BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Perkembangan Tasawuf
Tasawuf dalam islam menurut ahli sejarah sebagai ilmu yang berdiri
sendiri, lahir sekitar akhir abad kedua atau awal abad ketiga hijriah. Menurut
Ibnu Al – Jauzi dan Ibnu Khaldun yang di kutif dari buku Sejarah perkembangan
tasawuf, secara garis besar kehidupan kerohanian dalam islam terbagi menjadi
dua, yaitu zuhud dan tasawuf. Diakui bahwa keduanya merupakan istilah baru yang
belum ada pada masa nabi Muhammad SAW dan tidak terdapat di dalam kitab suci Al
– Qur’an kecuali zuhud yang di sebut di dalam Al – Qur’an Surah Yusuf Ayat 20[1]
“dan mereka berkata,”mengapa tidak diturunkan kepadanya ( muhammad )
suatu bukti ( mukjizat ) dari tuhannya?”katakanlah,”sungguh, segala yang gaib
itu hanya milik allah; sebab itu tunggu ( sajalah ) olehmu. Ketahuilah aku juga
menunggu bersama kamu.
Melacak sejarah perkembangan tasawuf tidak dapat dimulai hanya ketika
tasawuf mulai di kaji sebagai sebuah ilmu, melainkan perlu di teliti semenjak
dari zaman rasulullah SAW, memang pada masa rosulullah dan masa sebelum
datangnya agama islam, istilah tasawuf belum ada. Istilah sufi baru muncul
pertama kali di gunakan oleh Abu Hasyim ( 780 M ), beliau merupakan seorang
zahid dari syria, namun tidak dapat di sangkal lagi bahwa hidup seperti yang di
gambarkan dalam kalangan ahli – ahli sufi itu sudah banyak ditemukan, baik pada diri nabi muhammad SAW, maupun dari
pada diri sahabat – sahabat.
Oleh karena itu untuk melihat sejarah tasawuf perlu melihat sejarah
perkembangan peradaban islam sejak zaman rasulullah SAW. Sebab, pada hakikatnya
kehidupan rohani itu telah ada pada diri rosulullah SAW, kesederhanaan hidup
dan sikap menghindari bentuk – bentuk kemewahan sudah tumbuh sejak islam
datang, ketika rasulullah SAW dan para sahabatnya hidup dalam kesederhanaan.[2]
B. Pengertian Tasawuf Akhlaqi, Amali dan Falsafi
Ada yang mengatakan tasawuf berasal dari kata Saff yang ber arti saf atau barisan[3], namun ada juga yang
mengatakan tasawuf berasal dari kata Safa’
yang ber arti suci, bersih atau murni[4] Tasawuf itu
ialah memilih jalan hidup secara zuhud, menjauhkan diri dari perhiasan hidup
dalam segala bentuknya[5] Kata tasawuf
dalam bahasa arab adalah bisa membersihkan atau saling membersihkan, kata
membersihkan merupakan kata kerja transitif yang membutuhkan objek, sedangkan
objek kajian tasawuf adalah akhlak manusia[6].
Akhlak juga berasal dari bahasa arab yang bermakna perangai, budi, tabiat, adab
atau tingkah laku. Apabila kata tasawuf dan kata akhlak di satukan akan berbentuk sebuah
frase, yaitu tasawuf akhlaki, secara etimologis tasawuf akhlaki bermakna
membersihkan tingkah laku atau saling membersihkan tingkah laku. Jika
konteksnya adalah manusia, seperti tingkah laku manusia.
Oleh karena itu, tasawuf akhlaki merupakan kajian ilmu yang sangat memerlukan
praktik untuk menguasainya. Tidak hanya berupa teori sebagai sebuah pengetahuan
akan tetapi juga harus terealisasi dalam rentang waktu kehidupan manusia,
supaya lebih muda menempatkan posisi tasawuf dalam kehidupan bermasyarakat,
para pakar tasawuf membentuk spesifikasi kajian tasawuf ini pada ilmu tasawuf
akhlaki yang di dasarkan pada sabda nabi muhammad saw.
Tasawuf akhlaki merupakan gabungan antara ilmu tasawuf dan ilmu akhlak.
Akhlak erat sekali hubunganya dengan perilaku dan kegiatan manusia baik dalam
interaksi sosial pada lingkungan tempat tinggalnya. Jadi, tasawuf akhlaki dapat
terealisasi secara utuh jika pengetahuan tasawuf dan ibadah kepada allah di
buktikan dalam kehidupan sosial.
Tasawuf amali merupakan kelanjutan tasawuf akhlaki karena orang tidak
bisa dekat dengan tuhan dengan amalan amalan dan ibadah sebelum ia membersihkan
jiwanya.jiwa yang bersih merupakan syarat utama untuk bisa kembali kepada
tuhan, karena dia adalah zat yang bersih dan suci dan hanya menerima orang
orang yang suci. Sebagaimana dalam Al Quran surah Al Baqarah ayat 222:
“dan allah menyukai orang yang taubat dan menyukai orang orang yang
mensucikan diri”.(QS Al-Baqarah Ayat
222).
Orang sufi (penganut tasawuf amali ) membagi ajaran agama kepada ilmu
lahir dan ilmu batin, yaitu ajaran agama ada yang pengalamannya mengandung arti
lahiriah dan ada yang batiniyah. Yang lahiriyah adalah amalan amalan yang
mengikuti aturan aturan syariah, sedangkan yang batiniyah adalah yang mengikuti
aturan aturan ahli tasawuf.
Syariah ( bagi ahli fiqih ) adalah undang undang atau hukum hukum yang
telah di tentukan, di antaranya hukum halal, haram, yang disuruh, yang
dilarang, yang sunnah, makruh, dan mubah. Oleh karena itu, melaksanakan shalat,
puasa, zakat, haji, sedangkan yang sunnah misalnya sadaqah, menuntut ilmu, dan
lain lain.
Tasawuf amali adalah jalan tasawuf yang harus dilakukan melalui bimbingan
guru tasawuf. Hal ini mengingat bahwa
untuk menjalani kehidupan tasawuf ada orang yang mampu melakukan sendiri dan
ada yang harus di bimbing oleh seorang ahli tasawuf.
Tasawuf falsafi adalah tasawuf yang ajaran – ajaranya memadukan antara
visi mistis dan visi rasional, menurut At – Taftazani, ciri umum tasawuf
falsafi adalah ajaran ajaran yang samar
– samar akibat banyaknya istilah khusus yang hanya dapat dipahami oleh mereka
yang memahami ajaran tasawuf jenis ini. Tasawuf falsafi tidak hanya di pandang
sebagai filsafat karena ajaran dan metodenya didasarkan pada rasa ( dzauq ),
tetapi tidak dapat pula di kategorikan sebagai tasawuf dalam pengertianya yang
murni karena ajarannya sering di ungkapkan dalam bahasa filsafat dan lebih
berorientasi pada panteisme.[7]
C.
Tokoh – Tokoh Tasawuf Akhlaqi, Amali dan Falsafi
Beserta Ajaranya
Untuk lebih
memahami dan mendalami ajaran - ajaran tasawuf akhlaqi, amali dan falsafi,
Berikut ini akan kami uraikan tokoh – tokoh sufi dan ajaranya.
1.
Tokoh – Tokoh
Tasawuf Akhlaqi dan Ajaranya
a.
Hasan Al –
Bashri
Riwayat hidup Abu Sa’id Al – Hasan bin Yasir atau yang
biasa di panggil Hasan Al – Bashri beliau adalah seorang zahid yang amat
masyhur di kalangan tabiin, ia adalah anak seorang budak yang tertangkap di
maisan yang bernama Zaid bin Tsabit, yang kemudian di angkat menjadi sekertaris
Nabi Muhammad SAW, sedangkan ibunya
adalah seorang hamba sahaya Ummu Salamah istri Nabi
Muhammad SAW, ia dilahirkan di madinah pada tahun 21 H ( 632 M ) dan wafat pada
hari kamis 10 Rajab tahun 110 H ( 728 M ), ia di lahirkan dua malam sebelum
khalifah umar bin khaththab wafat dan beliau juga di kabarkan bertemu dengan
70orang sahabat yang turut menyaksikan Perang Badar dan 300 sahabat lainya.[8]
Hasan Al – Bashri yang mula – mula menyediakan waktunya
untuk memperbincangkan ilmu – ilmu kebatinan, kemurnian akhlak dan usaha
menyucikan jiwa di masjid bashro. Ajaran – ajaranya tentang kerohanian senan
tiasa di dasarkan pada sunnah nabi, para sahabt nabiyang hidup pada zaman itu
pun mengakui kebesaranya bahkan ketika ada orang yang datang kepada anas bin
malik sahabt – sahabt nabi yang utama untuk menanyakan persoalan agama, anas
memerintahkan agar orang itu menghubungi hasan, mengenai kelebihan hasan yang
lain, abu qatadah berkata “ Bergurulah kepada syekh ini. Saya sudah saksikan
sendiri ( keistimewaannya ) tidak ada seorang tabiin pun yang menyerupai
sahabat nabi selainnya”[9]
Ajaran – ajaranya
Berkaitan dengan ajaran tasawuf Hasan Al – Bashri,
Muhammad Mustafa beliau adalah guru besar filsafat islam, menatakan bahwa
kemungkinan tasawuf Hasab Al – Bashari di dasari oleh rasa takut dan siksa oleh
tuhan di neraka, namun setelah kami teliti ternyata bukan perasaan takut
terhadap siksaan yang mendasari tasawufnya, tetapi kebesaran jiwanya akan
kekuranganya dan kelalaian dirinya yang mendasari taswuf, sikap itu seirama
dengan sabda nabi muhammad SAW “ Orang beriman yang selalu mengingat dosa –
dosa yang pernah dilakukan adalah laksana orang yang duduk di bawah gunung
besar yang senantiasa merasa takut gunung besar yang senantiasa merasa takut
gunung itu akan menimpa dirinya ”[10]
Dalam penyampaian ajaran – ajaranya, Hasan Al – Bashri
menggunakan dua cara, Pertama ia mengajak murid –muridnya untuk menghidupkan
kembali kondisi masa salaf, seperti yang terjadi pada masa para sahabat Nabi
SAW, Kedua ia menyerukan kepada murid – muridnya untuk bersikap zuhud dalam
menghadapi kemewahan dunia. Zuhud menurut pengertianya adalah tidak tamak
terhadap kemewahan dunia dan tidak pula lari dari ursan dunia, tetapi selalu
merasa cukup dengan apa yang ada.
b.
Al – Ghazali
Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin
Muhammad bin Ta’us Ath – Thusi Asy – Syafi’i Al – Ghazali atau yang biasa di
kenal dengan nama Al –Ghazali dan mendapat gelar “ Hujjah Al – Islam ”. Ia
lahir paada tahun 450 H / 1058 M di kampung Ghazlah, sebuah kota di khurasan di
iran, ayahnya seorang ahli tasawuf yang shaleh meninggal dunia ketika Al –
Ghazali dan saudaranya Ahmad, masi kecil, namun sebelum meninggal ayahnya telah
menitipkan kedua putranya kepada seorang ahli tasawuf untuk mendidik dan
membimbingnya.[11]
Pada tahun 488 H / 1095 M, Al – Ghazali dilanda keraguan,
skeptis tentang kegunaan pekerjaan dan karyanya, sehingga ia menderita penyakit
yang sulit diobati. Oleh karena ia tidak dapat memberikan kuliah di universitas
tersebut. Lalu ia meninggalkan pekerjaanya dan seluruh karirnya sebagai ahli
hukum dan teolog. Beliau pindah dari damaskus lalu palestina. Di kota – kota
ini, ia merenung, membaca dan menulis. Sesudah itu, tergeraklah hatinya untuk
menunaikan ibadah haji. Setelah selesai ia pulang kekota kelahiranya, Thus. Di
sana ia tetap seperti biasanya, berkhalwat dan beribadah. Keadaan skeptis itu
berlangsung selama sepuluh tahun, terhitung sejak kepindahanya ke damaskus.
Pada masa inilah, al – ghazali menulis karyanya yang terkenal, yaitu Ihya Ulum
Ad – Din.
Al
– Ghozali memang hujjah islam, ia membela islam dalam menolak orang – orang
nashrani, juga dalam seranganya terhadap kaum batiniah dan kaum filosof.[12]
Ajaran – ajaranya
Menurut Al – Ghazali jalan menuju
tasawuf dapat dicapai dengan mematahkan hambatan – hambatan jiwa dan
membersihkan diri dari moral yang tercela sehinga kalbu lepas dari segala
sesuatu selain Allah dan berhias dengan selalu mengingat Allah. Ia juga berpendapat
bahwa sosok sufi adalah menempuh jalan kepada allah dan perjalanan hidup mereka
adalah yang terbai, jalan mereka adalah yang paling benar dan moral mereka
adalah yang paling bersih. Hal itu karena gerak dan diam mereka baik lahir
maupun batin diambil dari cahaya kenabian.
2.
Tokoh – Tokoh
Tasawuf Amali dan Ajaranya
a.
Dzun Num Al – Misri
Dzun
Num Al – Misri adalah nama julukan bagi seorang sufi yang tinggal di sekitar pertengahan
abad ke – 3 H. nama lengkapnya adalah Abu Al – faidil bin Ibrahim Dzun Al –
Misri. Ia dilahirkan di ikhmin dataran tinggi mesir tahun 180 H/796 M, ia
bersala dari salah satu kota di pedalaman mesir. Ayahnya seorang Nubian (
sebutan bagi penduduk nubiah dan termasuk keturunan pembesar Qusairy ). Dzun
Num Al – Misri meninggal pada tahun 246 H/ 856 M ia dimakamkan di pemakaman di
pemakaman As – Syafi’I, takkala orang menggusung jenazahnya muncullah sekawanan
burung hijau yang memayungi jenazahnya dan seluruh pengiring jenazah dengan
sayap – sayap hijau burung tersebut, dan pada hari kedua orang – orang
menemukan tulisan pada nisan makam beliau, “ Dzun Num adalah kekasih Allah,
diwafatkan karena rindu ” dan setiap kali orang akan menghapus tulisan itu,
maka muncul kembali seperti sedia kala.
Sebelum
Al – Misri, sebelumnya sudah ada sejumlah guru sufi, tetapi ia adalah orang
pertama yang memberi tafsiran terhadap isyarat – isyarat tasawuf. Ia pun
merupakan orang pertama di mesir yang bicara tentang ahwal dan maqamat para
wali dan orang yang pertama memberikan definisi tauhid dengan pengertian yang
cocok sufistik. Ia merupakan pengaruh besar terhadap pembentukan pemikiran
tasawuf, tidaklah mengherankan kalau sejumlah penulis menyebutkan sebagai salah
seorang peletak dasar – dasar tasawuf.[13]
Pendapat
tersebut cukup beralasan mengingat Al – Mishri hidup pada masa awal pertumbuhan
ilmu tasawuf. Lagi pula, ia seorang sufi pengembara yang memiliki kemampuan dan
keberanian untuk menyatakan pendapatnya. Keberanian itu yang menyebabkan ia
harus berhadapan dengan gelombang protes yang di sertai tuduhan zindiq.
Akibatnya, ia pernah di panggil menghadap Khalifah Al – Mutawakkil. Namun, ia
di bebaskan dan di pulangkan ke mesir dengan penuh penghormatan. Kedudukannya
sebagai wali di akui secara umum takkala ia meninggalkan dunia yang fana ini.
b.
Tokoh – Tokoh
Tasawuf Falsafi dan Ajarannya
a.
Abdul Karim Al
– Jilli
Abdul Karim bin Ibrahim Al – Jalili lahir pada tahun 1365
M di jilan ( gilan ) sebuah provinsi di sebelah selatan kasfia dan wafat pada
tahun 1417, nama Al – Jilli diambil dari tempat kelahiranya sedangkan gilan
ialah seorang sufi yang terkenal dari baghda. Riwayat hidupnnya tidak banyak di
ketahui oleh para ahli sejarah, tetapi sebuah sumber mengatakan bahwa ia pernah
melakukan perjalanan ke india pada tahun 1387. Ia kemudian belajar tasawuf di
bawah bimbingan Abdul Qadir Al – Jailani, pendiri dan pemimpin tarekat
qadiriyah yang sangat terkenal. Disamping itu ia berguru pula kepada syaikh
syarapuddin isma’il bin ibrahim al – jabrti di zabid( yaman ) pada tahun 1393 –
1403.[14]
Ajaran – ajaranya
Ajaran – ajaran tasawuf Abdul Karim Al – Jilli yang
terpenting adalah paham insan kamil.Menurutnya, insan kamil adalah nuskhah atau
copy Tuhan,Seperti disebutkan dalam hadis:
“allah menciptakan adam dalam bentuk yang
maharahman”. (HR. Al-Bukhari).
“allah menciptakan adam dalam bentuk dirinya” (HR.
Al-Bukhari dan Muslim).
Tuhan memiliki
sifat – sifat seperti hidup, pandai, mampu berkehendak dan mendengar. Manusia (
Adam ) pun memiliki sifat seperti itu. Proses yang terjadi setelah itu adalah
setelah tuhan menciptakan substansi, huwiyah tuhan di hadapkan dengan huwiyah
adam, aniyahnya disandingkan dengan aniyah adam, dzatnya di hadapkan dengan
zatnya adam dan akhirnya adam berhadapan dengan tuhan dalam segala hakikatnya,
melaui konsep ini dapat dipahami bahwa adam di lihat dari sisi penciptaanya
merupakan salah seorang insan kamil dengan segala kesemurnaanya, sebab pada
dirinya terdapat sifat dan nam ilahiyah.
Dengan demikian , dari sudut pandang manusia tuhan
merupakan cermin bagi manusia untuk melihat dirinya manusia tidak mungkin
melihat dirinya tanpa crmin itu, sebaliknay karena tuhan mengharuskan dirinya
agar semua sifat dan amanya dilihat maka tuhan menciptakan insan kamil sebagai
cermin bagi dirinya dari sini tampaklah hubugan antara tuhan dan indan kamil,
menurut A – Jilli insan kamil merupakan proses tempat beredarnya segala yang
wujud dari awal sampai akhir ia adalah satu sejak wujjud dan untuk slamnay ia
dapat muncul dan menampakkan dirinya dalm bernbagai macam. Nam alinya adalah
mhammda nama kehormatanya adlah Abu Al – Qasim dan gelarnya Syamsuddin.
b.
Ibnu Masarah
Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Abdullah bin Masarrah
( 269-319 H ). Ia merupakan salah seorang sufi sekaligus filsuf dari andalusia,
spanyol ia juga memberikan pengaruh yang besar terhadap madzhab Al – Mariyyah.
Ibnu Hazm mengatakan bahwa Ibnu Hazm memiliki kecenderungan besar terhadap
filsafat. Sementara itu, menurut musththafa abdul raziq ibnu masarah ermasuk
sufi yang beraliran ittihadiyah.
Bersamaan dengan masa Ibnu Masarrah, di andalusia telah
muncul tasawuf falsafi ia lebih banyak di sebut sebagai filsuf ketimbang sufi.
Namun pandangan – pandangan filsafatnay tertutupi oleh kezahidanya. Pada
mulanya Ibnu Masarah merupakan penganut sejati aliran mu’tazilah tetapi ia
berpaling pada madzhab neo-platonisme. Oleh karena itu ia dianggap mencoba
menghidupkan kembali filsafat yunani kuno. Walau demikian Ibnu Masarah
tergolong sebagai sufi yang memadukan paham sufistiknya dengan pendekatan
filosofis.
Ajaran – ajaranya
Inilah di
antara ajaran – ajaran Ibnu Masarah
1.
Jalan menuju keselamatan
adalah menyucikan jiwa, zuhud dan mahabbah yang merupakan asal dari semua
kejadian.
2.
Dengan
penakwilan ala philun atau aliran isma’iliyah terhadap ayat – ayat Al – Qur’an,
ia menolak adanya kebangkitan jasmani.
3.
Siksa neraka
bukanlah dalam bentuk yang hakikat[15]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada dasarnya perkembangan ilmu
tasawuf terjadi karena adanya perbedaan pendapat dari para sufi. Sehingga
timbullah berbagai macam paham di dalam dunia kesifian. Faham – faham tersebut
masing – masing memiliki tujuan yang berlainan, sehingga terjadi perbedaan yang
mencolok antara paham yang satu dengan yang lain.
Diantara peneliti – peneliti tasawuf
membagi tasawuf kedalam tiga bagian yaitu : Tasawuf Akhlaqi, Tasawuf Amali dan
Tasawuf Falsafi.
Tasawuf di ciptakan sebagai media
untuk mencapai maqashid al – Syar’I ( tujuan – tujuan syara’ ). Karena tasawuf itu
pada hakikatnya melakukan serangkaian ibadah seperi shalat, puasa, zakat, haji
dan lain sebagainya, yang di lakukan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.
B. Saran
Diharapkan kepada para pembaca dapat
memahami makalah ini dan dapat mengembangkan lebih sempurna lagi kritik dan
saran sangat kami harapkan untuk memotivasi penulis agar dalam menyelesaikan
makalah ini bisa memperbaiki diri dari kesalahan atas partisipasinya kami
ucapkan terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Rosihan, Akhlak Tasawuf,
Bandung: Pustaka Setia. 2009.
Asmaran, As, Pengantar Studi
Tasawuf, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2002.
Madkour, Ibrahim, Aliran dan Teori Filsafat Islam, Jakarta:
Bumi Aksara. 1995.
Munir, Amin Samsul, Ilmu tasawuf,
Jakarta: Amzah. 2012.
Susanto, Musyrifah, Sejarah Peradaban Islam,
jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2007.
[1] Munir, Samsul Amin, Ilmu Tasawuf. (
Jakarta: Amzah, 2012), hlm. 128
[2] Anwar Rosihan, Akhlak Tasawuf. (
Bandung: CV Pustaka Setia,2009 ), hlm. 37
[3]
Asmaran, AS, Pengantar Studi Tasawuf,
( Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002 ), hlm. 45
[4]
Ibid. hal. 45
[5]
Ibid. hal. 51
[6] Ibid. hlm. 115
[7] Musrifah, susanto,sejarah peradaban islam,
(jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007). hlm. 223
[8] Ibid. hal. 117.
[9] Ibid. hal. 118
[10] Ibid. hal. 120
[11] Ibid. hal. 129
[12]
Madkour, Ibrahim, Fi Al – Falsafah Al – Islamiyyah: Manhaj Wa Tatbiqub Al _
Juz’ Al Sani. Terjemah Asmin, Yudian Wahyudi. ( Jakarta: Bumi Aksara. 1995 ),
hal. 233
[13]
Ibid. hal. 145
[14] Munir, Samsul Amin, Ilmu Tasawuf. (
Jakarta: Amzah, 2012), hlm.281
[15]Ibid. hal. 28
0 comments:
Posting Komentar