Social Icons

Sabtu, 19 Maret 2016

METODE ILMU PENDIDIKAN DALAM PANDANGAN FILSAFAT

METODE ILMU PENDIDIKAN DALAM PANDANGAN FILSAFAT

1. Pendidikan
            Pendidikan dalam arti luas adalah segala pengalaman belajar  yang berlangsung dalam segala hal lingkungan dan sepanjang hidup atau segala situasi hidup yang mempengaruhi pertumbuhan individu.
            Pendidikan dalam arti sempit adalah sekolah atau pengajaran yang diselenggarakan disekolah sebagai lembaga pendidikan formal .Pendidikan adalah segala pengaruh yang diupayakan sekolah terhadap anak dan remaja yang diserahkan kepadanya agar mempunyai kemampuan yang sempurna dan kesadaran penuh terhadap hubungan-hubungan serta tugas sosial mereka.
            Sedangkan pendidikan secara luas adalah usaha dasar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat dan pemerintahan , melalui kegiatan bimbingan, pengajaran yang berlangsung disekolah dan luar sekolah sepanjang hayat untuk mempersiapkan peserta didik agar dapat memainkan peranan hidup sekarang atau yang akan datang.Pendidikan atau pengalaman belajar yang terprogram dalam bentuk pendidikan formal dan non formal serta informasi disekolah maupun luar sekolah yang berlangsung seumur hidup bertujuan optimalisasi pertimbangan kemampuan individu agar kemudian hari dapat memainkan peranan hidup secara tepat.[1]
2. Hakekat Pendidikan
a. Pendidikan merupakan proses interaksi manusiawi yang ditandai keseimbangan
   antara kedaulatan subjek didik dengan kewibawaan pendidik.
b. Pendidikan merupakan usaha penyiapan subjek didik menghadapi lingkungan yang
    mengalami perubahan yang semakin pesat.
c. Pendidikan meningkatkan kualitas kehidupan pribadi dan masyarakat.
d. Pendidikan berlangsung seumur hidup.
e. Pendidikan merupakan kiat dalam menerapkan prinsip-prinsip ilmu pengetahuan
    dan teknologi bagi pembentukan manusia seutuhnya.[2]
3. Pentingnya filsafat dalam ilmu pendidikan
           Landasan filsafat pendidikan memberi perspektif filosofis yang seyogyanya merupakan “kacamata” yang dikenakan dalam memandang menyikapi serta melaksanakan tugasnya. Oleh karena itu maka ia harus dibentuk bukan hanya mempelajari tentang filsafat, sejarah dan teori pendidikan, psikologi, sosiologi, antropologi atau disiplin ilmu lainnya, akan tetapi dengan memadukan konsep-konsep, prinsip-prinsip serta pendekatan-pendekatannya kepada kerangka konseptual kependidikan. Pedagogik bersifat filosofis dan empiris. Berfikir filosofis pada satu sisi dan di pihak lain pengalaman dan penyelidikan empiris berjalan bersama-sama.    Pedagogik mewujudkan teori tindakan yang didahului dan diikuti oleh berfikir filosofis. Dalam berfikir filosofis tentang data normative pedagogic didahului dan diikuti oleh oleh pengalaman dan penyelesaikan empiris atas fenomena pendidikan.Itulah fenomena atau gejala pendidikan secara mikro.
           Tetapi ilmu pendidikan harus sedapat mungkin melakukan pengumpulan datanya sendiri langsung dari fenomena pendidikan, baik oleh partisipan-pengamat (ilmuwan) ataupun oleh pendidik sendiri yang juga biasa melakukan analisis apabila situasi itu memaksanya harus bertindak kreatif. Tentu saja untuk itu diperlukan prasyarat penguasaan atas sekurang-kurangnya satu ilmu Bantuyaitufilsafatumum.
4. Kajian Filsafat Ilmu Pendidikan
Dasar-dasar filsafah keilmuan terkait dalam arti dasar ontologis, dasar epistemologis, dan aksiologis,dandasar antropolgisi lmu pendidikan.[3]
1.Kajian ontologis ilmu pendidikan
           Pertama-tama panda latar filsafat diperlukan dasar ontologis dari ilmu pendidikan. Adapun aspek realitas yang dijangkau teori dan ilmu pendidikan melalui pengalaman pancaindra ialah dunia pengalaman manusia secara empiris. Objek materil ilmu pendidikan ialah manusia seutuhnya, manusia yang lengkap aspek-aspek kepribadiannya, yaitu manusia yang berakhlak mulia dalam situasi pendidikan atau diharapkan melampaui manusia sebagai makhluk sosial mengingat sebagai warga masyarakat ia mempunyai ciri warga yang baik(good citizenship atau kewarganegaraan yang sebaik-baiknya)
2.Kajian epistemologis ilmu pendidikan
           Dasar epistemologis diperlukan oleh pendidikan atau pakar ilmu pendidikan demi mengembangkan ilmunya secara produktif dan bertanggung jawab. Sekalipun pengumpulan data di lapangan sebagaian dapat dilakukan oleh tenaga pemula namun telaah atas objek formil ilmu pendidikan memerlukaan pendekatan fenomenologis yang akan menjalin studi empirik dengan studi kualitatif-fenomenologis. Pendekaatan fenomenologis itu bersifat kualitatif, artinya melibatkan pribadi dan diri peneliti sabagai instrumen pengumpul data secara pasca positivisme. Karena itu penelaaah dan pengumpulan data diarahkan oleh pendidik atau ilmuwan sebagaai pakar yang jujur dan menyatu dengan objeknya.
Karena penelitian tertuju tidak hanya pemahaman dan pengertian (verstehen, Bodgan & Biklen, 1982) melainkan unuk mencapai kearifan (kebijaksanaan) tentang fenomen pendidikan maka validitas internal harus dijaga betul dalm berbagai bentuk penlitian dan penyelidikan seperti penelitian eksperimental, penelitian tindakan, penelitian etnografis dan penelitian ex post facto. Inti dasar epistemologis ini adalah agar dapat ditentukan bahwa dalam menjelaskaan objek formalnya, telaah ilmu pendidikan tidaak hanya mengembangkan ilmu terapan melainkan menuju kepada telaah teori dan ilmu pendidikan sebgaai ilmu otonom yang mempunyi objek formil sendiri atau problematika sendiri sekalipun tidak dapat hanya menggunkaan pendekatan kuantitatif atau pun eksperimental (Campbell & Stanley, 1963). Dengan demikian uji kebenaran pengetahuan sangat diperlukan secara korespondensi, secara koheren dan sekaligus secara praktis dan atau pragmatis (Randall &Buchler,1942).
3.Kajian aksiologis ilmu pendidikan
           Kemanfaatan teori pendidikan tidak hanya perlu sebagai ilmu yang otonom tetapi juga diperlukan untuk memberikan dasar yang sebaik-baiknya bagi pendidikan sebagai proses pembudayaan manusia secara beradab. Oleh karena itu nilai ilmu pendidikan tidak hanya bersifat intrinsic sebagai ilmu seperti seni untuk seni, melainkan juga nilai ekstrinsik dan ilmu untuk menelaah dasar-dasar kemungkinan bertindak dalam praktek melalui kontrol terhadap pengaruh yang negatif dan meningkatkan pengaruh yang positif dalam pendidikan. Dengan demikian ilmu pendidikan tidak bebas nilai mengingat hanya terdapat batas yang sangat tipis antar pekerjaan ilmu pendidikan dan tugas pendidik sebagi pedagogic. Implikasinya ialah bahwa ilmu pendidikan lebih dekat kepada ilmu perilaku kepada ilmu-ilmu sosial, dan harus menolak pendirian lain bahwa di dalam kesatuan ilmu-ilmu terdapat unifikasi satu-satunya metode ilmiah (Kalr Perason,1990).
4.Kajian antropologis ilmu pendidikan
           Pendidikan yang intinya mendidik dan mengajar ialah pertemuan antara pendidik sebagai subjek dan peserta didik sebagai subjek pula dimana terjadi pemberian bantuan kepada pihak yang belakangan dalam upaayanya belajar mencapai kemandirian dalam batas-batas yang diberikan oleh dunia disekitarnya. Atas dasar pandangan filsafah yang bersifat dialogis ini maka 3 dasar antropologis berlaku universal tidak hanya  sosialitas, individualitas, moralitas, dasar antropologis, religiusitas.



5. Pedagogik sebagai ilmu murni menelaah fenomena pendidikan
           Sebaliknya ilmu pendidikan khususnya pedagogic (teoritis) adalah ilmu yang menyusun teori dan konsep yang praktis serta positif sebab setiap pendidik tidak boleh ragu-ragu atau menyerah kepada keragu-raguan prinsipil. Hal ini serupa dengan ilmu praktis lainnya yang mikro dan makro. Seperti kedokteran, ekonomi, politik dan hukum. Oleh karena itu pedagogic (dan telaah pendidikan mikro) serta pedagogic praktis dan andragogi (dan telaah pendidikan makro) bukanlah filsafat pendidikan yang terbatas menggunakan atau menerapkan telaah aliran filsafat normative yang bersumber dari filsafat tertentu. Yang lebih diperlukan ialah penerapan metode filsafah yang radikal dalam menelaah hakikat peserta didik sebagai manusia seutuhnya.
Implikasinya jelas bahwa batang tubuh (body of knowledge) ilmu pendidikan haruslah sekurang-kurangnya secara mikro mencakup :
1.         Relasiesame manusia sebagai pendidik dengan terdidik (person to person relationship)
2.         Pentingnya ilmu pendidikan memepergunakan metode fenomenologi secara kualitatif.
3.         Orang dewasa yang berpran sebagai pendidik (educator)
4.         Keberadaan anak manusia sebagai terdidik (learner, student)
5.         Tujaun pendidikan (educational aims and objectives)
6.         Tindakan dan proses pendidikan (educative process), dan
7.         Lingkungan dan lembaga pendidikan (educational institution).[4]
           Itulah lingkup pendidikan yang mikroskopis sebagai hasil telaah ilmu murni ilmu pendidikan dalam arti pedagogic (teoritis dan sistematis). Mengingat pendidikan juga dilakukan dalam arti luas dan makroskopis di berbagai lembaga pendidikan formal dan non-formal, tentu petugas tenaga pendidik di lapangan memerlukan masukan yang berlaku umum berupa rencana pelajaran atau konsep program kurikulum untuk lembaga yang sejenis. Oleh karena itu selain pedagogic praktis yang menelaah ragam pendidikan diberbagai lingkungan dan lembaga formal, informal dan non-formal (pendidikan luar sekolah dalam arti terbatas, dengan begitu, batang tubuh diatas tadi diperlukan lingkupnnya sehingga meliputi:
1.         Konteks sosial budaya (socio cultural contexs and education)
2.         Filsafat pendidikan (preskriptif) dan sejarah pendidikan (deskriptif)
3.         Teori, pengembangan dan pembinaan kurikulum, serta cabang ilmu pendidikan lainnya yang         bersifat preskriptif.
4.         Berbagai studi empirik tentang fenomena pendidikan
5.                  Berbagai studi pendidikan aplikatif (terapan) khususnya mengenai pengajaran.

           Sedangkan telaah lingkup yang makro dan meso dari pendidikan, merupakan bidang telaah utama yang memperbedakan antara objek formal dari pedagogic dari ilmu pendidikan lainnya. Karena pedagogic tidak langsung membicarakan perbedaan antara pendidikan informal dalam keluarga dan dalam kelompok kecil lainnya., dengan pendidikan formal (dan non formal) dalam masyarakt dan negara, maka hal itu menjadi tugas dari andragogi dan cabang-cabang lain yang relevan dari ilmu pendidikan. Itu sebabnya dalam pedagogic terdapat pembicaraan tentang factor pendidikan yang meliputi : (a) tujuan hidup, (b) landasan falsafah dan yuridis pendidikan, (c) pengelolaan pendidikan, (d) teori dan pengembangan kurikulum, (e) pengajaran dalam arti pembelajaran (instruction) yaitu pelaksanaan kurikulum dalam arti luas di lembaga formal dan non formal terkait.[5]





















Kesimpulan
           Jadi pedogogik merupakan pengetahuan praktis dan filsafat merupakan pengetahuan teoritis dalampendidikan.KajianFilsafatIlmuPendidikan
Dasar-dasaar filsafah keilmuan terkait dalam arti dasar ontologis, dasar epistemologis, dan aksiologis, dan dasar antropolgis ilmu pendidikan.Dan ilmu pendidikan merupakan pengembangan dari suatu fenomena yang diteliti oleh para pendidik professional demi meningkatkan mutu pendidikan.Oleh sebab itu filsafat merupakan dasar ilmu pedogogik karena mencakup aspek yang  luas dalam pendidikan baik pengetahuan umum dan sosial.


























Daftar Pustaka

Ahmadi,Drs.H.Abu(2001),Ilmu Pendidikan,Cetakan Kedua,Jakarta:Rineka Cipta
Desniarti(2002),Makalah Filsafat Sains,Bogor:Ipb
Langeveld,Mj,(1995),Pedagogik Teoritis Sistematis(Terjemahan),Bandung:Jemmars
Mudyahardjo,Drs,Redja(2002),Filsafat Ilmu Pendidikan,Cetakan Kedua,Bandung:Rosda
Mudyaharjo,Redjo,(2002),Pengantar Pendidikan,Jakarta:Rajawali Pres
Nunu Heryanto,(2002),Makalah Filsafat Sains,Bogor:Ipb




[1] Redjo Mudyaharjo,Pengantar Pendidikan,(Jakarta,Rajawali Pres)2002
[2] Ibid
[3] Mudyahardjo,Filsafat Ilmu Pendidikan,(Bandung,Rosda,Cetakan Kedua),2002,hal.6
[4] Desniarti,Makalah Falsafah Sains,Pps 702,(Bogor,Ipb),2002
[5] Nunu Heryanto,Makalah Falsafah Sains,Pps 702,(Bogor,Ipb)2002

0 comments:

Posting Komentar

 
 
Blogger Templates