Social Icons

Senin, 03 Juni 2024

AYAT-AYAT TENTANG PENDIDIKAN (QS. Al-Baqarah: 247, QS. AL-Maidah: 16, QS. Al-A’raf: 204)

 

AYAT-AYAT TENTANG PENDIDIKAN

(QS. Al-Baqarah: 247, QS. AL-Maidah: 16, QS. Al-A’raf: 204)

 

A.    Teks dan Terjemah QS. Al-Baqarah: 247, QS. AL-Maidah: 16, QS. Al-A’raf: 204

1.      Qs. Al-Baqarah: 247

tA$s%ur óOßgs9 óOßgŠÎ;tR ¨bÎ) ©!$# ôs% y]yèt/ öNà6s9 šVqä9$sÛ %Z3Î=tB 4 (#þqä9$s% 4¯Tr& ãbqä3tƒ ã&s! ہù=ßJø9$# $uZøŠn=tã ß`øtwUur ,ymr& Å7ù=ßJø9$$Î/ çm÷ZÏB öNs9ur |N÷sムZpyèy šÆÏiB ÉA$yJø9$# 4 tA$s% ¨bÎ) ©!$# çm8xÿsÜô¹$# öNà6øn=tæ ¼çnyŠ#yur ZpsÜó¡o0 Îû ÉOù=Ïèø9$# ÉOó¡Éfø9$#ur ( ª!$#ur ÎA÷sム¼çmx6ù=ãB ÆtB âä!$t±o 4 ª!$#ur ììźur ÒOŠÎ=tæ

Artinya:

Nabi mereka mengatakan kepada mereka: "Sesungguhnya Allah telah mengangkat Thalut menjadi rajamu." mereka menjawab: "Bagaimana Thalut memerintah Kami, Padahal Kami lebih berhak mengendalikan pemerintahan daripadanya, sedang diapun tidak diberi kekayaan yang cukup banyak?" Nabi (mereka) berkata: "Sesungguhnya Allah telah memilih rajamu dan menganugerahinya ilmu yang Luas dan tubuh yang perkasa." Allah memberikan pemerintahan kepada siapa yang dikehendaki-Nya. dan Allah Maha Luas pemberian-Nya lagi Maha mengetahui..[1]

 

2.      Qs. Al-Maidah: 16

Ïôgtƒ ÏmÎ/ ª!$# ÇÆtB yìt7©?$# ¼çmtRºuqôÊÍ Ÿ@ç7ß ÉO»n=¡¡9$# Nßgã_̍÷ãƒur z`ÏiB ÏM»yJè=à9$# n<Î) ÍqY9$# ¾ÏmÏRøŒÎ*Î/ óOÎgƒÏôgtƒur 4n<Î) :ÞºuŽÅÀ 5OŠÉ)tGó¡B    

Artinya:

Dengan kitab Itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keridhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya, dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus.[2]

 

 

3.      Qs. Al-A’raf: 204

#sŒÎ)ur ˜Ìè% ãb#uäöà)ø9$# (#qãèÏJtGó$$sù ¼çms9 (#qçFÅÁRr&ur öNä3ª=yès9 tbqçHxqöè? 

Artinya:

Dan apabila dibacakan Al-Qur’an, Maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat.[3]

 

B.     Kosa Kata

1.      Qs. Al-Baqarah: 247

y]yèt/

Mengutus

OßgŠÎ;tR

Nabi mereka

A$s%

Berkata

Zpyèy

Kelapangan

,ymr&

Lebih berhak

%Z3Î=tB

Raja

psÜó¡o0

Melebihkan

yŠ#yu

Menambahkan

A$yJø9$#

Harta

OŠÎ=tæ

Maha mengetahui

ììźur

Maha luas

Oó¡Éfø9$#

Tubuh

 

 

2.      Qs. Al-Maidah: 16

mtRºuqôÊÍ

Keridhaan-Nya

yìt7©?$#

Mengikuti

Ïôgtƒ

Menunjuki

ÏM»yJè=à9$#

Gelap gulita

جُ̍÷ãƒ

Mengeluarkan

ŸO»n=¡¡9$# @ç7ß É

Jalan keselamatan

OŠÉ)tGó¡B ÞºuŽÅÀ

Jalan yang lurus

OÎgƒÏôgtƒu

Menunjuki mereka

qY9$#

Cahaya

 

 

 

 

3.      Qs. Al-A’raf: 204

#qçFÅÁRr&u

Perhatikanlah

#qãèÏJtGó$$sù

Dengarkanlah

˜Ìè%

Dibacakan

 

C.    Asbabun Nuzul

  Kata asbabun nuzul merupakan bentuk idhafah dari kata “asbab” dan “nuzul”. Secara etimologi, asbabun nuzul adalah sebab-sebab yang melatarbelakangi terjadinya sesuatu. Meskipun segala fenomena yang melatarbelakangi terjadinya sesuatu bisa disebut asbabun nuzul, namun dalam pemakaiannya, ungkapan asbabun nuzul khusus dipergunakan untuk menyatakan sebab-sebab yang melatarbelakangi turunnya al-Qur’an, seperti halnya asbabul wurud yang secara khusus digunakan bagi sebab-sebab terjadinya hadis.[4] Ilmu asbabun nuzul ini merupakan kajian historis yang melatar belakangi sebuah ayat itu diturunkan oleh Allah. Dalam kajian ini akan diketahui mengapa sebuah ayat itu turun.[5]

Menurut ash-Shabuni asbabun nuzul adalah peristiwa atau kejadian yang menyebabkan turunnya satu atau beberapa ayat mulia yang berhubungan dengan peristiwa dan kejadian tersebut, baik berupa pertanyaaan yang diajukan kepada nabi atau kejadian yang berkaitan dengan urusan agama. Sedangkan menurut Manna al-Qathan asbabun nuzul adalah peristiwa-peristiwa yang menyebabkan turunnya al-Qur’an berkenaan dengan waktu peristiwa itu terjadi, baik berupa satu kejadian atau berupa pertanyaan yang diajukan kepada nabi.[6]

Bentuk-bentuk peristiwa yang melatarbelakangi turunnya al-Qur’an itu sangat beragam, diantaranya berupa: konflik sosial seperti ketegangan yang terjadi antara suku Aus dan suku Khazraj; kesalahan besar, seperti kasus salah seorang sahabat yang mengimami shalat dalam keadaan mabuk; dan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh salah seorang sahabat kepada nabi, baik berkaitan dengan sesuatu yang telah lewat atau yang akan terjadi.[7]

Dilihat dari segi turunnya al-Qur’an maka dapat dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu;  pertama, kelompok ayat al-Qur’an yang diturunkan tanpa sebab. Kedua, kelompok ayat yang turun karena sesuatu sebab tertentu.[8]

1.      Asbabun Nuzul Qs. Al-Maidah: 16

Menurut riwayat Ibnu Jarir, Ikrimah memberitakan bahwa orang orang Yahudi bertanya kepada Rasulullah tentang hukum rajam. Lalu Rasulullah bertanya pula siapa diantara mereka yang lebih banyak pengetahuannya dalam agama. Mereka menunjuk kepada Ibnu Sauriya. Lalu Rasulullah meminta kepadanya: “Demi yang menurunkan Taurat kepada Musa, demi yang mengangkat bukit Sinai dan ikatan-ikatan janji dari bani Israil, supaya ia menerangkan hukum zina.” Mendengar itu timbul dalam hati Ibnu Sauriya semacam perasaan takut lalu ia menjawab, “Tatkala banyak terjadi perzinahan pada kami maka kami memukul seratus kali dan mencukur kepala mereka. Mendengar itu maka Nabi menghukum dengan rajam. Kemudian turun ayat ini.[9]

2.      Asbabun Nuzul Qs. Al-A’raf: 204

Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Abu Hurairah, ia berkata, “Ayat ini turun berkenaan dengan adanya suara-suara yang keras di belakang Nabi Muhammad ketika sedang shalat.” Ibnu Abi Hatim juga meriwayatkan dari Abu Hurairah, ia berkata, “Para sahabat sebelumnya berbicara ketika shalat, maka turunlah ayat ini. Ia juga meriwayatkan dari Zuhri, bahwa ia berkata, “Ayat ini turun berkenaan dengan seorang pemuda dari kalangan Anshar, dimana setiap kali Rasulullah membaca ayat ia juga ikut membacanya.”

Sa’id bin Manshur meriwayatkan dalam Sunan­-nya dari Muhammad bin Ka’ab, ia berkata, “Para sahabat sangat antusia untuk menghafal setiap ayat yang dibaca Nabi, sehingga apabila Nabi membaca sesuatu, mereka juga ikut membaca bersamanya, sampai akhirnya turunlah ayat ini.

Dari berbagai riwayat ini dapat disimpulkan bahwa ayat tersebut turun berkenaan dengan shalat. Hal ini jelas dalam riwayat Ibnu Mas’ud, Abu Hurairah, Zuhri, dan Sa’id bin Musayyab. Sa’id berkata, “Orang-orang musyrik sering mendatangi Rasulullah ketika beliau sedang shalat, lalu mereka berkata sesama mereka di Mekah,

“Jangan dengarkan Al-Qur’an ini dan bikinlah keributan.” (Fushshilat:26)

Dengan demikian, Allah menurunkan ayat ini sebagai jawaban terhadap mereka.[10]

 

D.    Munasabah Ayat

Pada surat Al-Baqarah ayat 247, Al-Maidah ayat 16 dan Al-A’raf ayat 204 memiliki korelasi yang erat. Pada surat Al-Baqarah ayat 247 dijelaskan tentang kriteria seorang raja yang baik diantaranya adalah memiliki keluasan ilmu dan tubuh yang kuat. Untuk menjadi seorang pendidik yang profesional juga harus memenuhi kriteria tersebut, yakni memiliki keilmuan dan berbadan sehat.

Pada surat Al-Maidah ayat 16 dijelaskan tentang Al-Qur’an sebagai kitab petunjuk bagi manusia menuju jalan keselamatan. Dalam proses pembelajaran juga dibutuhkan media pengetahuan seperti buku sebagai petunjuk dalam proses pembelajaran.

Adapun pada surat Al-A’raf ayat 204 menjelaskan tentang perintah untuk diam ketika dibacakan Al-Qur’an sebagai penghormatan dan penghargaan kepadanya. Dalam proses pembelajaran juga ketika seorang guru menjelaskan tentang masteri pembelajaran maka hendaklah siswa diam dan memperhatikan.

E.     Tafsir ayat

1.      Qs. Al-Baqarah: 247

Pada masa itu telah menjadi kebiasaan Bani Israil bahwa soal-soal kenegaraan diatur oleh seorang raja dan soal agama dipimpin oleh seorang yang juga ditaati oleh raja sendiri. Samuel (nabi mereka pada saat itu) yang mengetahui tabiaat Bani Israil, ketika mendengar usul mereka mengangkat seorang raja, timbul keraguan dalam hatinya tentang kesetiaan Bani Israil itu, sehingga beliau berkata, “Mungkin sekali jika kepada kamu nanti diwajibkan perang, kamu tidak mau berperang.” Beliau sering menyaksikan sifat penakut di kalangan mereka. Mereka menjawab, “mengapa kami tidak berperang di jalan Allah. Padahal telah cukup alasan yang mendorong kami untuk melaksanakan perang itu? Kami telah diusir dari kampung halaman kami dan anak-anak kamipun banyak yang di tawan oleh musuh.”

Mereka menyatakan bahwa penderitaan mereka sudah cukup berat sehingga jalan lain tidak adal lagi, kecuali dengan mempergunakan kekerasan. Ternyata benar apa yang diragukan oleh Samuel, yaitu tatkala perang telah diwajibkan kepada bani Israil dan Samuel telah memilih seorang raja untuk memimpin mereka, mereka banyak yang berpaling dan meninggalkan jihad di jalan Allah serta sedikit sekali yang tetap teguh mengenai janjinya. Allah mengetahui orang-orang yang tidak ikut berjihad itu dan mereka dimasukkan dalam golongan orang-orang yang zalim, yang menganiaya dirinya sendiri disebabkan tidak mau berjihad untuk membela hak dan menegakkan kebenaran. Mereka di dunia menjadi orang-orang yang celaka dan mendapat siksa.

Samuel mengatakan kepada Bani Israil, bahwa Allah telah mengangkat Thalut (dalam Bibel Saul ) sebagai raja. Orang-orang Bani Israil tidak mau menerima Thalut sebagai raja, dengan alasan bahwa yang boleh dijadikan raja hanyalah kabilah Yehuda, sedangkan Thalut dari kabilah Bunnyamin. Lagi pula disyaratkan yang boleh menjadi raja itu harus seorang hartawan, sedang Thalut bukan hartawan. Oleh karena itu secara spontan mereka menolak. “Bagaimana Thalut akan memerintah kami, padahal kami lebih berhak untuk mengendalikan pemerintahan dari pada dia, sedangkan diapun tidak diberi kekayaan yang cukup untuk menjadi raja.”[11]

Allah memilih Thalut sebagai raja bani Israil, karena dia memiliki beberapa keistimewaan, diantaranya adalah memiliki keluasan ilmu, sehingga mengetahui letak kekuatan umat dan kelemahannya, maka ia dapat memimpin negaranya dengan penuh bijaksana. Selain itu Thalut memiliki kekuatan fisik, sehingga mampu melaksanakan tugas-tugasnya sebagai raja.[12] Kelebihan lain yang dimiliki Thalut adalah berada dalam pertolongan dan ketakwaan kepada Allah. Berdasarkan kelebihan-kelebihan yang dimiliki Thalut digolongkan sebagai ciri manusia sempurna dalam Islam.[13]

Tafsir Al-Misbah juga menjelaskan ketika akan memilih seorang pemimpin itu bukan didasarkan pada banyaknya harta yang dimilikinya, keturunannya, atau bahkan popularitasnya. Menentukan pemimpin itu tidak mudah karena harus benar-benar memahami karakter dari pemimpin yang nantinya akan menjadi panutan atau tauladan bagi umatnya.[14]

 

2.      Qs. Al-Maidah: 16

Ayat ini menerangkan bahwa dengan Al-Qur’an Allah memimpin dan menunjuki orang-orang yang mengikuti keridaan-Nya ke jalan keselamatan dunia dan akhirat serta mengeluarkan mereka dari alam yang gelap ke alam yang terang dan menunjuki mereka jalan yang benar. Ayat ini menerangkan tiga macam tuntunan yang besar faedahnya, yaitu:

a.       Mematuhi ajaran Al-Qur’an akan membawa manusia kepada keselamatan dan kebahagiaan.

b.      Menaati ajaran Al-Qur’an akan membebaskan manusia dari segala macam kesesatan yang ditimbulkan oleh perbuatan tahayul dan khufarat.

c.       Mematuhi Al-Qur’an akan menyampaikan manusia kepada tujuan terakhir dari agama, yaitu kebahagiaan dunia dan kebahagiaan akhirat.[15]

 

3.      Qs. Al-A’raf: 204

Diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa ayat ini diturunkan karena sahabat shalat di belakang Rasulullah sambil berbicara. Allah dalam ayat ini memerintahkan orang-orang yang beriman agar mereka memberikan perhatian yang sungguh-sungguh kepada Al-Qur’an. Hendaklah mereka mendengarkan sebaik-baiknya ataupun isinya untuk dipahami, mengambil pelajaran-pelajaran dari padanya dan mengamalkannya dengan ikhlas.

Sabda Rasulullah: Barangsiapa mendengarkan (dengan sungguh-sungguh) ayat dari Al-Quran, dituliskan baginya kebaikan yang berlipat ganda dan barang siapa membacanya, adalah baginya cahaya pada hari Kiamat.” (Riwayat Bukhari dan Imam Ahmad dari Abu Hurairah)

Hendaklah orang-orang mukmin itu bersikap tenang sewaktu Al-Qur’an dibacakan, sebab di dalam ketenangan itulah mereka dapat merenungkan isinya. Janganlah pikiran mereka melayang-layang sewaktu Al-Quran diperdengarkan, sehingga tidak dapat memahami ayat-ayat itu dengan baik. Allah akan menganugerahkan rahmat-Nya kepada kaum Muslimin bilamana mereka memenuhi perintah Allah tersebut dan menghayati isi Al-Qur’an.

Ada beberapa pendapat seputar perintah untuk mendengarkan dan bersikap tenang sewaktu Al-Qur’an dibacakan:

a.        Wajib mendengarkan dan bersikap tenang ketika Al-Qur’an dibacakan berdasarkan perintah tersebut, baik di dalam shalat ataupun diluar shalat. Demikianlah pendapat Hasan al-Bashri dan Abu Muslim al-Ashfahani.

b.      Wajib mendengarkan dan bersikap tenang, tetapi khusus pada bacaan-bacaan Rasul di zaman beliau dan bacaan imam dalam shalat, serta bacaan khatib dalam khutbah Jumat.

c.       Mendengarkan bacaan Al-Qur’an di luar shalat dan khutbah seperti resepsi dipandang sangat dianjurkan agar mendapat rahmat Allah.[16]

 

F.     Pendidikan dalam Konsep Al-Qur’an

1.      Qs. Al-Baqarah: 247

Dalam Al-Qur’an Surah Al-Baqarah ayat 247 di atas dijelaskan bahwa untuk menjadi seorang pemimpin haruslah memenuhi beberapa syarat. Untuk menjadi seorang pendidik profesional juga harus mempunyai beberapa syarat, diantaranya adalah: Pertama, mempunyai ilmu luas, dengan ilmunya ia mengetahui kelemahan dan potensi peserta didik. Selain itu memahami ilmu pendidikan dan keguruan dan mampu menerapkannya dalam tugasnya sebagai pendidik, memahami dan menguasai serta mencintai ilmu pengetahuan yang akan diajarkan, serta memiliki pengetahuan yang cukup tentang bidang-bidang yang lain. Kedua, bertubuh sehat dan kuat, dengan kesehatan dan kekuatan tubuhnya memungkinkan untuk mendidik dengan optimal.[17]

Pendidik profesional akan tercermin dalam pelaksanaan tugas-tugas yang ditandai dengan keahlian, baik dalam materi maupun metode, rasa tanggung jawab, pribadi, sosial, intelektual, moral dan spiritual, dan kesejawatan, yaitu rasa kebersamaan di antara sesama guru. Guru profesional yang bekerja melaksanakan fungsi dan tujuan sekolah harus memiliki kompetensi-kompetensi yang dituntut agar mampu melaksanakan tugasnya dengan sebaik-baiknya. Tanpa mengabaikan kemugkinan adanya perbedaan lingkungan sosial kultural dari setiap institusi sekolah sebagai indikator.[18]

 

2.      Qs. Al-Maidah: 16

Pada Qs. Al-Maidah: 6 tersebut Allah menyebutkan tiga macam kegunaan dari Al-Qur’an, yakni sebagai petunjuk, sebagai media mengeluarkan manusia dari kegelapan, dan sebagai media yang mampu mengantarkan manusia ke jalan yang lurus. Hal ini jika  dikaitkan dengan media dalam pendidikan maka akan diketahui bahwa minimal ada tiga syarat yang harus dimiliki suatu media sehingga alat ataupun benda yang dimaksud dapat benar-benar digunakan sebagi media dalam pembelajaran. Tiga aspek itu adalah :

a.       Bahwa media harus mampu memberikan petunjuk (pemahaman) kepada siapapun siswa yang memperhatikan penjelasan guru dan memahami medianya. Ringkasnya, media harus mampu mewakili setiap pikiran sang guru sehingga dapat lebih mudah memahami materi.

b.      Dalam Tafsir Al Maraghi disebutkan bahwa Al-Qur’an sebagai media yang digunakan oleh Allah akan mengeluarkan penganutnya dari kegelapan Aqidah berhala. Keterangan ini memiliki makna bahwa setiap media yang digunakan oleh seorang guru seharusnya dapat memudahkan siswa dalam memahami sesuatu.

c.       Sebuah media harus mampu mengantarkan para siswanya menuju tujuan belajar mengajar serta tujuan pendidikan dalam arti lebih luas. Media yang digunakan minimal harus mencerminkan (menggambarkan) materi yang sedang diajarkan. Misalnya dalam mengajarkan nama-nama benda bagi anak-anak, maka media yang digunakan harus mampu mewakili benda-benda yang dimaksud. Tidak mungkin dan tidak diperbolehkan mengajarkan kata “Meja” tetapi media yang digunakan adalah motor.[19]

 

3.      Qs. Al-A’raf: 204

Dari tafsiran Qs. Al-A’raf: 204 di atas dapat di analisis bahwa dalam suatu proses pembelajaran pelajar harus fokus terhadap apa yang akan dipelajari. Untuk memperoleh hasil belajar yang baik, anak didik harus memberi perhatian yang penuh pada bahan yang dipelajarinya. Oleh karena itu, dalam proses pembelajaran harus ada materi yang disiapkan untuk dikaji. Materi pembelajaran harus disusun dalam pokok-pokok bahasan dan sub-sub pokok bahasan, yang mengandung ide-ide pokok sesuai dengan kompetensi dan tujuan pembelajaran.[20]

 

 

 


 

G.    Simpulan

Setidaknya ada tiga hal yang dapat kita simpulkan dari Qs. Al-Baqarah: 247, Qs. Al-Maidah: 16, dan QS. Al-A’raf: 204, yaitu:

1.      Pendidik

Untuk menjadi seorang pendidik profesional harus mempunyai beberapa syarat, diantaranya adalah: Pertama, mempunyai ilmu luas, karena dengan ilmunya ia dapat mengetahui kelemahan dan potensi peserta didik. Kedua, bertubuh sehat dan kuat, karena dengan kesehatan dan kekuatan tubuhnya memungkinkan untuk mendidik dengan optimal.

2.       Media

Dalam proses pembelajaran dibutuhkan media. Minimal ada tiga syarat yang harus dimiliki suatu media sehingga alat ataupun benda yang dimaksud dapat benar-benar digunakan sebagi media dalam pembelajaran, yaitu: media harus mampu memberikan petunjuk (pemahaman), media yang digunakan harus dapat memudahkan siswa dalam memahami sesuatu, serta media harus mampu mengantarkan para siswanya menuju tujuan belajar mengajar.

3.      Peserta didik

Dalam proses pembelajaran juga peserta didik harus fokus terhadap apa yang akan dipelajari. Anak didik harus memberi perhatian yang penuh pada bahan yang dipelajarinya agar memperoleh hasil belajar yang maksimal.


 

DAFTAR PUSTAKA

Al-Maraghi, Ahmad Musthafa, Tafsir Al-Maraghi, terj.Anshori Umar Sitanggal,  Semarang: Toha Putra, 1993.

An-Nakhrawie, Asrifin, Ringkasan Asbabu  Nuzul, Surabaya: Ikhtiar, 2011.

Anwar, Rosihon, Ulum al-Qur’an, Bandung: Pustaka Setia, 2013.

Az-Zuhaili, Wahbah, Tafsir al-Munir, terj. Abdul Hayyie al-Kattani, Depok, Gema Insani, 2013, jil. 5.

_________________, Tafsir al-Wasith, terj. Muhtadi, Depok, Gema Insani, 2012, jil. 1.

Departemen Agama RI, Al-Qur’an & Tafsirnya, Jakarta: Departemen Agama RI,2010, jil. 2.

___________________, Al-Qur’an & Tafsirnya, Jakarta: Departemen Agama RI,2010, jil. 1.

___________________, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Bandung: Diponegoro, 2010.

Hamalik, Oemar, Psikologi Belajar Mengajar, Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2014.

Shihab, M. Quraish, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an, Jakarta: Lentera Hati, 2009, vol. 1.

Usman, Ulumul Qur’an,  Yogyakarta: Teras, 2009.

 

Web:

https://risalahmuslim.id/quran/al-araaf/7-204/ 

https://makalah27.wordpress.com/category/tafsir-tarbawi/ 

https://amrikhan.wordpress.com/2012/10/29/materi-pendidikan-3/

 



[1] Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung: Diponegoro, 2010), hlm. 40.

[2] Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya..., hlm. 110.

[3] Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya..., hlm. 176.

[4] Rosihon Anwar, Ulum al-Qur’an, (Bandung: Pustaka Setia, 2013), hlm. 60.

[5] Asrifin An-Nakhrawie, Ringkasan Asbabu  Nuzul, (Surabaya: Ikhtiar, 2011), hlm.4.

[6] Rosihon Anwar, Ulum al-Qur’an..., hlm. 60-61.

[7] Rosihon Anwar, Ulum al-Qur’an..., hlm. 61.

[8] Usman, Ulumul Qur’an,  (Yogyakarta: Teras, 2009), hlm. 107.

[9] Departemen Agama RI, Al-Qur’an & Tafsirnya, (Jakarta: Departemen Agama RI,2010), jil. 2, hlm.373.

[10] Wahbah az-Zuhaili, Tafsir al-Munir, terj. Abdul Hayyie al-Kattani, (Depok, Gema Insani, 2013), jil. 5, hlm.218-219.

[11] Departemen Agama RI, Al-Qur’an & Tafsirnya, (Jakarta: Departemen Agama RI,2010), jil. 1, hlm.365.

[12] Wahbah az-Zuhaili, Tafsir al-Wasith, terj. Muhtadi, (Depok, Gema Insani, 2012), jil. 1, hlm.124.

[13] Ahmad Musthafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, terj.Anshori Umar Sitanggal,  (Semarang: Toha Putra, 1993), hlm.375.

[14] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an, (Jakarta: Lentera Hati, 2009), vol. 1,  hlm. 532.

[15] Departemen Agama RI, Al-Qur’an & Tafsirnya..., jil. 2, hlm.374.

[17] Ahmad Musthafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi..., hlm.375.

[18] Oemar Hamalik, Psikologi Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2014), hlm.38-39.

0 comments:

Posting Komentar

 
 
Blogger Templates