semua sifat dan amanya dilihat maka tuhan menciptakan insan kamil sebagai cermin bagi dirinya dari sini tampaklah hubugan antara tuhan dan indan kamil, menurut A – Jilli insan kamil merupakan proses tempat beredarnya segala yang wujud dari awal sampai akhir ia adalah satu sejak wujjud dan untuk slamnay ia dapat muncul dan menampakkan dirinya dalm bernbagai macam. Nam alinya adalah mhammda nama kehormatanya adlah Abu Al – Qasim dan gelarnya Syamsuddin.
b.      Ibnu Masarah
Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Abdullah bin Masarrah ( 269-319 H ). Ia merupakan salah seorang sufi sekaligus filsuf dari andalusia, spanyol ia juga memberikan pengaruh yang besar terhadap madzhab Al – Mariyyah. Ibnu Hazm mengatakan bahwa Ibnu Hazm memiliki kecenderungan besar terhadap filsafat. Sementara itu, menurut musththafa abdul raziq ibnu masarah ermasuk sufi yang beraliran ittihadiyah.
Bersamaan dengan masa Ibnu Masarrah, di andalusia telah muncul tasawuf falsafi ia lebih banyak di sebut sebagai filsuf ketimbang sufi. Namun pandangan – pandangan filsafatnay tertutupi oleh kezahidanya. Pada mulanya Ibnu Masarah merupakan penganut sejati aliran mu’tazilah tetapi ia berpaling pada madzhab neo-platonisme. Oleh karena itu ia dianggap mencoba menghidupkan kembali filsafat yunani kuno. Walau demikian Ibnu Masarah tergolong sebagai sufi yang memadukan paham sufistiknya dengan pendekatan filosofis.
Ajaran – ajaranya
Inilah di antara ajaran – ajaran Ibnu Masarah
1.      Jalan menuju keselamatan adalah menyucikan jiwa, zuhud dan mahabbah yang merupakan asal dari semua kejadian.
2.      Dengan penakwilan ala philun atau aliran isma’iliyah terhadap ayat – ayat Al – Qur’an, ia menolak adanya kebangkitan jasmani.
3.      Siksa neraka bukanlah dalam bentuk yang hakikat[15]
  









BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Pada dasarnya perkembangan ilmu tasawuf terjadi karena adanya perbedaan pendapat dari para sufi. Sehingga timbullah berbagai macam paham di dalam dunia kesifian. Faham – faham tersebut masing – masing memiliki tujuan yang berlainan, sehingga terjadi perbedaan yang mencolok antara paham yang satu dengan yang lain.
Diantara peneliti – peneliti tasawuf membagi tasawuf kedalam tiga bagian yaitu : Tasawuf Akhlaqi, Tasawuf Amali dan Tasawuf Falsafi.
Tasawuf di ciptakan sebagai media untuk mencapai maqashid al – Syar’I ( tujuan – tujuan syara’ ). Karena tasawuf itu pada hakikatnya melakukan serangkaian ibadah seperi shalat, puasa, zakat, haji dan lain sebagainya, yang di lakukan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.

B.     Saran

Diharapkan kepada para pembaca dapat memahami makalah ini dan dapat mengembangkan lebih sempurna lagi kritik dan saran sangat kami harapkan untuk memotivasi penulis agar dalam menyelesaikan makalah ini bisa memperbaiki diri dari kesalahan atas partisipasinya kami ucapkan terima kasih.











DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Rosihan, Akhlak Tasawuf, Bandung: Pustaka Setia. 2009.
Asmaran, As, Pengantar Studi Tasawuf, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2002.
Madkour, Ibrahim, Aliran dan Teori Filsafat Islam, Jakarta: Bumi Aksara. 1995.
Munir, Amin Samsul, Ilmu tasawuf, Jakarta: Amzah. 2012.
Susanto, Musyrifah, Sejarah Peradaban Islam, jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2007.



[1] Munir, Samsul Amin, Ilmu Tasawuf. ( Jakarta: Amzah, 2012), hlm. 128
[2] Anwar Rosihan, Akhlak Tasawuf. ( Bandung: CV Pustaka Setia,2009 ), hlm. 37
[3] Asmaran, AS, Pengantar Studi Tasawuf, ( Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002 ), hlm. 45
[4] Ibid. hal. 45
[5] Ibid. hal. 51
[6] Ibid. hlm. 115
[7] Musrifah, susanto,sejarah peradaban islam, (jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007). hlm. 223

[8] Ibid. hal. 117.
[9] Ibid. hal. 118
[10] Ibid. hal. 120
[11] Ibid. hal. 129
[12] Madkour, Ibrahim, Fi Al – Falsafah Al – Islamiyyah: Manhaj Wa Tatbiqub Al _ Juz’ Al Sani. Terjemah Asmin, Yudian Wahyudi. ( Jakarta: Bumi Aksara. 1995 ), hal. 233
[13] Ibid. hal. 145
[14] Munir, Samsul Amin, Ilmu Tasawuf. ( Jakarta: Amzah, 2012), hlm.281
[15]Ibid. hal. 28


0 comments:

Posting Komentar

 
 
Blogger Templates