Hubungan Iman, Islam, Ihsan dan hari Kiamat
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
1.
Iman
Pengertian dasar dari istilah “iman” ialah “memberi
ketenangan hati; pembenaran hati”. Jadi makna iman secara umum mengandung
pengertian pembenaran hati yang dapat menggerakkan anggota badan memenuhi
segala konsekuensi dari apa yang dibenarkan oleh hati.
2.
Islam
Islam sebagai sebuah nama dari nama agama tidak diberikan
oleh para pemeluknya melainkan kata “Islam” pada kenyataannya dicantumkan dalam
Quran.
3.
Ihsan
Ihsan adalah puncak ibadah dan akhlak yang senantiasa menjadi
target seluruh hamba Allah swt. Sebab, ihsan menjadikan kita sosok yang
mendapatkan kemuliaan dari-Nya.
B. Rumusan
Masalah
Dari latar
belakang di atas timbul permasalahan yang perlu dibahas dalam makalah ini,
sebagaimana berikut :
1.
Apa hubungan iman, islam, ihsan dan hari kiamat?
2.
Bagaimana
berkurangnya iman dengan melakukan maksiat?
3. Apakah rasa malu merupakan bagian dari iman?
C. Tujuan Pembahasan
1. untuk mengetahui hubungan iman,
islam, ihsan dan hari kiamat.
2.
Untuk mengetahui berkurangnya iman dengan melakukan maksiat.
3 Untuk mengetahui rasa
malu merupakan bagian dari iman.
BAB II
PEMBAHASAN
KEIMANAN
A. Hubungan Iman, Islam, Ihsan dan hari Kiamat
1.
Hadits tentang hubungan Iman. Islam, Ihsan dan hari Kiamat
عَنْ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ اَيْضًا قَالَ: بَيْنَمَا نَحْنُ جُلُوْسٌ
عِنْدَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ اِذْ طَلَعَ
عَلَيْنَا رَجُلٌ شَدِيْدُ بَيَاضِ الثِّيَابِ شَدِيْدُ سَوَادِ الشَّعْرِ، لَا يُرَى
عَلَيْهِ اَثَرُ السَّفَرِ وَلَا يَعْرِفُهُ مِنَّا اَحَدٌ، حَتَّى جَلَسَ اِلَى
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَاَسْنَدَ رُكْبَتَيْهِ اِلَى رُكْبَتَيْهِ،
وَوَضَعَ كَفَّيْهِ عَلَى فَخِذَيْهِ، وَقَالَ: يَا مُحَمَّدُ اَخْبِرْنِيْ عَنِ
الْاِسْلَامِ، فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : اَلْاِسْلاَمُ
اَنْ تَشْهَدَ اَنْ لَااِلَهَ اِلَّا اللهُ واَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ، وَتُقِيْمَ
الصَّلَاةَ، وَتُؤْتِيَ الزَّكَاةَ، وَتَصُوْمُ رَمَضَانَ، وَتَحُجَّ الْبَيْتَ اِنِ
اسْتَطَعْتَ اِلَيْهِ سَبِيْلًا. قَالَ: صَدَقْتَ. فَعَجِبْنَا لَهُ يَسْاَلُهُ وَيُصَدِّقُهُ.
قَالَ: فَاَخْبِرْنِيْ عَنِ الْاِيْمَانِ، قَالَ: اَنْ تُؤْمِنَ بِاللهِ، وَمَلَائِكَتِهِ،
وَكُتُبِهِ، وَرُسُلِهِ، وَالْيَوْمِ الْاَخِرِ، وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ
وَشَرِّهِ. قَالَ: صَدَقْتَ. قَالَ: فَاَخْبِرْنِيْ عَنِ الْاِحْسَانِ، قَالَ: اَنْ
تَعْبُدَ اللهَ كَاَنَّكَ تَرَاهُ فَاِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَاِنَّهُ يَرَاكَ.
قَالَ: فَاَخْبِرْنِيْ عَنِ السَّاعَةِ قَالَ: مَاالْمَسْؤُوْلُ عَنْهَا بِاَعْلَمَ
مِنَ السَّائِلِ. قَالَ: فَاَخْبِرِنْي عَنْ اَمَارَاتِهَا، قَالَ: اَنْ تَلِدَ الْاَمَةُ
رَبَّتَهَا، وَاَنْ تَرَى الْحُفَاةَ الْعُرَاةَ الْعَالَةَ رِعَاءَ الشَّاءِ يَتَطَاوَلُوْنَ
فِى الْبُنْيَانِ، ثُمَّ انْطَلَقَ، فَلَبِثْتُ مَلِيًّا، ثُمَّ قَالَ: يَاعُمَرُ،
اَتَدْرِيْ مِنَ السَّائِلُ؟ قُلْتُ: اللهُ وَرَسُوْلُهُ اَعْلَمُ. فَاِنَّهُ جِبْرِيْلُ
اَتَاكُمْ يُعَلِّمُكُمْ دِيْنَكُمْ. ( رواه مسلم)
Artinya:
“Dari Umar r.a, berkata: “Suatu ketika kami (para sahabat) duduk
didekat rasulullah saw. Tiba-tiba muncul kepada kami seseorang lelaki mengenakan
pakaian yang sangat putih dan rambutnya amat hitam. Tak terlihat padanya
tanda-tanda bekas perjalanan dan tak ada seorangpun diantara kami yang
mengenalnya. Ia segera duuik dihadapan Nabi, lalu lututnya disandarkan kepada
lutut Nabi dan meletakkan kedua tangannya diatas kedua tangan Nabi, kemudian ia
berkata: “hai Muhammad ! beritahukan kepadaku tentang islam”. Rasulullah
menjawab: “Islam adalah engkau bersaksi bahwa tiada Tuhan kecuali Allah, dan
sesungguhnya Nabi Muhammad adalah Rasul Allah, menegakkan shalat, menunaikan
zakat, berpuasa dibulan Ramadhan dan engkau menunaikan haji di Baitullah jika
engkau telah mampu melakukannya”. Lelaki itu berkata: “engkau benar”. Maka kami
heran, ia yang bertanya, ia juga yang membenarkannya.
Kemudian ia berkata lagi: “beritahukan kepadaku tentang iman”. Nabi
menjawab: “iman adalah engkau beribadah kepada Allah, malaikat-Nya,
kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya, hari akhir dan beriman kepada takdir Allah
yang baik dan yang buruk”. Ia berkata: “Engkau benar”.
Dia bertanya lagi: “beritahukan
kepadaku tentang ihsan”. Nabi menjawab: “ hendaklah engkau beribadah kepada
Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, kalaupun engkau tidak melihat-Nya,
sesungguhnya Dia melihatmu.
Lelaki itu berkata lagi: “
beritahukan kepadaku kapan terjadinya hari kiamat itu ”. Nabi menjawab: “ yang
ditanya tidaklah lebih tahu daripada yang bertanya”. Dia pun bertanya lagi:
“beritahukan kepadaku tentang tanda-tandanya”. Nabi menjawab: “ jika seseorang
budak wanita telah melahirkan tuannya, jika engkau melihat orang yang
bertelanjang kaki, tanpa memakai baju serta pengembala kambing telah saling
berlomba dalam mendirikan bangunan mewah yang menjulang tinggi.
Kemudian lelaki itu segera pergi.
Akupun terdiam sehingga Nabi bertanya kepadaku: wahai Umar, tahukah engkau
siapa yang bertanya tadi ?, aku menjawab: Allah dan Rasulnya lebih mengetahui.
Beliau bersabda: “ia adalah Jibril yang mengajarkan kalian tentang agama
kalian” (H.R. Muslim).[1]
2.
Biografi
a. Imam Muslim
Nama
lengkapnya adalah Abu Husain Muslim bin Al-Hajjaj Al-Quraysyi An-Naysaburi.[2]
Beliau dilahirkan di Naisabur pada tahun 204 H/820 M yaitu kota kecil yang
terletak di negara Iran. Beliau salah seorang ahli hadits terkemuka dan murid
Al-Bukhari. Sejak kecil beliau belajar hadits ke beberapa guru di berbagai
negara, diantaranya ke Hijaz, Syam, Irak,Mesir dan lain-lain.
Diantara buku hadits yang beliau tulis adalah Shahih Muslim
berisikan 4.000 hadits yang merupakan hasil penyeleksian dari 12.000 buah
hadits yang dihitung secara berulang, atau pendapat lain sebanyak 7.275 buah
hadits secara berulang-ulang. Buku itu disusun selama 12 tahun. Shahih
Al-Bukhari dan Shahih Muslim, keduanya kitab yang paling shahih setelah
Al-Qur’an. Menurut penelitian para ulama, persyaratan yang ditetapkan Muslim
dalam kitabnya pada dasarnya sama dengan penetapan Shahih Al-Bukhari.[3]
b.
Umar bin Khattab ra.
Nama lengkapnya adalah Umar bin Khattab bin Nufal bin Abd Uzza bin
Raba’ah bin Abdillah bin Qurth bin Huzail bin Ady bin Ka’ab bin Luway bin Fihr
bin Malik. Dari sini kita ketahui keluarga Umar mempunyai pengaruh dan
kekuasaan besar yang keturunannya berasal dari suku Quraisy. Oleh karena itu
kebesaran Umar bin Khattab pada hakekatnya mewarisi keturunannya.
Beliau lahir pada tahun 513 M, diriwayatkan bahwa Umar dilahirkan
40 tahun sebelum hijrah Nabi ke kota Mekah, kelahiran Umar merupakan suatu
kejadian besar di kalangan suku Quraisy dikarenakan ayah Umar bin Khattab,
Al-Khattab merupakan salah satu anggota termuka di tengah suku Quraisy yang
mengawini Khantamak yang kemudian melahirkan Umar.[4]
3.
Kualitas Hadits
Hadits diatas merupakan hadits shahih dan diriwayatkan oleh Imam
Muslim yang sangat terkenal dengan kedhabitannya (kuat hafalannya) dan
kehati-hatiannya dalam menulis hadits.
4.
Isi/Penjelasan hadits
Pertanyaan Jibril diatas mengindikasikan adanya perbedaan antara
iman dan islam. Iman adalah keyakinan terhadap perkara tertentu, sedangkan
islam adalah menampakkan amalan-amalan khusus. Akan tetapi antara keduanya
tidak dapat dipisahkan dan saling melengkapi, seperti seseorang yang melakukan
suatu perbuatan dia tidak dikatakan muslim yang sempurna kalau tidak disertai
dengan suatu keyakinan, dan orang yang berkeyakinan tidak dapat disebut mukmin
yang sempurna tanpa amalan.
Adapun hal-hal yang berkaitan dengan iman adalah:
a.
Beriman kepada Allah SWT
Beriman kepada Allah berarti mengakui bahwa Allah itu Esa, Allah
tempat meminta segala sesuatu, Allah tidak beranak dan tidak pula diperanakkan
dan mematuhi apa yang diperintah dan yang dilarang.
b.
Beriman kepada Malaikat
Beriman kepada malaikat berarti meyakini keberadaan mereka
c.
Beriman kepada Kitab-kitab Allah
Berarti meyakini bahwa kitab tersebut merupakan kalamullah dan apa
yang terkandung didalamnya adalah benar.
d.
Beriman kepada Rasul
Berarti
menyakini terhadap apa yang disampaikan mereka tentang Allah SWT.
e.
Beriman kepada hari kebangkitan
Berarti
percaya bahwa setelah kematian itu ada hari kebangkitan, itulah tempat untuk
mempertanggung jawabkan perbuatan didunia, dan amal perbuatan akan ditimbang
dengan adil, benar dan jujur.
f.
Dan beriman kepada qodho dan qadar
Berarti
percaya kepada takdir baik dan buruk.
Adapun hal-hal yang berkaitan dengan islam adalah mengucap dua
kalimat syahadat yang berarti bersaksi bahwa tiada Tuhan kecuali Allah dan Nabi
Muhammad adalah rasul Allah, mendirikan Shalat, menunaikan zakat, berpuasa
dibulan ramadhan, dan naik haji bila mampu.
Adapun hal-hal yang berkaitan dengan ihsan adalah sebuah etika. Di dalam
ibadah, ihsan adalah suatu bentuk keikhlasan, khusus’, dan berkonsentrasi penuh
pada saat melaksanakannya dan selalu merasa dimonitor oleh yang disembah.
Seseorang yang berikhlas akan selalu merasa diawasi Allah SWT dalam setiap
gerak-geriknya, sehingga ia akan senantiasa berusaha memperbaiki diri.
5.
Pelajaran yang dapat diambil
Hadist
tersebut memberi pelajaran tentang etika bertanya. Pertama, bertanya kepada
orang alim tentang suatu perkara yang telah diketahui dengan tujuan agar orang
lain juga mengetahui, adalah diperbolehkan. Sebagaimana perilaku Jibril
bertanya kepada Rasulullah SAW tentang islam, iman dan hari kiamat yang
sesungguhnya ia telah mengetahuinya. Kedua, pertanyaan dengan tujuan memancing
penjelasan untuk memperingatkan kepada pendengar akan adanya persoalan yang
dapat diketahui dan ada pula yang tidak, seperti pertanyaan tentang kapan
terjadinya hari kiamat. Terjadinya hari kiamat adalah perkara yang hanya
diketahui oleh Allah saja, tidak seorangpun mengetahuinya, tidak terkecuali
malaikat Jibril dan nabi Muhammad SAW.
Kewajiban manusia adalah meyakini akan adanya hari akhir, karena itu sebagian
dari iman.[5]
B.
Berkurangnya Iman dengan Melakukan Maksiat
1.
Hadits Tentang Berkurangnya Iman dengan Melakukan Maksiat
Iman bagi seorang
hamba mempunyai kedudukan yang luhur dan tinggi. Dia adalah kewajiban yang
paling wajib dan kepentingn yang paling penting. Setiap kebaikan dunia dan
akhirat tergantung dalam kebaikan dan keselamatan iman.Iman itu bisa berkurang
karena melakukan maksiat dan lenyap karena selalu menggelimang dalam perbuatan
maksiat. Dalam sebuah hadits disebutkan :
قَالَ اَبِىْ هُرَيْرَةَ اَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ : لَا يَزْنِى الزَّانِيْ حِيْنَ يَزْنِيْ وَهُوَ مُؤْمِنٌ وَلَا
يَسْرِقُ السَّارِقُ حِيْنَ يَسْرِقُ وَهُوَ مُؤْمِنٌ وَلَا يَشْرَبُ الْخَمْرَ حِيْنَ
يَشْرَبُهَا وَهُوَ مُؤْمِنٌ.
Artinya:
“Abu Hurairah berkata bahwa Nabi SAW bersabda: “Seseorang tidak
akan melakukan perbuatan zina, padahal ia seorang mukmin, tidak akan melakukan
pencurian, padahal ia seorang mukmin,
dan tidak akan minum khamar padahal ia seorang yang mukmin’.”(H.R. Muslim kitab al-Iman, bab Iman berkurang karena maksiat(24) (Beirut: Dar al-Fikr, 1412 H./1992 M.), juz
1,hlm:49, no hadist:100
2.
Biografi
Abu
Hurairah
Nama
asal Abu hurairah adalah Abdurrahman Ibn Shakhr ad- Dawsi (salah satu kabilah
di Yaman), dimasa jahiliyahnya bernama Abdusysyams bin Shakhr. Kemudian
dipanggil Abu Hurairah oleh Rasulullah
juga yang berarti bapaknya kucing, pada saat Beliau melihatnya membawa kucing kecil, karena Abu
Hurairah sangat menyayangi kucing.
Abu Hurairah lahir pada tahun ke-21 setelah Hijrah (602 M) dan
datang ke Madinah pada tahun Khaibar yakni pada bulan Muharram tahun ke-7 H,
lalu memeluk agama islam. Setelah masuk islam ia selalu beserta Nabi dan
menjadi ketua jama’ah Ahlu Suffah, yang menghabiskan waktunya untuk beribadah.
karena inilah beliau mendengar hadist dari Nabi secara langsung. Suffah adalah
suatu tempat perlindungan para sahabat yang zahid di masjid Nabawi.
Abu Hurairah memiliki sifat-sifat yang terpuji diantaraya wara’,
takwa dan zuhud. Abu Hurairah meriwayatkan hadist sebanyak 5.374 buah (menurut
pentahqikan Baqi Ibn Makhlad, seperti yang disitir oleh Ibn Dausi), diantara
jumlah tersebut, 325 buah hadist disepakati oleh Bukhari dan Muslim, 93 buah
diriwayatkan oleh Bukhari dan 189 buah oleh Muslim.
Ada beberapa faktor banyaknya periwayatan yang diperoleh Abu
Hurairah antara lain sebagai berikut:
a.
Rajin menghadiri majlis-majlis Nabi SAW
b.
Selalu menemani Rasulullah, karena ia sebagai penghuni shuffah di
Masjid Nabawi.
c.
Kuat ingatannya, karena ia salah seorang sahabat yang mendapat doa
dari Nabi, sehingga hapalannya tidak pernah lupa apa yang ia dengar dari Nabi
SAW.
d.
Banyak berjumpa dengan para sahabat senior sekalipun Nabi telah
wafat. Ia berusia panjang yaitu 78 tahun dan masih hidup 47 tahun setelah Nabi
wafat.
Abu Hurairah wafat di Madinah pada tahun 57 H di Al-aqiq dalam usia
78 tahun, segala waktunya dihabiskan untuk berkhidmah pada Rasulullah.[6]
3.
Kualitas Hadits
Hadits diatas juga merupakan hadits shahih dan diriwayatkan oleh
Imam Muslim yang sangat terkenal dengan kedhabitannya (kuat hafalannya) dan
kehati-hatiannya dalam menulis hadits.
4.
Isi/Penjelasan Hadits
Hadist ini termasuk hadist yang maknanya masih diperselisihkan oleh
para ulama. Menurut pendapat yang teliti, makna hadist tersebut yang shahih
adalah bahwa seseorang tidak akan melakukan perbuatan-perbuatan maksiat ini
ketika sempurna keimanannya.
Al-Hasan dan Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari telah
berkata: “cara memakai hadist ini adalah bahwa predikat terpuji untuk para kekasih
Allah SWT sebagai seorang yang beriman secara otomatis akan dicabut dari orang
yang melakukan dosa-dosa tersebut. Dan setelah itu predikatnya berganti menjadi
buruk yaitu sebagai pencuri, penzina, pecundang, dan seorang yang fasiq”.
Ibnu Abbas berkata: “makna hadist ini adalah cahaya iman akan
ditarik dari diri orang yang melakukan beberapa perbuatan dosa.”.
Iman bertambah karena banyak beribadah kepada Allah, sedangkan iman
berkurang karena banyak melakukan kemaksiatan. Dr.M Nu’aim Yasin dam bukunya “Al-Iman:
Arkanuhu, haqiqatuhu, wa Nawaqiduhu”. Menjelaskan bahwa ada beberapa hal
yang dapat meningkatkan keimanan itu antara lain:
a.
Ilmu
Jundub bin Abdillah, Ibnu Umar mengatakan, kami mempelajari iman, dan al-Qur’an,maka bertambahlah iman
kami.
Ilmu dalam hal ini adalah ilmu Allah, nama-nama-Nya,
sifat-sifat-Nya, dan ayat-ayat-Nya dan ilmu mengenai Rasulullah, dari
akhlaknya, perjalanan hidupnya dan syariat yang dibawanya
b.
Amal
Keimanan akan semakin kuat dengan memperbanyak amal shaleh dan
ketaatan kepada Allah dan Rasulullah, sedangkan sedikit amal shaleh akan
melemahkan iman.
c.
Zikir danFikir
Zikir adalah mengingat Allah dengan segala sifat dan keagungan yang
layak untuk-Nya, membaca firman dan ayat-ayatnya. Diriwayatkan dari Abi Ja’far,
dari kakeknya Umair bin Hubaib salah seorang sahabat Rasulullah SAW, ia
mengatakan: “iman itu bertambah dan berkurang”. Ia ditanya: “bagaimana iman itu
bertambah dan berkurang” ? ia menjawab : jika kita berzikir kepada Allah,
memuji-Nya dan mensucikan-Nya maka iman kita bertambah. jika lupa dan lalai
maka iman kita berkurang”.
Fikir adalah berusaha untuk senantiasa melihat karya Allah dengan
merenungi makhluk-makhluk-Nya dan memperhatikan ayat-ayat-Nya.[7]
5.
Pelajaran yang dapat diambil
Iman itu bisa bertambah dan juga bisa berkurang. Iman bertambah
karena banyak beribadah kepada Allah, sedangkan iman berkurang karena banyak
melakukan kemaksiatan. Dari penjelasan hadits diatas maka kita diperintahkan
untuk selalu berusaha memperkuat iman dengan cara banyak melakukan ibadah.
C.
Rasa Malu Sebagian dari Iman
1.
Hadits Tentang Rasa Malu Sebagian dari Iman
عَنِ ابْنِ عُمَرَ: اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ مَرَّ عَلَى رَجُلٍ مِنَ الْاَنْصَارِ وَهُوَ يَعِظُ اَخَاهُ فِى الْحَيَاءِ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : دَعْهُ فَاِنَّ الْحَيَاءَ مِنَ الْاِيْمَانِ
Artinya:
“Dari Ibnu Umar r.a. bahwa
Rasulullah SAW lewat didepan seorang laki-laki Anshar yang sedang menasehati
temannya yang pemalu, maka Belau bersabda:’Biarkan saja (dia pemalu), karena
sesungguhnya malu itu sebagian dari iman’.”(H.R. Bukhari kitab al-Iman, bab Malu adalah Sebagian dari Iman)
2.
Biografi
a.
Imam Bukhari
Nama Al-Bukhari adalah Abu Abdullah Muhammad bin Isma’il bin
Ibrahim bin Bardizbah Al-Yafi’i Al-Bukhari. Beliau dilahirkan pada hari jum’at
13 syawal 194 H(810M) disebuah kota bernama Bukhara, dan wafat di Samarqand,
malam sabtu hari raya, waktu isya’ tahun 256 H.
Beliau mulai belajar hadits sejak dibawah usia 10 tahun pada tahun
210 dan mendengarnya lebih dari 1000 orang guru. Beliau hapal sebanyak 100.000
buah hadits shahih dan 200.000 buah hadits yang tidak shahih. Diantaranya yang
shahih dimasukkan kedalam kitab shahihnya dan beliaulah pertama kali yang
menghimpun hadits shahih kedalam sebuah buku yang diberi nama Al-Jami’
Ash-Shahih li Al-Bukhari. Buku ini ditulis selama 16 tahun yang beliau dengar
dari lebih 70.000 perawi melalui penelitian yang tekun dan berhati-hati
kemudian diajukan ke hadapan para gurunya diantaranya Imam Ahmad, Yahya bin
Ma’in, dan alin-lain. Mereka menilai keshahihannya. Setiap akan menulis hadits
beliau mandi dan shalat istikhara 2 rakaat terlebih dahulu dan tidak menulisnya
kecuali hadits yang shahih, sanad yang muttashil dan para perawinya telah
memenuhi syarat keadilan.
b.
Ibnu Umar (Abdullah bin Umar)
Abdullah bin Umar lahir pada tahun kedua atau ketiga dari kenabian,
masuk Islam ketika berusia 10 tahun bersama ayahnya. Ia anak kedua dari Umar
bin Al-Khaththab dan saudara kandung Hafsha Ummul Mukminin. Meskipun ayahnya
menjadi khalifah yang sangat luas kekuasaannya, namun ia tidak memiliki ambisi
kedudukan atau kekhalifaan.
Hal ini disebabkan disamping sikap ayahnya yang tidak nepotis, ia selalu mencurahkan perhatiannya untuk mencari ilmu dan beribadah. Oleh karena itu, ia tidak pernah terlibat dalam pergolakan politik yang terjadi di kalangan sahabat yang mengakibatkan perang saudara, baik pada masa pemerintahan Utsman, Ali, dan sesudahnya. Abdullah bin Umar adalah seorang sahabat yang tekun dan berhati hati dalam periwayatan hadis. Abu Ja'far berkata: "Tidak ada seorang sahabat Nabi yang lebih berhati hati daripada Ibnu Umar, ia tidak mengurangi dan tidak menambah periwayatan". Jumlah hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar sekitar 2.630 buah hadis. Ia meriwayatkan hadis dari Nabi dan dari sahabat, di antaranya dari ayahnya sendiri Umar, pamannya Zaid, dan saudara kandungnya Hafshah, Abu Bakar, Ali, Bilal, Ibnu Mas'ud, Abu Dzarr, dan Mu'adz.[8]
Hal ini disebabkan disamping sikap ayahnya yang tidak nepotis, ia selalu mencurahkan perhatiannya untuk mencari ilmu dan beribadah. Oleh karena itu, ia tidak pernah terlibat dalam pergolakan politik yang terjadi di kalangan sahabat yang mengakibatkan perang saudara, baik pada masa pemerintahan Utsman, Ali, dan sesudahnya. Abdullah bin Umar adalah seorang sahabat yang tekun dan berhati hati dalam periwayatan hadis. Abu Ja'far berkata: "Tidak ada seorang sahabat Nabi yang lebih berhati hati daripada Ibnu Umar, ia tidak mengurangi dan tidak menambah periwayatan". Jumlah hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar sekitar 2.630 buah hadis. Ia meriwayatkan hadis dari Nabi dan dari sahabat, di antaranya dari ayahnya sendiri Umar, pamannya Zaid, dan saudara kandungnya Hafshah, Abu Bakar, Ali, Bilal, Ibnu Mas'ud, Abu Dzarr, dan Mu'adz.[8]
3.
Kualitas Hadits
Hadits diatas merupakan
hadits shahih dan diriwayatkan oleh Imam Bukhari yang sangat terkenal dengan
kedhabitannya (kuat hafalannya). Dalam mengumpulkan dan menulis hadits Imam Bukhari
ini sangat teliti dan berhati-hati. Serta setiap akan menulis hadits beliau
mandi dan shalat istikhara 2 rakaat terlebih dahulu dan tidak menulisnya
kecuali hadits yang shahih, sanad yang muttashil dan para perawinya telah
memenuhi syarat keadilan.
4.
Isi/Penjelasan Hadits
Ketika Nabi SAW medengar seorang Anshar menasehati temannya yang pemalu agar menjauhi sifatnya tersebut
karena dipandang sebagai suatu kelemahan, Nabi SAW justru mengingatkan
laki-laki Anshar tersebut agar tidak menasehati seperti demikian, sebab rasa
malu yang tumbuh secara naluriyah kemudian berkembang dan dimotivasi ajaran
agama itu justru merupakan perwujudan dari iman.
Ibn
Qutaibah berkata: “Sifat malu dapat menghalangi dan menghindarkan seseorang
dari melakukan kemaksiatan sebagaimana iman. Maka sifat malu disebut sebagai
iman, seperti sesuatu dapat diberi nama dengan nama lainnya yang dapat
menggantikan posisinya”.
Al-Raghib berkata: “Malu adalah sebagai sesuatu yang dapat menahan
diri dari perbuatan buruk”. Sifat tersebut merupakan salah satu ciri khusus
manusia yang dapat mencegah dari perbuatan yang memalukan dan membedakannya
dengan binatang. Sifat tersebut merupakan gabungan dari takut dan iffah
(menjaga kesucian diri). Oleh karena itu orang yang malu bukan orang yang fasik,
meskipun jarang sekali kita temukan seorang pemberani yang pemalu. Terkadang
sifat malu juga menahan diri secara mutlak.
Al-Hulaimi berkata: “Esensi dari rasa malu adalah takut akan dosa,
karena melakukan perbuatan yang tidak terpuji”. Ulama lain mengatakan, bahwa
rasa malu terhadap sesuatu yang diharamkan adalah wajib hukumnya., sedangkan
terhadap sesuatu yang makmur, hukumnya sunnah. Namun malu terhadap sesuatu yang
diperbolahkan (mubah) hukumnya masih harus disesuaikan dengan adat kebiasaan.
Ada beberapa hadist yang semakna dengan hadist diatas, dan semuanya
termasuk hadist-hadist shahih, yaitu:
عَنْ عِمْرَانِ بْنِ حُسَيْنِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ
اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اَلْحَيَاءُ لَا يَاْتِيْ اِلَّا بِخَيْرٍ.
متفق عليه
Artinya:
“Dari Imran bin Husain r.a. ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: ‘malu
itu tidak mendatangkan (sesuatu) melainkan kebaikan”. (H.R. Buhkari dan Muslim)
وَعَنْ اَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ : اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : اَلْاِيْمَانُ بِضْعٌ وَسَبْعُوْنَ اَوْ
بِضْعٌ وَسِتُّوْنَ شُعْبَةً فَاَفْضَلُهَا قَوْلُ : لَا اِلَهَ اِلَّا اللهُ وَاَدْنَاهَا
: اِمَاطَةُ الْاَذَى عَنِ الطَّرِيْقِ وَالْحَّيَاءُ شُعْبَةٌ مِنَ الْاِيْمَانِ
. متفق عليه
Artinya:
“Dan dari Abi Hurairah r.a. sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda:
“Iman itu memiliki 70 cabang atau 60 cabang (lebih), cabang yang paling utama
ialah ucapan “Laa Ilaaha Illa Allah”, yang paling rendah yaitu menyingkirkan
gangguan dijalan, sedangkan malu itu sendiri adalah merupakan salah satu cabang
iman juga”. (H.R. Bukhari
dan Muslim).[9]
5.
Pelajaran yang dapat diambil
Dari penjelasan hadits diatas maka kita diperintahkan untuk
senantiasa memelihara rasa malu. Rasa malu disini maksudnya adalah rasa malu
untuk melakukan dosa, kemaksiatan, ataupun perbuatan tercela lainnya. Karena sifat malu dapat menghalangi dan menghindarkan
seseorang dari melakukan kemaksiatan sebagaimana iman.
D. Makna
Mufrodat
بياض
Putih
|
1
|
يشرب
Minum
|
9
|
الطريق
Jalan
|
18
|
سواد
Hitam
|
2
|
يعلم
Mengetahui
|
10
|
الحياء
malu
|
19
|
الشعر
Rambut
|
3
|
يعرف
Mengenal
|
11
|
شعبة
Cabang
|
20
|
تقيم
Menegakkan
|
4
|
ركبتيه
Lututnya
|
12
|
ياتي
Mendatangkan
|
21
|
تؤتي
Menunaikan
|
5
|
وضع
Meletakkan
|
13
|
خير
Kebaikan
|
22
|
تؤمن
Beriman
|
6
|
الثياب
Pakaian
|
14
|
يعظ
Menasehati
|
23
|
تصوم
Berpuasa
|
7
|
يري
Melihat
|
15
|
يزنى
Melakukan perbuatan zina
|
24
|
فعجبنا
Kami heran
|
8
|
اخبرني
Beritahukan kepadaku
|
17
|
يسرق
Mencuri
|
25
|
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Islam adalah menampakkan
amalan-amalan khusus. Iman adalah keyakinan terhadap perkara tertentu,
sedangkan ihsan engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, kalaupun
engkau tidak melihat-Nya, sesungguhnya Dia melihatmu. Akan tetapi antara ketiganya
tidak dapat dipisahkan dan saling melengkapi, seperti seseorang yang melakukan
suatu perbuatan dia tidak dikatakan muslim yang sempurna kalau tidak disertai
dengan suatu keyakinan, dan orang yang berkeyakinan tidak dapat disebut mukmin
yang sempurna tanpa amalan, dan keyakinan bahwa Allah selalu mengawasi kita. Seseorang
yang beriman tidak akan melakukan perbuatan-perbuatan maksiat ketika sempurna
keimanannya dan sifat malu seseorang dapat menghalangi dan menghindarkan
seseorang dari melakukan kemaksiatan, sifat malu sebagian iman,
Hari kiamat merupakan salah satu
rukun iman. Ciri-ciri kiamat adalah jika seseorang budak wanita telah
melahirkan tuannya, jika engkau melihat orang yang bertelanjang kaki, tanpa
memakai baju serta pengembala kambing telah saling berlomba dalam mendirikan
bangunan mewah yang menjulang tinggi.
B.
Kritik dan Saran
Dengan
selesainya penulisan makalah ini, penulis berharap agar pembaca makalah ini,
mendapatkan wawasan dan pengetahuan yang baru, serta makalah ini bermanfaat
untuk kita semua. Penulis juga menerima kritik dan saran yang membangun dari
semua pihak sehingga penulis dapat memperbaiki makalah berikutnya menjadi lebih
baik lagi. Terima kasih
DAFTAR PUSTAKA
An-Nawawi.Imam.2001.Terjemahan
Hadist Arba’in An-Nawawiyah.Al-I’tishom. Cahaya Umat: Jakarta.
Ahmad,Wahab.Tim
IAIN. 2002.Hadist. Palembang: IAIN Raden Fatah Press.
Jumantoro,Totok.
2002.Kamus Ilmu Hadist. Jakarta: Bumi Aksara
Khon,Abdul
Majid. 2008.Ulumul Hadist. Jakarta: Amza
http://burungandalas.blogspot.co.id/2013/12/biografi-umar-bin-khattab-ra.html
[1] Imam An-Nawawi. 2008. Terjemahan Hadist Arba’in An-Nawawiyah.
Al-I’tishom. Jakarta: Cahaya Umat. hal.7-10
[2]
Totok Jumantoro. 2002.Kamus Ilmu Hadist. Jakarta:
Bumi Aksara.. hal. 175
[4]
http://burungandalas.blogspot.co.id/2013/12/biografi-umar-bin-khattab-ra.html
[5]
Wahab Ahmad, Tim IAIN. 2002.Hadist. Palembang:
IAIN Raden Fatah Press. hal.2-4
[6]
Totok Jumantoro. 2002.Kamus Ilmu Hadist. Jakarta:
Bumi Aksara.. hal. 8
[7]
Wahab Ahmad, Tim IAIN.
Opcit.. hal.2-4
[8]
http://www.islamnyamuslim.com/2014/05/biografi-perawi-hadis-abdullah-bin-umar.html
[9]
Wahab Ahmad, Tim IAIN. Opcit.. hal.2-4.
hal.7-9
0 comments:
Posting Komentar