Social Icons

Jumat, 08 April 2016

SEDEKAH PEDUSUNAN (SEDEKAH PIARO) DI DESA SENURO

SEDEKAH PEDUSUNAN (SEDEKAH PIARO) DI DESA SENURO

Asal usul (latar belakang) sedekah pedusunan menurut Pak Suhir, Pak H.Zainuddin H.Z, dan Pak Zainuddin H.S adalah melanjutkan kebiasaan lama atau adat lama sejak zaman nenek moyang.
Pengertian dari sedekah pedusunan menurut Pak Suhir adalah sebagai do’a. Sedangkan menurut Bu Semai sedekah pedusunan adalah sedekah yang merupakan budaya asli dari desa Senuro yang bertujuan untuk mengobati desa. Dan menurut kepala desa Senuro Barat dan Senuro Timur (Pak H.Zainuddin H.Z, dan Pak Zainuddin H.S) sedekah pedusunan adalah sedekah yang dilakukan satu desa.
Sedekah ini dilakukan pada hari Jum’at (bulan Muharram) sebagai peralihan tahun, tetapi harus dilakukan diatas tanggal 10 Muharram dan bertempat di balai desa. Alasan harus hari Jum’at menurut Pak H.Zainuddin H.Z adalah karena hari baik. Sedangkan menurut Pak Sudir dan Pak Suhir adalah karena sudah menjadi tradisi sejak zaman nenek moyang.
Menurut Bu Semai, Pak Suhir, Pak Sudir, dan Pak Zainuddin H.S, sedekah pedusunan harus dilaksanakan di balai desa dan tidak boleh di tempat lain. Karena jika di tempat lain maka sedekah tersebut menjadi batal dan tidak sah. Selain itu, sejak zaman dahulu sedekah tersebut memang dilakukan di balai desa.
Tujuan dari sedekah pedusunan adalah meminta kepada Allah swt, agar terhindar dari segala malapetaka dan segala jenis penyakit dengan membaca ayat Al-quran.
Yang menjadi ketua dalam sedekah pedusunan di desa Senuro Timur ialah H.M. Jaya S.Pd.i, M.Si. Sedangkan di Senuro Barat ialah H. Abu Bakar (Alm) serta bekerja sama dengan pemangku adat dan masyarakat setempat. Dan ketua dalam proses memasaknya ada 5 orang yaitu: Bu Tengah Mina, Nuryani, Bu Gulu Culung, Bu Semai, dan Bu Mahiro, dan dibantu oleh masyarakat yang hadir pada waktu itu.
Dana yang digunakan untuk sedekah pedusunan ialah dari seluruh masyarakat Senuro. Dan penagihnya aparat atau orang khusus yang telah ditugaskan. Sedangkan bahan makanannya sukarela dari masyarakat yang datang ke tempat acara. Seperti sayur-sayuran atau hasil kebun lainnya.


Cara melakukan sedekah pedusunan:
Kambing yang digunakan untuk sedekah pedusunan ada tiga macam yaitu; pertama, kambing silang  ulung (ada ikatan ditengah perutnya dan mempunyai bulu putih di bagian kepala dan pinggangnya). Kedua, kambing kijang upih. Dan ketiga, kambing hitam tutup (seluruh bagian tubuh kambing berwarna hitam termasuk juga kuku-kukunya).
Kemudian kambing dikelilingkan ke sekeliling desa oleh 3 orang sambil membaca ayat kursi dan tidak boleh berhenti membaca ayat tersebut. Jika ada orang yang memanggil 3 orang yang membawa kambing tersebut (1 orang menarik kambing dan 2 orang lainnya mengiringi) tidak boleh di sahuti, kalau di sahut maka mengulang kembali dari awal (balai desa). Dan sambil mengelilingkan kambing, ada tradisi menanamkan rotan bini (matok) di setiap sudut desa. Setelah kambing dikelilingkan, kambing berhenti dibalai dan di inapkan satu malam dan esok harinya baru di sembelih. Kemudian kambing tadi diolah dan dimasak sambil menanak nasi dan lauk pauk yang lainnya. Nasinya diisi pada piring yang besar, yang terdiri dari nasi racik dan nasi putih biasa.
Setelah semua hidangan sudah siap, lalu mengundang orang yang sholat jum’at di masjid lalu membaca yasin dan yang lainnya. Setelah itu, baru menyantap makanan yang telah dihidangkan. Setelah makan, para wanita pulang untuk sholat zuhur dan kembali lagi ke tempat acara untuk membuat bubur. Buburnya terdiri dari bubur hitam, merah, dan putih, dan santan (tiga perkara). Setelah bubur siap dihidangkan lalu mengundang kembali dan membaca ayat al-quran kembali, setelah itu baru menyantap bubur. Setelah makan bubur pulang kerumah.
Waktu magrib tidak boleh “cerek redawan” yaitu tidak boleh menyalahkan tv dengan suara yang keras, menjemur padi, dan menggesek bambu di dalam desa. Pantangan tersebut berlaku untuk tiga hari dan tiga malam. Jika melanggar, maka akan terkena denda berupa kambing.
Air bubur, air kerak, air beras (bedak langer), dikelilingkan sedesa, kemudian kembali lagi ke balai sambil membakar sampah dan merabun desa (mengobati desa).

Gambar kambing yang akan dikelilingkan ke sekeliling desa Senuro. 








Proses penanaman rotan bini (matok) di salah satu sudut desa.


 Penggalian lobang untuk tempat penyembelihan kambing.


Proses pengolahan bahan-bahan makanan untuk acara sedekah piaro.



Pembacaan surat yasin di balai desa sebagai bagian dari tradisi sedekah piaro,pembacaan yasin ini dilakukan setelah selesai sholat jum'at.


Makan bersama, setelah selesai pembacaan yasin.


 Proses memasak bubur.


Foto lainnya.




4 comments:

  1. Hati-hati saudara, jangan sampai menyimpang dari syari'at

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tidak menyimpang saudara,,, ini adalah adat turun temurun d desa kami, sampai skarang masih tetap d laksanakan, dan tidak menyimpang dari syari'at, krna kami tetap meminta perlindungan desa kepada Allah, bukan kepada yg lain

      Hapus
  2. Alangkah lengkapnya kalau penyampaian info ini ditambah satu atau dua gambar yang berhubungan dengan itu.. Udah keren blognya....

    BalasHapus
    Balasan
    1. Oh iya trimakasih atas sarannya, akan saya usahakan untuk menambah gambar pada postingan ini,,

      Hapus

 
 
Blogger Templates