Social Icons

Sabtu, 19 Maret 2016

METODE ILMU PENDIDIKAN DALAM PANDANGAN FILSAFAT

METODE ILMU PENDIDIKAN DALAM PANDANGAN FILSAFAT

1. Pendidikan
            Pendidikan dalam arti luas adalah segala pengalaman belajar  yang berlangsung dalam segala hal lingkungan dan sepanjang hidup atau segala situasi hidup yang mempengaruhi pertumbuhan individu.
            Pendidikan dalam arti sempit adalah sekolah atau pengajaran yang diselenggarakan disekolah sebagai lembaga pendidikan formal .Pendidikan adalah segala pengaruh yang diupayakan sekolah terhadap anak dan remaja yang diserahkan kepadanya agar mempunyai kemampuan yang sempurna dan kesadaran penuh terhadap hubungan-hubungan serta tugas sosial mereka.
            Sedangkan pendidikan secara luas adalah usaha dasar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat dan pemerintahan , melalui kegiatan bimbingan, pengajaran yang berlangsung disekolah dan luar sekolah sepanjang hayat untuk mempersiapkan peserta didik agar dapat memainkan peranan hidup sekarang atau yang akan datang.Pendidikan atau pengalaman belajar yang terprogram dalam bentuk pendidikan formal dan non formal serta informasi disekolah maupun luar sekolah yang berlangsung seumur hidup bertujuan optimalisasi pertimbangan kemampuan individu agar kemudian hari dapat memainkan peranan hidup secara tepat.[1]
2. Hakekat Pendidikan
a. Pendidikan merupakan proses interaksi manusiawi yang ditandai keseimbangan
   antara kedaulatan subjek didik dengan kewibawaan pendidik.
b. Pendidikan merupakan usaha penyiapan subjek didik menghadapi lingkungan yang
    mengalami perubahan yang semakin pesat.
c. Pendidikan meningkatkan kualitas kehidupan pribadi dan masyarakat.
d. Pendidikan berlangsung seumur hidup.
e. Pendidikan merupakan kiat dalam menerapkan prinsip-prinsip ilmu pengetahuan
    dan teknologi bagi pembentukan manusia seutuhnya.[2]
3. Pentingnya filsafat dalam ilmu pendidikan
           Landasan filsafat pendidikan memberi perspektif filosofis yang seyogyanya merupakan “kacamata” yang dikenakan dalam memandang menyikapi serta melaksanakan tugasnya. Oleh karena itu maka ia harus dibentuk bukan hanya mempelajari tentang filsafat, sejarah dan teori pendidikan, psikologi, sosiologi, antropologi atau disiplin ilmu lainnya, akan tetapi dengan memadukan konsep-konsep, prinsip-prinsip serta pendekatan-pendekatannya kepada kerangka konseptual kependidikan. Pedagogik bersifat filosofis dan empiris. Berfikir filosofis pada satu sisi dan di pihak lain pengalaman dan penyelidikan empiris berjalan bersama-sama.    Pedagogik mewujudkan teori tindakan yang didahului dan diikuti oleh berfikir filosofis. Dalam berfikir filosofis tentang data normative pedagogic didahului dan diikuti oleh oleh pengalaman dan penyelesaikan empiris atas fenomena pendidikan.Itulah fenomena atau gejala pendidikan secara mikro.
           Tetapi ilmu pendidikan harus sedapat mungkin melakukan pengumpulan datanya sendiri langsung dari fenomena pendidikan, baik oleh partisipan-pengamat (ilmuwan) ataupun oleh pendidik sendiri yang juga biasa melakukan analisis apabila situasi itu memaksanya harus bertindak kreatif. Tentu saja untuk itu diperlukan prasyarat penguasaan atas sekurang-kurangnya satu ilmu Bantuyaitufilsafatumum.
4. Kajian Filsafat Ilmu Pendidikan
Dasar-dasar filsafah keilmuan terkait dalam arti dasar ontologis, dasar epistemologis, dan aksiologis,dandasar antropolgisi lmu pendidikan.[3]
1.Kajian ontologis ilmu pendidikan
           Pertama-tama panda latar filsafat diperlukan dasar ontologis dari ilmu pendidikan. Adapun aspek realitas yang dijangkau teori dan ilmu pendidikan melalui pengalaman pancaindra ialah dunia pengalaman manusia secara empiris. Objek materil ilmu pendidikan ialah manusia seutuhnya, manusia yang lengkap aspek-aspek kepribadiannya, yaitu manusia yang berakhlak mulia dalam situasi pendidikan atau diharapkan melampaui manusia sebagai makhluk sosial mengingat sebagai warga masyarakat ia mempunyai ciri warga yang baik(good citizenship atau kewarganegaraan yang sebaik-baiknya)
2.Kajian epistemologis ilmu pendidikan
           Dasar epistemologis diperlukan oleh pendidikan atau pakar ilmu pendidikan demi mengembangkan ilmunya secara produktif dan bertanggung jawab. Sekalipun pengumpulan data di lapangan sebagaian dapat dilakukan oleh tenaga pemula namun telaah atas objek formil ilmu pendidikan memerlukaan pendekatan fenomenologis yang akan menjalin studi empirik dengan studi kualitatif-fenomenologis. Pendekaatan fenomenologis itu bersifat kualitatif, artinya melibatkan pribadi dan diri peneliti sabagai instrumen pengumpul data secara pasca positivisme. Karena itu penelaaah dan pengumpulan data diarahkan oleh pendidik atau ilmuwan sebagaai pakar yang jujur dan menyatu dengan objeknya.
Karena penelitian tertuju tidak hanya pemahaman dan pengertian (verstehen, Bodgan & Biklen, 1982) melainkan unuk mencapai kearifan (kebijaksanaan) tentang fenomen pendidikan maka validitas internal harus dijaga betul dalm berbagai bentuk penlitian dan penyelidikan seperti penelitian eksperimental, penelitian tindakan, penelitian etnografis dan penelitian ex post facto. Inti dasar epistemologis ini adalah agar dapat ditentukan bahwa dalam menjelaskaan objek formalnya, telaah ilmu pendidikan tidaak hanya mengembangkan ilmu terapan melainkan menuju kepada telaah teori dan ilmu pendidikan sebgaai ilmu otonom yang mempunyi objek formil sendiri atau problematika sendiri sekalipun tidak dapat hanya menggunkaan pendekatan kuantitatif atau pun eksperimental (Campbell & Stanley, 1963). Dengan demikian uji kebenaran pengetahuan sangat diperlukan secara korespondensi, secara koheren dan sekaligus secara praktis dan atau pragmatis (Randall &Buchler,1942).
3.Kajian aksiologis ilmu pendidikan
           Kemanfaatan teori pendidikan tidak hanya perlu sebagai ilmu yang otonom tetapi juga diperlukan untuk memberikan dasar yang sebaik-baiknya bagi pendidikan sebagai proses pembudayaan manusia secara beradab. Oleh karena itu nilai ilmu pendidikan tidak hanya bersifat intrinsic sebagai ilmu seperti seni untuk seni, melainkan juga nilai ekstrinsik dan ilmu untuk menelaah dasar-dasar kemungkinan bertindak dalam praktek melalui kontrol terhadap pengaruh yang negatif dan meningkatkan pengaruh yang positif dalam pendidikan. Dengan demikian ilmu pendidikan tidak bebas nilai mengingat hanya terdapat batas yang sangat tipis antar pekerjaan ilmu pendidikan dan tugas pendidik sebagi pedagogic. Implikasinya ialah bahwa ilmu pendidikan lebih dekat kepada ilmu perilaku kepada ilmu-ilmu sosial, dan harus menolak pendirian lain bahwa di dalam kesatuan ilmu-ilmu terdapat unifikasi satu-satunya metode ilmiah (Kalr Perason,1990).
4.Kajian antropologis ilmu pendidikan
           Pendidikan yang intinya mendidik dan mengajar ialah pertemuan antara pendidik sebagai subjek dan peserta didik sebagai subjek pula dimana terjadi pemberian bantuan kepada pihak yang belakangan dalam upaayanya belajar mencapai kemandirian dalam batas-batas yang diberikan oleh dunia disekitarnya. Atas dasar pandangan filsafah yang bersifat dialogis ini maka 3 dasar antropologis berlaku universal tidak hanya  sosialitas, individualitas, moralitas, dasar antropologis, religiusitas.



5. Pedagogik sebagai ilmu murni menelaah fenomena pendidikan
           Sebaliknya ilmu pendidikan khususnya pedagogic (teoritis) adalah ilmu yang menyusun teori dan konsep yang praktis serta positif sebab setiap pendidik tidak boleh ragu-ragu atau menyerah kepada keragu-raguan prinsipil. Hal ini serupa dengan ilmu praktis lainnya yang mikro dan makro. Seperti kedokteran, ekonomi, politik dan hukum. Oleh karena itu pedagogic (dan telaah pendidikan mikro) serta pedagogic praktis dan andragogi (dan telaah pendidikan makro) bukanlah filsafat pendidikan yang terbatas menggunakan atau menerapkan telaah aliran filsafat normative yang bersumber dari filsafat tertentu. Yang lebih diperlukan ialah penerapan metode filsafah yang radikal dalam menelaah hakikat peserta didik sebagai manusia seutuhnya.
Implikasinya jelas bahwa batang tubuh (body of knowledge) ilmu pendidikan haruslah sekurang-kurangnya secara mikro mencakup :
1.         Relasiesame manusia sebagai pendidik dengan terdidik (person to person relationship)
2.         Pentingnya ilmu pendidikan memepergunakan metode fenomenologi secara kualitatif.
3.         Orang dewasa yang berpran sebagai pendidik (educator)
4.         Keberadaan anak manusia sebagai terdidik (learner, student)
5.         Tujaun pendidikan (educational aims and objectives)
6.         Tindakan dan proses pendidikan (educative process), dan
7.         Lingkungan dan lembaga pendidikan (educational institution).[4]
           Itulah lingkup pendidikan yang mikroskopis sebagai hasil telaah ilmu murni ilmu pendidikan dalam arti pedagogic (teoritis dan sistematis). Mengingat pendidikan juga dilakukan dalam arti luas dan makroskopis di berbagai lembaga pendidikan formal dan non-formal, tentu petugas tenaga pendidik di lapangan memerlukan masukan yang berlaku umum berupa rencana pelajaran atau konsep program kurikulum untuk lembaga yang sejenis. Oleh karena itu selain pedagogic praktis yang menelaah ragam pendidikan diberbagai lingkungan dan lembaga formal, informal dan non-formal (pendidikan luar sekolah dalam arti terbatas, dengan begitu, batang tubuh diatas tadi diperlukan lingkupnnya sehingga meliputi:
1.         Konteks sosial budaya (socio cultural contexs and education)
2.         Filsafat pendidikan (preskriptif) dan sejarah pendidikan (deskriptif)
3.         Teori, pengembangan dan pembinaan kurikulum, serta cabang ilmu pendidikan lainnya yang         bersifat preskriptif.
4.         Berbagai studi empirik tentang fenomena pendidikan
5.                  Berbagai studi pendidikan aplikatif (terapan) khususnya mengenai pengajaran.

           Sedangkan telaah lingkup yang makro dan meso dari pendidikan, merupakan bidang telaah utama yang memperbedakan antara objek formal dari pedagogic dari ilmu pendidikan lainnya. Karena pedagogic tidak langsung membicarakan perbedaan antara pendidikan informal dalam keluarga dan dalam kelompok kecil lainnya., dengan pendidikan formal (dan non formal) dalam masyarakt dan negara, maka hal itu menjadi tugas dari andragogi dan cabang-cabang lain yang relevan dari ilmu pendidikan. Itu sebabnya dalam pedagogic terdapat pembicaraan tentang factor pendidikan yang meliputi : (a) tujuan hidup, (b) landasan falsafah dan yuridis pendidikan, (c) pengelolaan pendidikan, (d) teori dan pengembangan kurikulum, (e) pengajaran dalam arti pembelajaran (instruction) yaitu pelaksanaan kurikulum dalam arti luas di lembaga formal dan non formal terkait.[5]





















Kesimpulan
           Jadi pedogogik merupakan pengetahuan praktis dan filsafat merupakan pengetahuan teoritis dalampendidikan.KajianFilsafatIlmuPendidikan
Dasar-dasaar filsafah keilmuan terkait dalam arti dasar ontologis, dasar epistemologis, dan aksiologis, dan dasar antropolgis ilmu pendidikan.Dan ilmu pendidikan merupakan pengembangan dari suatu fenomena yang diteliti oleh para pendidik professional demi meningkatkan mutu pendidikan.Oleh sebab itu filsafat merupakan dasar ilmu pedogogik karena mencakup aspek yang  luas dalam pendidikan baik pengetahuan umum dan sosial.


























Daftar Pustaka

Ahmadi,Drs.H.Abu(2001),Ilmu Pendidikan,Cetakan Kedua,Jakarta:Rineka Cipta
Desniarti(2002),Makalah Filsafat Sains,Bogor:Ipb
Langeveld,Mj,(1995),Pedagogik Teoritis Sistematis(Terjemahan),Bandung:Jemmars
Mudyahardjo,Drs,Redja(2002),Filsafat Ilmu Pendidikan,Cetakan Kedua,Bandung:Rosda
Mudyaharjo,Redjo,(2002),Pengantar Pendidikan,Jakarta:Rajawali Pres
Nunu Heryanto,(2002),Makalah Filsafat Sains,Bogor:Ipb




[1] Redjo Mudyaharjo,Pengantar Pendidikan,(Jakarta,Rajawali Pres)2002
[2] Ibid
[3] Mudyahardjo,Filsafat Ilmu Pendidikan,(Bandung,Rosda,Cetakan Kedua),2002,hal.6
[4] Desniarti,Makalah Falsafah Sains,Pps 702,(Bogor,Ipb),2002
[5] Nunu Heryanto,Makalah Falsafah Sains,Pps 702,(Bogor,Ipb)2002

Selasa, 15 Maret 2016

PERAN BADAN AMIL ZAKAT (BAZ) SEBAGAI PENGENTASAN KEMISKINAN

PERAN BADAN AMIL ZAKAT (BAZ) SEBAGAI PENGENTASAN KEMISKINAN

A.  PENDAHULUAN

Zakat merupakan sumber dana yang potensial untuk mengentaskan kemiskinan bila dikelola dengan baik dan benar. Zakat dapat berfungsi sebagai modal kerja bagi orang miskin untuk dapat membuka lapangan pekerjaan, sehingga ia bisa berpenghasilan dan dapat memenuhi kebutuhan hidupnnya.[1] Fakta sejarah menunjukkan bahwa pengelolaan zakat sejak kedatangan Islam dikelola oleh negara sehingga zakat akan dikelola dengan baik dan lebih tepat sasaran. Di zaman sekarang dalam pengelolaan zakat sudah memiliki lembaga amil zakat yang khusus mengelola zakat, wakaf dan sejenisnya, misalnya Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS). Namun masyarakat seringkali menyalurkan zakatnya secara langsung tanpa melalui lembaga amil zakat, dengan alasan dapat tersalurkan secara langsung. Sehingga zakat kerap kali tidak mencapai sasaran. Hasilnya pun tidak maksimal karena pengelolaannya tidak terorganisir dan tidak profesional. Semestinya, dengan dana zakat, program pemberantasan kemiskinan, pemenuhan pendidikan dasar, akses layanan kesehatan murah bahkan gratis bisa tercapai. Bila lembaga amil zakat swasta dan pemerintah bisa bekerja sama, mungkin potensi zakat tersebut bisa dimanfaatkan untuk mengurangi angka kemiskinan.[2] Berkaitan dengan itu maka pembahasan tentang peranan zakat terhadap pengentasan kemiskinan ini perlu diulas mengingat perekonomian negara kita sekarang yang tidak stabil yang tentu saja akan berpengaruh pada perekonomian masyarakat, terutama masyarakat miskin.
            Pensyariatan zakat beserta penjelasan tentang harta-harta yang wajib dizakatkan, nisab, dan kadarnya secara sistematis muncul sekitar tahun ke-2 Hijriah. Kemudian tahun ke-9 Hijriah Allah menurunkan surat at-Taubah ayat 60 yang menjelaskan tentang mustahik zakat (orang-orang yang berhak menerima zakat), ketentuan, dan kadar zakat. Pada masa Rasulullah pemungutan dan pendistribusian zakat dilakukan oleh Rasulullah sendiri. Kadang kala beliau menunjuk amil (petugas) zakat. Misalnya, Umar Ibnu Khattab diutus untuk memungut zakat ke negeri Yaman. Khalid Ibnu Walid diutus ke Shan’a, al-Muhajir Ibnu Umayyah ke Kindah, Zaid Ibnu Said ke Hadralmaut,  Muaz Ibnu Jabal ke Yaman dan lain sebagainya. Dalam mendisrtribusikan zakat pada masa Nabi menganut sistem desentralisasi. Zakat yang sudah dikumpulkan didistribusikan lagi kepada para mustahik yang berada di daerah atau desa yang berada dekat tempat pemungutan zakat tersebut.
            Setelah Nabi Muhammad wafat, pada masa Abu Bakar Shiddiq sebagian suku bangsa Arab melakukan pembangkangan terutama di daerah Yaman untuk membayar zakat. Abu Bakar dengan sikap tegas memerangi mereka. Apa yang telah dilaksanakan oleh Rasulullah dan Abu Bakar dalam pengelolaan zakat dilanjutkan oleh Umar ibnu Khattab. Pada masanya wilayah dan kekuasaan Islam semakin meluas. Dalam pemungutan dan pendistribusian zakat, Umar menunjuk dua orang amil zakat untuk setiap daerah. Fakta sejarah ini menunjukkan bahwa pengelolaan zakat sejak kedatangan Islam dikelola oleh negara. Pemerintah melalui amil zakat mempunyai tugas dan wewenang untuk memungut dan mendistribusikan zakat.[3]
            Karya tulis ini akan mengulas tentang pengertian zakat, dalil yang mewajibkan zakat, Peran Badan Amil Zakat (BAZ) sebagai solusi pengentasan kemiskinan, serta bagaimana tata kelola zakat yang benar dan efektif sehingga peran Badan Amil Zakat (BAZ) sebagai solusi pengentasan kemiskinan dapat benar-benar terwujud. Pembahasan tentang peranan zakat terhadap pengentasan kemiskinan ini perlu diulas mengingat perekonomian negara kita sekarang yang tidak stabil yang tentu saja akan berpengaruh pada perekonomian masyarakat, terutama masyarakat miskin.

B.  PEMBAHASAN
1.      Peran
Dalam kamus lengkap bahasa Indonesia peran adalah pemain; lakon yang dimainkan.[4] Peran dapat berarti 1). Bertindak sebagai; 2). Sesuatu yang diharapkan dimiliki oleh orang-orang yang memiliki kedudukan dalam masyarakat; 3). Sebagian dari tugas utama yang harus dilakukan. Peran tersebut bisa dilakukan oleh personal, organisasi, dan institusi baik yang bersifat formal maupun non formal.[5]
2.      Badan Amil Zakat (BAZ)
Dalam keputusan menteri agama republik Indonesia No. 581 Tahun 1999 tentang pelaksanaan UU No. 38 Tahun 1999 tentang pengelolaan zakat di dalam pasal 1 ayat 1 disebutkan bahwa yang dimaksud dengan Badan Amil Zakat itu adalah organisasi pengelola zakat yang dibentuk oleh pemerintah terdiri dari unsur masyarakat dan pemerintah dengan tugas mengumpulkan, mendistribusikan dan mendayagunakan zakat sesuai dengan ketentuan agama.[6]
3.      Pengentasan
Pengentasan berasal dari kata entas yang mendapatkan awalan “pe” dan akhiran “an” yang menurut kamus lengkap bahasa Indonesia entas berarti memperbaiki nasib, menarik ke atas, mengangkat dari suatu tempat lain.[7] Jadi dapat kita simpulkan bahwa kata pengentasan berarti salah satu usaha untuk meperbaiki nasib, atau usaha untuk mengangkat derajat seseorang dari derajat yang rendah menuju derajat yang lebih tinggi.
4.      Kemiskinan
Kemiskinan berasal dari kata miskin yang mendapatkan awalan “ke” dan akhiran “an” yang menurut kamus lengkap bahasa Indonesia miskin berarti melarat, tidak punya apa-apa.[8] Miskin juga dapat diartikan dengan tidak berharta benda; serba kekurangan (berpenghasilan sangat rendah)[9]. Orang yang miskin ini identik dengan orang yang tinggal dirumah yang sangat sederhana dan serba kekurangan, jadi dapat kita simpulkan bahwa kemiskinan adalah situasi masyarakat atau sebagian masyarakat yang serba kekurangan dan hanya dapat memenuhi makanan, pakaian, dan perumahan yang sangat diperlukan untuk mempertahankan tingkat kehidupan mereka yang minimum.

1.      Kedudukan Zakat dalam Islam
Zakat adalah salah satu rukun Islam yang lima.[10] Secara bahasa zakat berarti tumbuh,[11] suci, berkah,[12] dan baik.[13] Menurut istilah zakat adalah membersihkan harta benda,[14] kadar harta yang tertentu yang diberikan kepada yang berhak menerimanya dengan beberapa syarat. Menurut kamus lengkap bahasa Indonesia zakat adalah harta yang jumlahnya sudah ditentukan untuk dikeluarkan umat Islam kepada yang berhak menerima.[15] Zakat menjadi perwujudan ibadah seseorang kepada Allah sekaligus sebagai perwujudan dari rasa kepedulian sosial. Bisa dikatakan seseorang yang melaksanakan zakat dapat mempererat hubungannya kepada Allah (hablunminallah), dan hubungan kepada manusia (hablunminannas). Dengan demikian pengabdian sosial dan pengabdian kepada Allah SWT adalah inti dari ibadah zakat.
Zakat merupakan sarana pendidikan bagi jiwa manusia untuk:
1.      Bersyukur kepada Allah
Melaksanakan zakat merupakan bentuk rasa syukur kita atas nikmat dan rizki yang selalu diberikan Allah kepada kita berupa harta benda dan lainnya. Bila kita selalu bersyukur maka Allah akan menambah nikmatnya kepada kita, sebagaimana firman Allah dalam Al-qur’an:
øŒÎ)ur šc©Œr's? öNä3š/u ûÈõs9 óOè?öx6x© öNä3¯RyƒÎV{ ( ûÈõs9ur ÷LänöxÿŸ2 ¨bÎ) Î1#xtã ÓƒÏt±s9   
Artinya: Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih".[16]

2.      Menanamkan sikap empati[17] kepada sesama manusia
Dengan adanya pensyariatan zakat ini dapat melatih manusia agar dapat merasakan apa yang dirasakan oleh orang-orang yang serba kekurangan disekitarnya, seperti orang fakir dan miskin.
3.      Menanamkan sikap jujur
Zakat juga merupakan sarana bagi manusia untuk melatih kejujuran antar sesama.
4.      Memupuk sikap saling percaya
Sikap saling percaya antar sesama manusia sangatlah diperlukan, dengan adanya sikap saling percaya maka kehidupan antar sesama akan harmonis dan tidak damai. Dan zakat ini merupakan salah satu cara yang efektif untuk memupuk sikap saling percaya antar sesama tersebut.
5.      Menumbuhkan sikap rela berkorban
Dengan adanya pensyariatan zakat ini maka akan menumbuhkan sikap rela berkorban kepada sesama, dan membantu orang-orang disekitar yang kekurangan harta benda.
6.      Melatih keikhlasan
Zakat juga merupakan sarana untuk melatih keikhlasan. Memberi kepada orang-orang yang serba kekurangan dengan niat ikhlas hanya karena Allah.
7.      Mencintai sesama
Zakat juga merupakan bentuk perwujudan dari rasa cinta kita kepada sesama manusia.
8.      Mempererat tali persaudaraan kepada sesama manusia
Mempererat tali persaudaraan (sillaturrahim) kepada sesama manusia merupakan salah satu kewajiban bagi setiap pribadi muslim. Dan dengan zakat ini maka akan terciptalah hubungan sillaturrahim yang harmonis antar sesama manusia tersebut, sehingga akan tercipta pula persatuan dan kesatuan (ukhuwah Islamiah) antar sesama manusia.
9.      Zakat juga dapat membentuk masyarakat agar memiliki sifat saling menanggung, saling menjamin dan saling mengasihi antara sesama.
Jadi, prinsip zakat meliputi dasar-dasar yang sangat luas. Sehingga zakat adalah kewajiban untuk melaksanakan tugas ekonomi, sosial dan tanggung jawab moral.[18]   
2.      Dalil Yang Mewajibkan Zakat                   
Diantara dalil yang mewajibkan zakat adalah firman Allah swt. Dalam Al-Qur’an:
(#qßJŠÏ%r&ur no4qn=¢Á9$# (#qè?#uäur no4qx.¨9$# (#qãèx.ö$#ur yìtB tûüÏèÏ.º§9$#   
Artinya: Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku'.[19]

Ayat ini merupakan salah satu dari banyak ayat yang mengandung perintah untuk melaksanakan zakat.
Perintah zakat ini diperkuat kembali oleh hadits Nabi saw:
بُنِىَ الاِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ ׃ شَهَادَةِ اَنْ لآ اِلَهَ اِلاَّ اﷲُ وَاَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلَ اﷲِ ٬ وَاِقَامِ الصَّلاَةِ ٬ وَاِيْتَاءِ الزَّكَاةِ ٬ وَالْحَجِّ الْبَيْتِ ٬ وَصَوْمِ رَمَضَانَ
Artinya: "Islam ditegakkan di atas 5 dasar: 1) Bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang hak kecuali Allah, dan bahwasanya Muhammad itu adalah utusan Allah, 2) Mendirikan shalat lima waktu, 3) Membayar zakat, 4)  mengerjakan ibadah haji ke Baitullah, 5) Berpuasa dalam bulan Ramadhan." (H.R. Bukhari dan Muslim).[20]
            Hadits di atas semakin memperkuat dalil betapa wajib dan pentingnya melaksanakan zakat. Karena zakat merupakan salah satu dari lima dasar tegaknya agama Islam yang mulia ini.
Zakat terbagi menjadi dua. Pertama, zakat maal adalah zakat yang dikeluarkan atas harta yang telah mencapai nishab dan telah sesuai dengan ketentuan zakat. Zakat ini meliputi binatang ternak, emas dan perak, biji-bijian dan buah-buahan, harta perniagaan, hasil tambang, dan harta timbunan.
Kedua, zakat fitrah adalah zakat terhadap jiwa yang wajib dikeluarkan oleh setiap muslim yang masih memiliki bekal makanan hingga esok hari, untuk membersihkan, dirinya dan keluarga yang menjadi tanggung jawabnya.[21] Adapun besarnya sejumlah 2,5 kg atau 3,5 liter beras, ataupun dengan sejumlah uang seharga 2,5 kg/3,5 liter beras yang biasa keluarga itu konsumsi.[22]
3.      Peran Badan Amil Zakat (BAZ) Sebagai Solusi Pengentasan Kemiskinan
Zakat merupakan sumber dana yang cukup potensial untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu dibutuhkan suatu organisasi yang profesional untuk mengelolanya. Pengelolaan zakat yang dimaksud adalah mencakup kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasaan dalam pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaaan zakat.  
       Badan amil zakat yang dibentuk di tingkat nasional disebut Badan Amil Zakat Nasional disingkat BAZNAS. Badan Amil Zakat adalah salah satu bentuk dari berbagai macam organisasi yang ada di Indonesia. Yaitu organisasi jenis pengelolaan zakat yang dibentuk oleh pemerintah dengan kepengurusan terdiri atas unsur masyarakat dan pemerintah. Badan Amil Zakat ini berkedudukan di Jakarta sebagai Ibu kota Negara. Pengurus badan amil zakat nasional diangkat dengan keputusan Presiden atas usulan Menteri Agama dan susunan organisasi Badan Amil Zakat Nasional memiliki tiga unsur penting yaitu, Badan Pelaksana, Dewan Pertimbangan, Komisi Pengawas.[23]
Undang-undang RI nomor 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat bab III pasal 6 dan pasal 7 menyatakan bahwa lembaga pengelola zakat di Indonesia terdiri dari dua macam, yaitu Badan Amil Zakat (BAZ), dan Lembaga Amil Zakat (LAZ). Badan Amil Zakat dibentuk oleh pemerintah, sedangkan Lembaga Amil Zakat didirikan oleh masyarakat. Dalam buku petunjuk teknis pengelolaan zakat yang dikeluarkan oleh Institut Manajemen Zakat (2001) dikemukakan susunan organisasi lembaga pengelola zakat seperti Badan Amil Zakat adalah sebagaimana berikut.
1.      Susunan Organisasi Badan Amil Zakat
a.       Badan Amil Zakat terdiri atas Dewan Pertimbangan, Komisi Pengawas dan Badan Pelaksana.
b.      Dewan Pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)meliputi unsur ketua, sekretaris dan anggota.
c.       Komisi Pengawas sebagaimana dimaksud ayat (1) meliputi unsur ketua, sekretaris dan anggota.
d.      Badan Pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi unsur ketua, sekretaris, bagian keuangan, bagian pengumpulan, bagian pendistribusian dan pendayagunaan.
e.       Anggota pengurus Badan Amil Zakat terdiri atas unsur masyarakat dan unsur pemerintah. Unsur masyarakat terdiri atas unsur ulama, kaum cendekia, tokoh masyarakat, tenaga profesional dan lembaga pendidikan yang terkait.[24]
2.      Persyaratan Pengelola Badan Amil Zakat (BAZ)
            Standarisasi dari kualitatif[25] SDM (Sumber Daya Manusia) yang akan duduk di lembaga zakat seperti Badan Amil Zakat (BAZ) disesuaikan dengan persyaratan yang diajukan para ahli fiqih, yaitu:
a.       Seorang Muslim
b.      Mempunyai kapabilitas[26] dalam bertugas
c.       Mengetahui perannya dalam lembaga tersebut
d.      Dapat dipercaya[27]
3.      Fungsi dan tugas pokok pengurus Badan Amil Zakat (BAZ)
a.       Dewan Pertimbangan
1)      Fungsi
Memberikan pertimbangan, fatwa, saran, dan rekomendasi kepada Badan Pelaksana dan Komisi Pengawas dalam pengelolaan Badan Amil Zakat, meliputi aspek syariah dan aspek manajeral.
2)      Tugas pokok
a)      Membeerikan garis-garis kebijakan umum Badan Amil Zakat.
b)      Mengesahkan rencana kerja dari Badan Pelaksana dan Komisi Pengawas.
c)      Mengeluarkan fatwa Syariah baik diminta maupun tidak berkaitan dengan hukum zakat yang wajib diikuti oleh pengurus Badan Amil Zakat.
d)     Memberikan pertimbangan, saran dan rekomendasi kepada Badan Pelaksana dan Komisi Pengawas baik diminta maupun tidak.
e)      Memberikan persetujuan atas laporan tahunan hasil kerja Badan Pelaksana dan Komisi Pengawas.
f)       Menunjuk Akuntan Publik.

b.      Komisi Pengawas
1)      Fungsi
Sebagai pengawas internal lembaga atas operasional kegiatan yang dilaksanakan Badan Pelaksana.
2)      Tugas Pokok
a)      Mengawasi pelaksanaan rencana kerja yang telah disahkan.
b)      Mengawasi pelaksanaan kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan Dewan Pertimbangan.
c)      Mengawasi operasional kegiatan yang dilaksanakan Badan Pelaksana, yang mencakup pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan.
d)     Melakukan pemeriksaan operasional dan pemeriksaan syariah.[28]

c.       Badan Pelaksana
1) Fungsi
  Sebagai pelaksana pengelolaan zakat.
2) Tugas Pokok
a)      Membuat rencana kerja.
b)      Melaksanakan oprasional pengelolaan zakat sesuai rencana kerja yang telah disahkan dan sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan.
c)      Menyusun laporan tahunan.
d)     Menyampaikan laporan pertanggungjawaban kepada pemerintah.
e)      Bertindak dan bertanggungjawab untuk dan atas nama Badan Amil Zakat ke dalam maupun ke luar.
Salah satu tugas penting lain dari lembaga pengelolaan zakat adalah melakukan sosialisasi tentang zakat kepada masyarakat secara terus-menerus dan berkesinambungan, melalui berbagai forum dan media, seperti:
1.      Khutbah Jum’at
Shalat jum’at merupakan saat dimana orang-orang dari berbagai tempat berkumpul bersama dimasjid untuk melaksanakan kewajiban berupa shalat jum’at dan mendengarkan khutbah. Disaat khutbah jum’at inilah merupakan saat yang sangat tepat untuk menyampaikan sosialisasi betapa pentingnya zakat bagi kehidupan.
2.      Media Ta’lim
Media ta’lim disini meliputi media cetak seperti surat kabar, majalah, buletin, jurnal dan lain-lain. Serta media massa seperti radio, televisi, handphone,  internet dan lain-lain. Media-media tersebut merupakan forum yang sangat tepat untuk melakukan sosialisasi tetang zakat karena setiap orang selalu berinteraksi dengan media-media tersebut hampir setiap waktu.
3.      Seminar dan Diskusi
Melalui seminar dan diskusi juga merupakan saat yang tepat untuk menyampaikan sosialisasi tentang zakat.
Dengan sosialisasi yang baik dan optimal diharapkan masyarakat sebagai muzakki akan semakin sadar untuk membayar zakat melalui lembaga zakat yang kuat, aman dan tepercaya.[29]
Salah satu cara agar lebih efektif dalam mengentaskan kemiskinan ini maka Badan Amil Zakat (BAZ) dapat melakukan kerja sama dengan institusi masjid karena wilayah kerja BAZ biasanya terbatas. Kalau BAZ melakukan kerja sama dengan masjid dalam pengerahan dana zakat umat, tentulah dana zakat akan banyak terhimpun. Dan disinilah letak manfaat adanya BAZ.
Zakat yang dikumpulkan oleh lembaga pengelola zakat, harus segera disalurkan kepada para mustahik (Penerima zakat) sesuai dengan skala prioritas yang telah disusun dalam program kerja. Zakat tersebut harus disalurkan kepada para mustahik sebagaimana tersurat dalam Al-Qur’an.
$yJ¯RÎ) àM»s%y¢Á9$# Ïä!#ts)àÿù=Ï9 ÈûüÅ3»|¡yJø9$#ur tû,Î#ÏJ»yèø9$#ur $pköŽn=tæ Ïpxÿ©9xsßJø9$#ur öNåkæ5qè=è% Îûur É>$s%Ìh9$# tûüÏB̍»tóø9$#ur Îûur È@Î6y «!$# Èûøó$#ur È@Î6¡¡9$# ( ZpŸÒƒÌsù šÆÏiB «!$# 3 ª!$#ur íOŠÎ=tæ ÒOÅ6ym  
Artinya:
“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (Q.S.At-Taubah[9]:60)
Dari ayat diatas dapat disimpulkan bahwa yang berhak menerima zakat ialah:
1.      Orang fakir: orang yang amat sengsara hidupnya, tidak mempunyai harta dan tenaga untuk memenuhi penghidupannya.
2.      Orang miskin: orang yang tidak cukup penghidupannya dan dalam keadaan kekurangan.
3.      Pengurus zakat: orang yang diberi tugas untuk mengumpulkan dan membagikan zakat.
4.      Muallaf: orang kafir yang ada harapan masuk Islam dan orang yang baru masuk Islam yang imannya masih lemah.
5.      Memerdekakan budak: mencakup juga untuk melepaskan Muslim yang ditawan oleh orang-orang kafir.
6.      Orang berhutang: orang yang berhutang karena untuk kepentingan yang bukan maksiat dan tidak sanggup membayarnya. Adapun orang yang berhutang untuk memelihara persatuan umat Islam dibayar hutangnya itu dengan zakat, walaupun ia mampu membayarnya.
7.      Pada jalan Allah (sabilillah): Yaitu untuk keperluan pertahanan Islam dan kaum muslimin. di antara mufasirin ada yang berpendapat bahwa fisabilillah itu mencakup juga kepentingan-kepentingan umum seperti mendirikan sekolah, rumah sakit dan lain-lain.
8.      Orang yang sedang dalam perjalanan yang bukan maksiat mengalami kesengsaraan dalam perjalanannya.

C.    PENUTUP
KESIMPULAN
            Badan Amil Zakat (BAZ) adalah lembaga yang melakukan pengelolaan zakat dalam rangka menghimpun zakat dari masyarakat untuk didistribusikan kepada orang-orang yang berhak menerima zakat.
Apabila fungsi Badan Amil Zakat (BAZ) sebagai tempat penyaluran zakat dapat berfungsi sebagaimana mestinya, dengan cara dikelola dengan baik dan efektif serta dibagikan kepada para penerima zakat dengan tepat sasaran, maka peran Badan Amil Zakat sebagai pengentasan kemiskinan akan dapat terwujud. Tapi untuk mewujudkan hal itu tentunya perlu kerjasama yang baik dari semua pihak, mulai dari rakyat sampai kepada pemerintah.  
SARAN
1.      Kepada BAZ hendaknya meningkatkan kualitas layanan dan fasilitas dalam rangka membantu masyarakat dalam menyalurkan zakatnya.
2.      Kepada masyarakat hendaknya bersedia memanfaatkan fasilitas pemerintah berupa BAZ untuk menyalurkan zakatnya agar tepat sasaran.



DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Zainal, Kunci Ibadah, Semarang: Toha Putra, 2001
Hafidhuddin, Didin, Zakat dalam Perekonomian Modern, Jakarta: Gema Insani,  2002
Jaya, Agus, Bekal Abadi Muslim, Indralaya: Pondok Pesantren Al-Ittifaqiah, 2012
Qaradhawi, Yusuf, Spektrum Zakat dalam Membangun Ekonomi Kerakyatan, Jakarta: Zikrul Hakim, 2005
Rasjid, Sulaiman, Fikih Islam, Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2012
Rozalinda, Ekonomi Islam, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,2015
Sugono, Dendy, Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2008
Yuniar, Tanti, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia,T.Tp: Agung Media Mulia, TT
http://www.ahmadzain.com/read/karya-tulis/384/pengertian-zakat-infak-dan-sedekah/ di akses tanggal 12 september 2015
http://www.beasiswajogja.org/2013/03/manfaat-zakat-terhadap-pemberdayaan_4676.html diakses tanggal 17 september 2015




[1] Rozalinda, Ekonomi Islam, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2015, hal.271
[3] Rozalinda, Ekonomi..., hal.275
[4] Tanti Yuniar, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, T.Tp: Agung Media Mulia, TT, hal.471
[6] https://saidanaziz.wordpress.com/2012/10/18/baz-dan-laz/(di akses tanggal 15 November 2015 pukul 10.09)
[7] Tanti Yuniar, Kamus...., hal:186
[8] Tanti Yuniar, Kamus...., hal:412
[9] Dendy Sugono, Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2008  hal.1032
[10] Sulaiman Rasjid, Fikih Islam, Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2012  hal.192
[11] Rozalinda, Ekonomi..., hal.247
[12] Agus Jaya, Bekal Abadi Muslim, Indralaya, Pondok Pesantren Al-Ittifaqiah, 2012 hal.145
[13]http://www.ahmadzain.com/read/karya-tulis/384/pengertian-zakat-infak-dan-sedekah/ (di akses tanggal 12 september 2015 pukul 15.45)
[14] Zainal Abidin, Kunci Ibadah, Semarang: Toha Putra, 2001  hal.110
[15] Tanti Yuniar, Kamus...., hal.623
[16]  Q.S. Ibrahim [14]: ayat 7
[17] Empati artinya kondisi mental yang membuat seseorang merasa dirinya dalam perasaan yang sama dengan orang lain. (Tanti Yuniar, Kamus...., hal.184)
[19] Q. S. Al-Baqarah [2]: 43
[20] Sulaiman Rasjid, Fikih..., hal.192-193
[21] Agus Jaya, Bekal...., hal.145
[22] http://www.beasiswajogja.org/2013/03/manfaat-zakat-terhadap-pemberdayaan_4676.html (diakses tanggal 17 september 2015 pukul 21.30)
[23] https://prezi.com/edmtt5yhgdus/struktur-organisasi-baz-dan-laz/(diakses tanggal 01 November 2015 pukul 09.30)
[24] Didin Hafidhuddin, Zakat dalam Perekonomian Modern, Jakarta: Gema Insani, 2002 hal. 130
[25] Kualitatif artinya mutu. (Tanti Yuniar, Kamus...., hal:345)
[26] Kapabilitas, artinya sama dengan Kompetensi, yaitu Kemampuan. Namun pemaknaan kapabilitas tidak sebatas memiliki keterampilan (skill) saja namun lebih dari itu, yaitu lebih paham secara mendetail sehingga benar benar menguasai kemampuannya dari titik kelemahan hingga cara mengatasinya. (http://telukbone.blogspot.com/2014/02/pengertian-kompetensi-kapabilitas.html/ diakses tanggal 01 November 2015 pukul 09.40)
[27] Yusuf Qaradhawi, Spektrum Zakat dalam Membangun Ekonomi Kerakyatan, Terj.Sari Narulita, Jakarta: Zikrul Hakim, 2005, hal.124
[28]Didin Hafidhuddin, Zakat..., hal.130-131
[29] http://cakzainul.blogspot.co.id/2010/01/makalah-lembaga-pengelolaan-zakat.html/(diakses tanggal 01 November 2015 pukul 09.40)
 

Sample Text

 
Blogger Templates