Social Icons

Featured Posts

Rabu, 01 Maret 2017

PRAKTEK KAPITALISME DAN KOMERSIALISME PENDIDIKAN DI INDONESIA

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Secara umum pendidikan dapat dipahami sebagai proses pendewasaan sosial manusia menuju pada tataran ideal. Makna yang terkandung di dalamnya menyangkut tujuan memelihara dan mengembangkan fitrah serta potensi atau sumber daya insani menuju terbentuknya manusia seutuhnya (Insan kamil). Disadari atau tidak praktik pendidikan Indonesia belakangan ini telah terjebak dalam dunia kapitalisme dan Komersialisme. Penyelenggaraan pendidikan adalah bagaimana sekolah dapat menjual kharisma dan kebanggaan sebesar-besarnya sehingga banyak calon siswa membelinya. Penilaian atas kharisma dan kebanggaan sebuah sekolah sifatnya kapital sehingga pendidikan berbiaya mahal dapat dibenarkan.
Tidak bisa dilupakan pula bahwa masih banyak masyarakat yang tingkat kese­jahteraannya masih dibawah standar kelayakan hidup. Jangankan untuk memikirkan biaya pendidikan sekolah, untuk biaya hidup sehari-hari saja sudah kesusahan. Apalagi dengan biaya-biaya saat ini yang semakin tidak terjangkau lagi. Akibatnya, banyak anak yang putus sekolah dan tidak dapat meneruskan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi dikarenakan kesulitan dalam membayar biaya sekolah.
B.     Rumusan masalah
1.      Apa pengertian dari pendidikan?
2.      Apa yang dimaksud dengan kapitalisme pendidikan?
3.      Apa yang dimaksud dengan komersialisme pendidikan?
4.      Bagaimana praktek kapitalisme dan komersialisme pendidikan yang terjadi di Indonesia?

C.    Tujuan
1.      Untuk mengetahui arti dari pendidikan.
2.      Untuk mengatahui apa yang dimaksud dengan kapitalisme pendidikan.
3.      Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan komersialisme pendidikan.
4.      Untuk mengetahui bagaimana praktek kapitalisme dan komersialisme pendidikan yang terjadi di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Pendidikan
Menurut Ki Hajar Dewantara pendidikan adalah upaya suatu bangsa untuk memelihara dan mengembangkan benih turunan bangsa. Untuk itu, manusia sebagai individu harus dikembangkan jiwa dan raganya dengan menggunakan segala alat pendidikan dan didasarkan adat istiadat bangsa itu.[1]
Adapun menurut UU No.20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, pengertian dari pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.[2]
Pendidikan merupakan kegiatan yang didalamnya melibatkan banyak orang, diantaranya peserta didik, pendidik, administrator, masyarakat, dan orang tua. Oleh karena itu agar tujuan pendidikan dapat tercapai secara efektif dan efisien maka setiap orang yang terlibat didalamnya harus memahami perilaku individu yang terkait.[3]
Maka dapat kita simpulkan bahwa pendidikan merupakan suatu usaha dan upaya dalam mewujudkan proses pembelajaran yang aktif dan efektif, untuk membentuk para peserta didik (siswa) yang cerdas, berakhlak mulia, dan mempunyai keterampilan dalam lingkungannya. Maka dari itu pendidikan ini merupakan sesuatu yang sangat penting dan harus dirasakan oleh semua kalangan masyarakat, agar masyarakat Indonesia menjadi masyarakat yang cerdas dan bermartabat.
B.     Kapitalisme Pendidikan
Kata kapitalisme berasal dari kata capital yang berarti modal. Yang dimaksud modal adalah alat produksi seperti tanah, dan uang. Dan kata isme berarti suatu paham atau ajaran. Jadi arti kapitalisme adalah suatu ajaran atau paham tentang modal atau segala sesuatu dihargai dan diukur dengan uang.
Menurut kautsar kapitalisme adalah paham yang menyatakan bahwa tidak ada pembatasan dari negara bagi warga negaranya guna memiliki properti pribadi sehingga dimungkinkan terjadinya akumulasi modal pada perorangan (bisa individu ataupun korporasi) sehingga diharapkan kesejahteraan orang tersebut dapat meningkat. Untuk mewujudkan adanya kapitalisme maka diperlukan adanya liberalisme. Liberalisme adalah paham yang menyatakan bahwa negara tidak boleh ikut campur tangan dalam berbagai sendi kehidupan warga negaranya, sehingga negara hanya dibatasi kepada menjaga ketertiban umum dan penegakan hukum. Untuk urusan yang lain diserahkan kepada masyarakat sendiri untuk mengaturnya.[4]
Berdasarkan uraian di atas, dapat kita simpulkan bahwa kapitalisme pendidikan terjadi apabila prinsip kapitalisme digunakan di dalam  sektor pendidikan, negara tidak membatasi kepemilikan perorangan di dalam sektor pendidikan, artinya satuan penyelenggara pendidikan dapat dikuasai oleh perorangan, dimana segala kebijakannya diatur oleh sektor swasta tersebut. Pengelola sektor pendidikan (pihak swasta) ini, mulai bersaing antara satu dengan lainnya. Bagi pihak pengelola pendidikan yang memenangkan persaingan akan mendapatkan pengguna jasa pendidikan lebih banyak. Modal dari pihak pengelola sektor pendidikan pun akan masuk dan dapat diakumulasikan. Ketika  mengikat maka akan terjadi monopoli, sehingga penentuan harga (biaya pendidikan) tanpa ada penawaran dan permintaan terlebih dahulu dengan para pengguna jasa pendidikan. Pengelola pendidikan pun menawarkan harga (biaya pendidikan) tanpa memikirkan kemampuan dari pihak pengguna jasa pendidikan. Jelas hal ini akan merugikan bagi pihak pengguna jasa pendidikan, karena mereka tidak diberi kesempatan untuk menawar harga (biaya pendidikan). Akhirnya, akan muncul kesenjangan-kesenjangan bahwa orang yang kaya lah yang bisa mendapatkan pendidikan tersebut. Sedangkan bagi pihak pengguna jasa pendidikan yang kurang mampu, akan kesulitan dalam mendapatkan pendidikan tersebut.
Kapitalisme muncul pada abad ke-17 sebagai bagian dari proyek modernisme dan kolonialisme yang melahirkan imperialisme. Meski kolonialisme politik formal sudah tidak ada, tetapi menurut Loomba neo-kolonialisme terus berlangsung yang dilakukan oleh negara-negara maju melalui kontrol dan ekspansi ekonomi global. Dalam konteks ini, Aime Cesaire, aktivis poskolonialisme Afrika, mendakwah kapitalisme, selain mengeksploitasi manusia, membendakan manusia terjajah sekaligus penjajahnya. Kehendak dan perjuangan negara-negara dunia ketiga untuk membebaskan diri dari aneka macam “penjajahan” (politik, ekonomi, budaya) mendapat tantangan besar dari neo-kapitalisme dalam bentuk ekspansi pasar kapitalisme.[5]
C.    Komersialisme Pendidikan
Dalam kamus bahasa Indonesia Komersialisme/komersialisasi dapat diartikan sebagai perbuatan menghargai suatu barang dagangan.[6] Berdasarkan pengertian tersebut dapat kita sarikan pengertian dari komersialisme pendidikan adalah menjadikan pendidikan sebagai barang dagangan. Maksudnya adalah pendidikan tersebut bisa dikatakan sebagai sektor jasa yang diperdagangkan.
Kemudian  istilah komersialisasi pendidikan/komersialisme pendidikan menurut Agus Wibowo mempunyai dua pengertian yang berbeda, yaitu :
1.      Komersialisasi pendidikan yang berarti lembaga pendidikan dengan program serta perlengkapan mahal. Dalam pengertian ini pendidikan hanya dapat dinikmati oleh sekelompok masyarakat yang mempunyai ekonomi kuat, sehingga lembaga seperti ini tidak dapat disebut dengan istilah komersialisasi karena mereka memang tidak memperdagangkan pendidikan. Komersialisasi pendidikan jenis ini tidak akan mengancam idealisme pendidikan nasional atau idealisme Pancasila, tetapi perlu dicermati juga karena dapat menimbulkan pendiskriminasian dalam pendidikan nasional.
2.      Komersialisasi pendidikan yang berarti lembaga pendidikan yang hanya mementingkan uang pendaftaran dan uang gedung saja, tetapi mengabaikan kewajiban-kewajiban pendidikan. Komersialisasi pendidikan ini biasanya dilakukan oleh lembaga atau sekolah-sekolah yang menjanjikan pelayanan pendidikan tetapi tidak sepadan dengan uang yang mereka pungut dan lebih mementingkan laba. Itu hal yang lebih berbahaya lagi, komersialisasi jenis kedua ini dapat pula melaksanakan praktik pendidikan untuk maksud memburu gelar akademik tanpa melalui proses serta mutu yang telah ditentukan sehingga dapat membunuh idealisme pendidikan Pancasila. Komersialisasi ini pun telah berdampak pada tingginya biaya pendidikan.
     Secara gamblang masyarakat disuguhi sesuatu yang seolah-olah mengamini kondisi tersebut. Contoh sederhana dapat kita lihat ketika memasuki tahun ajaran baru. Tak terbayangkan betapa banyaknya orang tua yang mengeluh akibat buku pelajaran yang digunakan tahun ajaran sebelumnya tidak lagi dapat digunakan di tahun ajaran berikutnya. Kondisi ini tentu sangat memberatkan masyarakat yang sebagian besar masih hidup di bawah garis kemiskinan. Siswa dipaksa menggunakan buku pelajaran baru sebagai pengganti buku lama yang konon tidak layak dipakai sebagai acuan lagi, dengan harga yang relatif tinggi. Padahal jika dicermati, materi atau pokok bahasan di dalamnya sama persis, tanpa ada ilmu baru yang dicantumkan.[7]
Dari uraian diatas dapat kita simpulkan bahwa komersialisasi pendidikan itu adalah sebuah situasi dan keadaan dalam dunia pendidikan yang lebih mengutamakan paradigma pendidikan dalam hal ekonomis (keuntungan), sehingga pengukuran keberhasilan pendidikan tidak tercapai, yang mengakibatkan orang-orang yang taraf sosial ekonominya rendah tidak mempunyai kesempatan untuk memperoleh akses pendidikan yang layak dan berkualitas seperti orang-orang yang taraf sosial ekonominya tinggi.

D.    Praktek Kapitalisme dan Komersialisme Pendidikan di Indonesia
Jika kita saksikan di negara Indonesia sekarang ini praktek kapitalisme dan komersialisme pendidikan ini terjadi di banyak lembaga pendidikan. Pendidikan di negeri ini semakin hari semakin bertambah rumit permasalahannya. Permasalahan yang satu belum selesai timbul lagi permasalahan yang lain. Seperti permasalahan dalam mutu atau kualitas pendidikan, output atau keluaran yang tidak sesuai dengan yang diharapkan, bahkan hingga permasalahan pemerataan pendidikan sampai sekarang pun belum dapat terselesaikan. Apalagi sekarang ini timbul permasalahan-permasalahan lainnya, seperti kapitalisme dan komersialisme pendidikan. Begitu sangat kompleks permasalahan pendidikan yang kita alami, dan permasalahan pendidikan ini tidak akan pernah selesai karena seiring berkembangnya zaman dalam era globalisasi dan perkembangan-perkembangan yang lain seperti IPTEK dan kebudayaan, mengakibatkan permasalahan dalam dunia pendidikan juga semakin berkembang. 
Pembicaraan tentang kapitalisme dan komersialisme pendidikan tidak terlepas dari pembicaraan mengenai kehidupan masyarakat yang terkena dampak globalisasi lebih khusus tentang globalisasi ekonomi. Sehingga nama faham dalam dunia perekonomian yang dianut negara barat yakni Amerika dan sebagian besar Eropa kini telah mengglobal di seluruh negara-negara dunia baik di Asia, Afrika maupun Australia khususnya bagi negara-negara berkembang yang sangat didominasi oleh negara maju.
Sekarang ini yang menjadi pokok bahasan utama dalam pendidikan adalah biaya pendidikan yang semakin mahal dan sulit untuk dijangkau oleh semua kalangan dan dalam hal ini pendidikan dikaitkan  sebagai barang dagangan oleh para pemegang modal atau dalam hal ini bisa disebut dengan kapitalisme pendidikan.
Ada beberapa aspek yang menyebabkan munculnya kapitalisme dan komesialisme pendidikan, diantaranya adalah:[8]
a.       Aspek Ekonomi
Aspek ekonomi ini terkait dengan masalah biaya. Biaya pendidikan nasional seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah, akan tetapi dengan keluarnya UU No. 20 Tahun 2003 pada bab XIV pasal 50 ayat 6 dinyatakan bahwa perguruan tinggi menentukan kebijakan dan memiliki otonomi dalam mengelola pendidikan lembaganya. Hal ini menunjukkan ketidakmampuan pemerintah membiayai pendidikan nasional, khususnya pendidikan tinggi yang dulu mendapat subsidi dari pemerintah sebanyak 75% dan 25% lagi berasal dari biaya masyarakat termasuk dana SPP.

b.      Aspek Politik
Ideologi pendidikan di Indonesia adalah ideologi demokrasi Pancasila, yaitu setiap warga negara mendapat kebebasan dan hak yang sama dalam mendapat pendidikan. Dalam Pembukaan UUD 45 pada alinea ke-4 , hal ini pun tercermin ada kalimat mencerdaskan kehidupan bangsa. Atas dasar itu sudah seharusnya pemerintah dalam menetapkan setiap kebijakan pendidikan merujuk pada ideologi negara. Akan tetapi dalam kenyataannya melalui pemerintah mengeluarkan peraturan (PP) No. 61 Tahun 1999 tentang Penetapan Perguruan Tinggi sebagai Badan Hukum, pemerintah telah memberikan otonomi pada perguruan tinggi dalam mengelola pendidikan lembaganya termasuk pencarian dana bagi biaya operasionalnya. Apabila pendidikan tetap mahal dan dikomersialisasikan, masyarakat yang kurang mampu tidak akan dapat meningkatkan status sosial mereka, dan ironisnya komersialisasi pendidikan ini didukung oleh tatanan sosial dan diterima oleh masyarakat.

c.       Aspek Teknologi
Zaman sekarang ini teknologi semakin berkembang pesat, maka semakin menuntut sekolah-sekolah untuk menunjang berbagai fasilitas yang mendukung kegiatan belajar mengajar. Tapi tak jarang lembaga pendidikan menjadikannya sebagai tameng untuk melakukan komersialisasi pendidikan. Biasanya lembaga pendidikan berujar, “Ini dilakukan agar para peserta didik bisa mengikuti perkembangan teknologi yang dari hari ke hari semakin maju. “Oleh karena itu uang masuk ataupun SPP di sekolah ataupun perguruan tinggi semakin mahal, implikasinya peserta didik yang berasal dari ekonomi menengah ke bawah tidak bisa menyanggupinya. Ujung-ujungnya, mereka ketinggalan dalam hal teknologi. Padahal dengan perkembangan teknologi bisa meningkatkan kualitas sumber daya manusia, kesejahteraan, dan kehidupan bangsa.
d.      Aspek Budaya
Bangsa Indonesia sangat mengagungkan gelar akademis.Sebagai contoh dihampir setiap dinding rumah yang keluarganya berpendidikan selalu terpajang foto wisuda anggota keluarga lulusan dari universitas manapun. Hal ini menunjukkan bahwa bangsa kita masih menganut budaya yang degree minded. Budaya berburu gelar ini berkembang pada lembaga pemerintah yang mengangkat atau mempromosikan pegawai yang memiliki gelar sarjana tanpa terlebih dahulu diteliti dan dites kemampuan akademik mereka. Ironisnya program pendidikan seperti ini banyak diminati oleh pejabat-pejabat.
e.       Aspek Sosial
Pendidikan sangat menentukan perubahan strata sosial seseorang, yaitu semakin tinggi pendidikan seseorang, akan semakin meningkat pula strata sosialnya, begitu juga sebaliknya. Sesuai dengan pendapat Kartono yang menyatakan bahwa: tingginya tingkat pendidikan dan tingginya taraf kebudayaan rakyat akan menjadi barometer bagi pertumbuhan bangsa dan negara yang bersangkutan. Akan tetapi bagaimana orang dapat mencapai pendidikan tinggi apabila biaya pendidikan tersebut mahal dan hanya dapat dinikmati oleh masyarakat golongan ekonomi mapan saja. lantas bagaimana dengan masyarakat golongan ekonomi lemah.



BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Berdasasarkan pembahasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa:
Kapitalisme pendidikan terjadi apabila prinsip kapitalisme digunakan di dalam  sektor pendidikan, negara tidak membatasi kepemilikan perorangan di dalam sektor pendidikan, artinya satuan penyelenggara pendidikan dapat dikuasai oleh perorangan, dimana segala kebijakannya diatur oleh sektor swasta tersebut.
Komersialisme pendidikan dapat diartikan sebagai menjadikan pendidikan sebagai barang dagangan. Komersialisasi pendidikan atau mengomersialisasikan pendidikan kerap ditimpakan kepada kebijakan atau langkah-langkah yang menempatkan pendidikan sebagai sektor jasa yang diperdagangkan.

















DAFTAR PUSTAKA
Engkoswara, Administrasi Pendidikan, Bandung: Alfabeta, 2015
Hartini, Dwi, Problematika Pendidikan di Era Globalisasi pdf, http://core.ac.uk/download/pdf/16509053.pdf
Mahmud, Psikologi Pendidikan, Bandung: Pustaka Setia, 2012
Rahardjo, M. Dawam, Kapitalisme Dulu dan Sekarang, Jakarta: LP3ES, 1987
Yuniar, Tanti, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Bandung, Agung Media Mulia, TT
https://insaniaku.files.wordpress.com/2009/06/3-komersialisasi-dan-tanggung-jawab-pendidikan-wan-anwar.pdf





[1] Engkoswara, Administrasi Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2015) hlm.4
[2] Ibid
[3] Mahmud, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Pustaka Setia, 2012) hlm.15
[4] M. Dawam Rahardjo, Kapitalisme Dulu dan Sekarang, (Jakarta: LP3ES, 1987), hlm. 19
[5] https://insaniaku.files.wordpress.com/2009/06/3-komersialisasi-dan-tanggung-jawab-pendidikan-wan-anwar.pdf
[6] Tanti Yuniar, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Bandung, Agung Media Mulia, TT) hlm.334
           [7] Dwi Hartini, Problematika Pendidikan di Era Globalisasi pdf, hlm.11 http://core.ac.uk/download/pdf/16509053.pdf  (diakses 9 Januari 2017)
               [8] http://20319708.siap-sekolah.com/2013/09/06/komersialisasi-pendidikan-di-indonesia/#.WHHnVvlyfIU

WAKTU-WAKTU SHALAT

BAB I
PENDAHULUAN
A.              Latar Belakang
Ibadah merupakan suatu kewajiban bagi umat manusia terhadap tuhannya dan dengan ibadah manusia akan mendapatkan ketenangan dan kebahagiaan di Dunia dan di Akhirat nanti. Bentuk dan jenis Ibadah sangat bermacam-macam, seperti Shalat, puasa, naik haji, membaca Al Qur’an, jihad dan lainnya.
Shalat merupakan salah satu kewajiban bagi kaum muslimin  yang sudah baligh berakal, dan harus dikerjakan bagi seorang mukmin dalam keadaan bagaimanapun.

B.       Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas timbul permasalahan yang perlu dibahas dalam makalah ini, sebagaimana berikut :
1.      Apa yang dimaksud dengan shalat?
2.      Kapan-kapan saja waktu shalat fardhu?
3.      Ada berapa macam shalat sunnah beserta waktu-waktunya?
4.      Kapan saja waktu-waktu yang dilarang untuk mengerjakan shalat?

C.       Tujuan Pembahasan
    1.  Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan shalat.
    2.  Untuk mengetahui kapan saja waktu shalat fardhu.
    3.  Untuk mengetahui macam-macam shalat sunnah beserta waktu-waktunya.
    4. Untuk mengetahui kapan saja waktu yang dilarang untuk mengerjakan shalat.


BAB II
PEMBAHASAN

WAKTU-WAKTU SHALAT

A.    Pengertian Shalat
Shalat menurut arti bahasa adalah do’a. Sedangkan shalat menurut pengertian syara’ adalah ibadah yang terdiri dari perkataan dan perbuatan tertentu yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam dengan syarat-syarat tertentu. [1]
Menurut sumber buku lain mengatakan bahwa arti shalat menurut syara’ yaitu menyembah Allah Ta’ala dengan beberapa perkataan dan perbuatan yang diawali dengan takbiratul ihram dan diakhiri dengan salam, dan wajib melakukannya pada waktu-waktu yang telah ditentukan.[2]

B.     Waktu Shalat Fardhu
Shalat yang diwajibkan dalam sehari semalam adalah lima kali. Untuk mengerjakannya terlebih dahulu kita harus mengetahui waktu-waktunya, karena dengan mengetahui waktu-waktu shalat, kita akan melaksanakannya sesuai aturan yang berlaku dan mempengaruhi kesahan shalat kita.[3]
Allah berfirman dalam surah Annisa’ ayat 103:
إِنَّ ٱلصَّلَوٰةَ كَانَتۡ عَلَى ٱلۡمُؤۡمِنِينَ كِتَٰبٗا مَّوۡقُوتٗا
Artinya: Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman
Shalat yang fardhu atau wajib dilaksanakan oleh tiap-tiap mukallaf (orang yang telah baligh lagi berakal) ialah lima kali dalam sehari semalam. Sebagaimana sabda Rasulullah saw. yang artinya: “Telah difardukan Allah atas umatku pada malam Isra’ lima puluh shalat. Maka senantiasa saya kembali kehadirat Ilahi, dan saya minta keringanan sehingga dijadikan-Nya menjadi lima kali dalam sehari semalam”.(Muttafaqun ‘alaih)[4]
Waktu merupakan penyebab zhahir diwajibkannya shalat, sementara penyebab hakikinya adalah perintah atau ketetapan dari Allah. Penetapan kewajiban disandarkan kepada Allah, sedangkan kewajiban disandarkan pada perbuatan hamba, yaitu shalat.[5]
Berikut ini adalah penjelasan tentang waktu-waktu shalat wajib, yaitu :
1.      Shalat Dzuhur
Menurut Imam Nawawi, shalat ini dinamakan dzuhur karena tampak jelas (dilakukan) pada pertengahan siang hari. Adapun permulaan waktunya yaitu mulai dari condongnya/tergelincirnya matahari dari tengah langit, bukan dengan melihat matahari, tetapi dengan melihat benda yang dapat kita lihat secara nyata. Condongnya matahari tersebut dapat diketahui dengan perpindahan bayangan ke arah timur sesudah bayangan yang terpendek habis, yakni saat naiknya matahari. Adapun berakhirnya waktu dzuhur adalah ketika bayangan benda sudah sama panjangnya dengan benda tersebut.[6]
Adapun dalil tentang waktu dzuhur ini adalah hadits Nabi saw. dari sahabat ‘Abdullah bin ‘Amr ra:
وَقْتُ الظُّهْرِ إِذَا زَالَتِ الشَّمْسُ مَا لَمْ يَحْضُرِ الْعَصْرُ
Artinya: “Waktu sholat dzuhur ialah apabila tergelincir matahari ke sebelah barat, selama belum datang waktu ashar.”(H.R.Muslim).
Empat imam mazhab sepakat bahwa awal waktu dzuhur adalah ketika matahari sudah condong/tergelincir ke sebelah barat dan tidak boleh shalat sebelum matahari tergelincir. Kemudian pendapat imam Maliki menyatakan bahwa akhir waktu dzuhur adalah jika bayangan setiap benda sama dengan tinggi benda tersebut. Demikian juga menurut imam Syafi’i.
Akhir waktu dzuhur adalah permulaan waktu ashar. Oleh karena itu orang yang tidak shalat dzuhur  hingga bayangan benda sama dengan tinggi bendanya, ia harus mengulangi  shalat dzuhur. Imam Syafi’i mengatakan bahwa barangsiapa mengerjakan shalat dzuhur dan menyelesaikan shalatnya ketika bayangan suatu benda sama dengan tinggi benda itu, maka ia dipandang telah shalat pada waktunya. Sesudah itu masuk waktu ashar.[7]
2.      Shalat Ashar
Dinamakan Ashar karena shalat tersebut mendekati waktu menjelang terbenamnya matahari. Permulaan waktu shalat Ashar adalah ketika bayangan benda lebih panjang dari bendanya. Dan akhir waktunya adalah ketika terbenamnya matahari.[8] 
Dalil tentang waktu shalat ashar adalah:
وَقْتُ الْعَصْرِمَا لَمْ تَغْرُبِ الشَّمْسُ
Artinya: “Waktu shalat ashar adalah sebelum terbenam matahari”. (H.R.Muslim)


Shalat ashar memiliki empat pembagian waktu, yaitu:
a.       Waktu fadhilah (utama), yaitu waktu dimana bayangan menyamai seseorang.
b.      Waktu jawaz, yaitu ketika bayangan suatu benda dua kali lipat dari bendanya sampai ada warna kekuning-kuningan di ufuk langit.
c.       Waktu makruh, yaitu ketika di ufuk sudah terdapat warna kekuning-kuningan mendekati terbenamnya matahari.
d.      Waktu haram, yaitu ketika matahari hampir terbenam seehingga tidak cukup untuk shalat ashar.
3.      Shalat Maghrib
Dinamakan maghrib karena shalat tersebut dikerjakan setelah waktu terbenamnya matahari. Waktu shalat maghrib ada satu, yaitu terbenamnya matahari. Habisnya waktu maghrib adalah sampai terbenamnya mega yang merah dan warna langit menjadi gelap.
Dalil tentang waktu shalat maghrib adalah:
وَقْتُ صَلاَةِ الْمَغْرِبِ مَا لَمْ يَغِبِ الشَّفَقُ
Artinya: “Waktu sholat maghrib adalah selama belum hilang syafaq (sinar merah ketika matahari tenggelam)”. (H.R.Muslim)
4.      Shalat Isya’
Para ulama sepakat bahwa awal waktu sholat isya adalah jika telah hilang sinar merah di langit. Sementara akhir waktunya adalah sepertiga malam yang pertama. Sebagaimana dinyatakan dalam hadits ketika Jibril mengimami sholat Nabi Muhammad:
ثُمَّ جَاءَهُ لِلْعِشَاءِ حِينَ ذَهَبَ ثُلُثُ اللَّيْلِ الْأَوَّلُ
Artinya: “Kemudian Jibril mendatangi Nabi untuk melaksanakan sholat isya’ ketika sepertiga malam yang pertama.”
 Dan ada juga yang mengatakan akhir waktunya adalah pertengahan malam berdasarkan penuturan Anas: “Nabi Muhammad mengakhirkan shalat isya’ hingga pertengahan malam, kemudian beliau shalat, lalu bersabda, “orang-orang telah shalat dan tidur, sementara kalian tengah menjalani shalat yang kalian tunggu-tunggu.” Dan berdasarkan riwayat Abu Hurairah bahwasahnya Nabi bersabda, “Andai tidak memberatkan umatku, niscaya aku perintahkan kepada mereka agar mengakhirkan isya’ hingga sepertiga malam atau pertengahannya.” (H.R.Ahmad)[9]
5.      Shalat Subuh/Fajar
Fajar secara bahasa berarti cahaya putih. Shalat fajar disebut juga sebagai sholat shubuh. Fajar ada dua jenis yaitu fajar pertama (fajar kadzib) yang merupakan pancaran sinar putih yang mencuat ke atas kemudian hilang dan setelah itu langit kembali gelap. Dan fajar kedua adalah fajar shodiq yang merupakan cahaya putih yang memanjang di arah ufuk, cahaya ini akan terus menerus menjadi lebih terang hingga terbit matahari.
Awal waktu shalat subuh ini adalah ketika terbitnya fajar kedua dan berakhir sampai terbitnya matahari. Sebagaimana sabda Rasulullah yang artinya: “Barangsiapa yang menemukan satu rakaat shalat subuh sebelum matahari terbit maka ia telah menemukan shalat subuh (shalatnya sah, bukan qodha)”.  (H.R.Muslim)[10]
Dan empat imam mazhab sepakat bahwa awal waktu shubuh adalah terbitnya fajar kedua, yaitu fajar shadiq yang cahayanya tersebar di ufuk dan tidak ada gelap sesudahnya. Sedangkan akhir waktunya yang dipilih adalah ketika hari sudah terang.[11]

C.    Macam-macam dan Waktu-waktu shalat sunnah
Pengertian shalat sunah adalah shalat yang di anjurkan untuk dilaksanakan, apabila dilaksanakan mendapat pahala dan apabila tidak dilaksanakan tidak apa-apa.  Macam-macam shalat sunnah dan waktu melaksanakannya adalah sebagai berikut:
1.      Shalat sunah rowatib
Shalat rawatib adalah sholat yang mengiringi shalat fardu. Shalat rawatib itu dibagi menjadi 2 shalat rawatib muakad (sering dilaksanakan oleh nabi Muhammad saw) dan shalat rawatib ghairu muakkad (Terkadang dilaksanakan oleh nabi).
Waktu-waktu shalat sunah rawatib muakkad adalah:
a.       2 rokaat sebelum subuh
b.      2 atau 4 rokaat sebelum dzuhur
c.       2 atau 4 rakaat setelah dzuhur
d.      2 rakaat setelah maghrib
e.       2 rakaat setelah isya’
Waktu shalat sunah rawatib ghairu muakkad adalah:
a.       2 atau 4 rakaad sebelum ashar
b.      2 rakaat sebelum maghrib
c.       2 rakaat sebelum isya’

2.      Shalat tarawih
Shalat tarawih adalah shalat malam yang di lakukan pada bulan ramadhan. Sedangkan melaksanakan shalat tarawih adalah dibulan ramadhan dan waktunya setelah melakukan shalat isya' sampai waktu fajar. Jadi jika anda ingin melakukan shalat tarawih di bulan ramadhan, maka hendaknya melakukan shalat isya' terlebih dahulu.
3.      Shalat Witir
Shalat sunah witir adalah shalat yang dilakukan sebagai penutup shalat malam. Untuk waktu pelaksanaannya adalah setelah selesai melakukan sholat malam. Jadi jika selesai malakukan shalat tarawih dan tidak berniat untuk melakukan shalat malam lagi, maka disunahkan shalat witir. Tetapi jika ingin melakukan shalat malam lainnya seperti shalat tahajud, maka shalat witir dilakukan disaat shalat tahajud saja.
4.      Shalad 'Ied
Shalat 'ied adalah shalat di 2 hari raya (idul fitri dan idul adha). Sedangkan waktu pelaksanaannya adalah setelah terbitnya matahari hingga tergelincirnya matahari (mulai waktu dzuhur).
5.      Shalat Hajat
Shalat hajat adalah shalat ingin meminta sesuatu. Sedangkan waktu pelaksanaan shalat sunah hajat ini boleh siang atau malam, pagi atau petang. Tetapi lebih baik jika dikerjakan malam hari (waktu tengah malam) karena lebih sunyi dan terhindar dari hingar bingar kehidupan dunia.
6.      Shalat Tahajjud
Shalat tahajjud adalah sebaik-baiknya shalat sunnah. Sedangkan waktu mengerjakan shalat sunnah tahajjud dikerjaan malam setelah waktu isya’ sampai sebelum masuk subuh.
Waktu malam dapat dibagi menjadi 3 bagian, yaitu:
a.       Sepertiga Malam Pertama, pukul 19.00-22.00
b.      Sepertiga Malam Kedua, pukul 22.00-01.00
c.       Sepertiga Malam Ketiga, pukul 01.00 sampai masuk waktu subuh merupakan waktu utama yang disarankan

7.      Shalat Istikharah
Shalat Istikharah adalah shalat sunnah yang dikerjakan untuk memohon petunjuk Allah jika kita dihadapkan di antara beberapa pilihan dan merasa ragu-ragu untuk memilih atau memutuskannya. Misalkan, memilih jodoh, sekolah, perusahaan tempat bekerja mana yang lebih baik dan lainnya. Waktu mengerjakan shalat sunnah istikharah boleh kapan saja, lebih utama dilakukan pada 2/3 malam. Karena pada waktu dua pertiga malam itu akan lebih sunyi dan khusyu'.
8.      Shalat Dhuha
Waktu shalat dhuha dimulai dari matahari yang mulai terangkat naik kira-kira sepenggalah dan berakhir hingga sedikit menjelang masuknya waktu dzuhur meskipun disunnahkan agar dilakukan ketika matahari agak tinggi dan panas agak terik.
9.      Shalat Taubat
Shalat Taubat adalah shalat untuk memohon ampun kepada Allah atas dosa-dosa. Dan tidak meneruskan atau mengulangi perbuatan dosa. Waktu mengerjakan shalat sunnah taubat adalah bebas-kapan saja, kecuali pada waktu yang diharamkan untuk melakukan shalat.
10.  Shalat Istisqa
Shalat istisqa adalah shalat meminta hujan. Sedangkan pelaksanaannya adalah ketika kemarau panjang dan membutuhkan hujan. Boleh dilakukan diwaktu siang atau malam, pagi atau petang.
11.  Shalat Tahiyatul Masjid
Shalat tahiyatul masjid adalah shalat menghormati masjid. Shalat ini dilakukan ketika baru memasuki masjid.
12.  Sholat Sunah Wudhu’
Shalah sunah whudhu’ atau shalat syukrul whudhu’ adalah shalat yang dilakukan setelah berwudhu’.
13.  Shalat Jenazah
Shalat jenazah hukumnya fardu kifayah. Jadi apabila sudah ada yang menshalati, maka orang yang ingin menshalatinya lagi hukumnya sunah.
14.  Shalat Sunah Mutlak
Shalat sunah mutlak adalah shalat yang diniati shalat sunah. sedangkan waktu pelaksanaannya adalah sewaktu-waktu kecuali waktu yang diharamkan melakukan shalat.
15.  Shalat Tasbih
Shalat tasbih adalah shalat penghapus dosa. Dosa yang awal dan yang akhir, dosa yang lama dan yang baru, dosa yang tidak disengaja dan yang disengaja, dosa yang kecil dan yang besar, dosa yang rahasia dan terang-terangan, sepuluh macam (dosa). Waktu pelaksanaannya adalah siang atau malam hari.
16.  Shalat Gerhana Matahari dan Gerhana Bulan
Shalat gerhana adalah sholat yang dilakukan ketika melihat gerhana. Baik gerhana matahari atau gerhana bulan.[12]


D.    Waktu-waktu yang dilarang untuk shalat
Ada lima waktu yang dilarang untuk mengerjakan shalat, kecuali bila ada sebab-sebab tertentu. Adapun waktu-waktu itu ialah:
1.      Usai shalat subuh, hingga terbit matahari.
2.      Ketika matahari terbit hingga setinggi tombak.
3.      Ketika matahari berada di tengah-tengah langit persis hingga condong sedikit ke barat.
4.      Seusai shalat ashar hingga matahari terbenam.
5.      Ketika matahari mulai terbenam, hingga ternbenam dengan sempurna.[13]












BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Shalat merupakan salah satu kewajiban bagi kaum muslimin  yang sudah baligh berakal, dan harus dikerjakan bagi seorang mukmin dalam keadaan bagaimanapun.
Shalat yang diwajibkan dalam sehari semalam adalah lima kali. Untuk mengerjakannya terlebih dahulu kita harus mengetahui waktu-waktunya, karena dengan mengetahui waktu-waktu shalat, kita akan melaksanakannya sesuai aturan yang berlaku dan mempengaruhi kesahan shalat kita.













DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Zainal, Kunci Ibadah, Semarang: Karya Toha Putra, 2001
Al-Hazza, Ahmad Filyan, Tuntunan Shalat Lengkap, Bandung: Uba Press, TT
Alkaf, Abdullah Zaki, Fiqih Empat Mazhab, Bandung: Hasyimi, 2015
Azzam, Abdul Aziz Muhammad, Fiqih Ibadah, Jakarta: Amzah, 2015
Ibry, A.Hufaf, Terjemah Fathul Qorib Al-Mujib, Surabaya: Al-Miftah, TT
Rasjid, Sulaiman, Fiqih Islam, Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2016
Sadili, Ahmad Nawawi, Panduan Praktis dan Lengkap Shalat Fardhu dan Sunnah, Jakarta: Amzah, 2014







[1] Ahmad Nawawi Sadili, Panduan Praktis dan Lengkap Shalat Fardhu dan Sunnah, (Jakarta: Amzah, 2014) hal. 78-79
[2] Zainal Abidin, Kunci Ibadah, (Semarang: Karya Toha Putra, 2001) hal. 47
[3] Ahmad Nawawi Sadili, Panduan Praktis.....hal. 112
[4] Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam, (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2016) hal. 61
[5] Abdul Aziz Muhammad Azzam, Fiqih Ibadah, (Jakarta: Amzah, 2015) hal.154
[6] A.Hufaf Ibry, Terjemah Fathul Qorib Al-Mujib, (Surabaya: Al-Miftah, TT) hal. 153
[7] Abdullah Zaki Alkaf, Fiqih Empat Mazhab, (Bandung: Hasyimi, 2015) hal. 46-47
[8] A.Hufaf Ibry, Terjemah Fathul Qorib....hal. 154
[9] Abdul Aziz Muhammad Azzam, Fiqih Ibadah....hal.158
[10] Ahmad Nawawi Sadili, Panduan Praktis......hal. 114-116
[11] Abdullah Zaki Alkaf, Fiqih Empat Mazhab.....hal. 47
[12] Ahmad Nawawi Sadili, Panduan Praktis......hal. 234-309
[13] Ahmad Filyan Al-Hazza, Tuntunan Shalat Lengkap, (Bandung: Uba Press, TT) hal. 42
 

Sample Text

 
Blogger Templates