SEDEKAH PEDUSUNAN (SEDEKAH PIARO) DI DESA SENURO
Asal usul (latar belakang) sedekah pedusunan menurut Pak Suhir, Pak
H.Zainuddin H.Z, dan Pak Zainuddin H.S adalah melanjutkan kebiasaan lama atau
adat lama sejak zaman nenek moyang.
Pengertian dari sedekah pedusunan menurut Pak Suhir adalah sebagai
do’a. Sedangkan menurut Bu Semai sedekah pedusunan adalah sedekah yang
merupakan budaya asli dari desa Senuro yang bertujuan untuk mengobati desa. Dan
menurut kepala desa Senuro Barat dan Senuro Timur (Pak H.Zainuddin H.Z, dan Pak
Zainuddin H.S) sedekah pedusunan adalah sedekah yang dilakukan satu desa.
Sedekah ini dilakukan pada hari Jum’at (bulan Muharram) sebagai
peralihan tahun, tetapi harus dilakukan diatas tanggal 10 Muharram dan
bertempat di balai desa. Alasan harus hari Jum’at menurut Pak H.Zainuddin H.Z
adalah karena hari baik. Sedangkan menurut Pak Sudir dan Pak Suhir adalah
karena sudah menjadi tradisi sejak zaman nenek moyang.
Menurut Bu Semai, Pak Suhir, Pak Sudir, dan Pak Zainuddin H.S,
sedekah pedusunan harus dilaksanakan di balai desa dan tidak boleh di tempat
lain. Karena jika di tempat lain maka sedekah tersebut menjadi batal dan tidak
sah. Selain itu, sejak zaman dahulu sedekah tersebut memang dilakukan di balai
desa.
Tujuan
dari sedekah pedusunan adalah meminta kepada Allah swt, agar terhindar dari
segala malapetaka dan segala jenis penyakit dengan membaca ayat Al-quran.
Yang
menjadi ketua dalam sedekah pedusunan di desa Senuro Timur ialah H.M. Jaya
S.Pd.i, M.Si. Sedangkan di Senuro Barat ialah H. Abu Bakar (Alm) serta bekerja
sama dengan pemangku adat dan masyarakat setempat. Dan ketua dalam proses
memasaknya ada 5 orang yaitu: Bu Tengah Mina, Nuryani, Bu Gulu Culung, Bu Semai,
dan Bu Mahiro, dan dibantu oleh masyarakat yang hadir pada waktu itu.
Dana
yang digunakan untuk sedekah pedusunan ialah dari seluruh masyarakat Senuro.
Dan penagihnya aparat atau orang khusus yang telah ditugaskan. Sedangkan bahan
makanannya sukarela dari masyarakat yang datang ke tempat acara. Seperti
sayur-sayuran atau hasil kebun lainnya.
Cara melakukan
sedekah pedusunan:
Kambing
yang digunakan untuk sedekah pedusunan ada tiga macam yaitu; pertama, kambing
silang ulung (ada ikatan ditengah
perutnya dan mempunyai bulu putih di bagian kepala dan pinggangnya). Kedua,
kambing kijang upih. Dan ketiga, kambing hitam tutup (seluruh bagian tubuh
kambing berwarna hitam termasuk juga kuku-kukunya).
Kemudian
kambing dikelilingkan ke sekeliling desa oleh 3 orang sambil membaca ayat kursi
dan tidak boleh berhenti membaca ayat tersebut. Jika ada orang yang memanggil 3
orang yang membawa kambing tersebut (1 orang menarik kambing dan 2 orang
lainnya mengiringi) tidak boleh di sahuti, kalau di sahut maka mengulang
kembali dari awal (balai desa). Dan sambil mengelilingkan kambing, ada tradisi
menanamkan rotan bini (matok) di setiap sudut desa. Setelah kambing
dikelilingkan, kambing berhenti dibalai dan di inapkan satu malam dan esok
harinya baru di sembelih. Kemudian kambing tadi diolah dan dimasak sambil menanak nasi dan
lauk pauk yang lainnya. Nasinya diisi pada piring yang besar, yang terdiri dari
nasi racik dan nasi putih biasa.
Setelah
semua hidangan sudah siap, lalu mengundang orang yang sholat jum’at di masjid
lalu membaca yasin dan yang lainnya. Setelah itu, baru menyantap makanan yang
telah dihidangkan. Setelah makan, para wanita pulang untuk sholat zuhur dan
kembali lagi ke tempat acara untuk membuat bubur. Buburnya terdiri dari bubur
hitam, merah, dan putih, dan santan (tiga perkara). Setelah bubur siap
dihidangkan lalu mengundang kembali dan membaca ayat al-quran kembali, setelah
itu baru menyantap bubur. Setelah makan bubur pulang kerumah.
Waktu
magrib tidak boleh “cerek redawan” yaitu tidak boleh menyalahkan tv dengan
suara yang keras, menjemur padi, dan menggesek bambu di dalam desa. Pantangan
tersebut berlaku untuk tiga hari dan tiga malam. Jika melanggar, maka akan
terkena denda berupa kambing.
Air
bubur, air kerak, air beras (bedak langer), dikelilingkan sedesa, kemudian
kembali lagi ke balai sambil membakar sampah dan merabun desa (mengobati desa).
Gambar kambing yang akan
dikelilingkan ke sekeliling desa Senuro.
Proses penanaman rotan bini (matok) di salah satu sudut desa.
Penggalian lobang untuk tempat penyembelihan kambing.
Proses pengolahan
bahan-bahan makanan untuk acara sedekah piaro.
Pembacaan surat
yasin di balai desa sebagai bagian dari tradisi sedekah piaro,pembacaan yasin
ini dilakukan setelah selesai sholat jum'at.
Makan bersama, setelah
selesai pembacaan yasin.
Proses memasak
bubur.
Foto lainnya.
Hati-hati saudara, jangan sampai menyimpang dari syari'at
BalasHapusTidak menyimpang saudara,,, ini adalah adat turun temurun d desa kami, sampai skarang masih tetap d laksanakan, dan tidak menyimpang dari syari'at, krna kami tetap meminta perlindungan desa kepada Allah, bukan kepada yg lain
HapusAlangkah lengkapnya kalau penyampaian info ini ditambah satu atau dua gambar yang berhubungan dengan itu.. Udah keren blognya....
BalasHapusOh iya trimakasih atas sarannya, akan saya usahakan untuk menambah gambar pada postingan ini,,
Hapus