Social Icons

Selasa, 28 Februari 2017

KONSEP KURIKULUM DALAM PENDIDIKAN

BAB I

PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
Pendidikan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam kehidupan masa kini, bahkan diera globalisasi ini tingkat pendidikan mempengaruhi daya saing baik perseorangan maupun daya saing bangsa di internasional. Belajar merupakan pokok dari pendidikan, proses belajar mengajar dengan menjadikan guru dan peserta didik sebagai komponen utamanya tidak terikat waktu dan tempat. Salah satu instrumen penting dalam menunjang proses pembelajaran agar terpadu dan merata ialah dengan menerapkan kurikulum yang sama.
Berbicara mengenai kurikulum, bangsa kita sendiri Indonesia telah mengalami banyak perubahan kurikulum bukan hanya subtansinya saja tetapi juga terdapat istilah-istilah yang disesuaikan dengan kebutuhan zaman. Perubahan kurikulum yang ada sering kali memaksa guru agar bisa mendesain pembelajaraan yang berpusat pada siswa (student centre). Hal ini baik adanya dan merupakan motivasi bagi guru agar bisa selalu berusaha mengup date wawasan dan pengetahuan berkaitan dengan kurikulum yang berlaku sehingga pembelajaran dapat didesain sedemikian rupa dan mencapai tujuan pembelajaran nasional.
B.     Rumusan masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan kurikulum?
2.      Bagaimana peranan dan fungsi kurikulum?
3.      Bagaimana konsep kurikulum dalam pendidikan?
4.      Bagaimana kurikulum dan teori-teori pendidikan?
5.      Bagaimana kedudukan kurikulum dalam pendidikan?

C.    Tujuan
1.      Untuk mengatahui pengertian kurikulum.
2.      Untuk mengetahui peranan dan fungsi kurikulum.
3.      Untuk mengetahui konsep kurikulum dalam pendidikan.
4.      Untuk mengetahui kurikulum dan teori-teori pendidikan.
5.      Mengetahui dan memahami kurikulum dalam pendidikan.

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian kurikulum

Secara etimologis istilah kurikulum berasal dari bahasa Yunani yaitu curir yang artinya “pelari” dan curere yang berarti ”tempat berpacu”. Istilah kurikulum berasal dari dunia olahraga, terutama dalam bidang atletik pada zaman romawi kuno di Yunani. Dalam bahasa prancis istilah kurikulum berasal dari kata courier yang berarti berlari. Kurikulum berarti suatu jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari dari garis start sampai dengan garis finish untuk memperoleh medali atau penghargaan. Jarak yang harus ditempuh tersebut kemudian diubah menjadi program sekolah dan semua orang yang terlibat didalamnya. Program tersebut berisi mata pelajaran yang harus ditempuh oleh peserta didik selama kurun waktu tertentu.[1]
Kurikulum juga dapat diartikan sebagai seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, kompetensi dasar, materi standar, dan hasil belajar, serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai kompetensi dasar dan tujuan pendidikan.[2]
Berdasarkan studi yang telah dilakukan oleh banyak ahli, dapat disimpulkan bahwa pengertian kurikulum dapat ditinjau dari dua sisi yang berbeda, yakni menurut pandangan lama dan pandangan baru.
Pertama, Pandangan lama atau sering juga disebut pandangan tradisional merumuskan bahwa kurikulum adalah sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh murid untuk memperoleh ijazah.
Pengertian tadi mempunyai implikasi sebagai berikut:
1.      Kurikulum terdiri atas sejumlah mata pelajaran. Mata pelajaran sendiri pada hakikatnya adalah pengalaman nenek moyang di masa lampau. Berbagai pengalaman tersebut dipilih, dianalisis, serta disusun, secara sistematis dan logis, sehingga muncul mata pelajaran seperti sejarah, ilmu bumi, ilmu hayat, dan sebagainya.
2.      Mata pelajaran adalah sejumlah informasi atau pengetahuan, sehingga penyampaian mata pelajaran pada siswa akan membentuk mereka menjadi manusia yang mempunyai kecerdasan berfikir.
3.      Mata pelajaran menggambarkan kebudayaan masa lampau. Adapun pengajaran berarti penyampaian kebudayaan kepada generasi muda.
4.      Tujuan mempelajari mata pelajaran adalah untuk memperoleh ijazah. Ijazah diposisikan sebagai tujuan, sehingga menguasai mata pelajaran berarti telah mencapai tujuan belajar.
5.      Adanya aspek keharusan bagi setiap siswa untuk mempelajari mata pelajaran yang sama. Akibatnya, faktor minat dan kebutuhan siswa tidak dipertimbangkan dalam penyusunan kurikulum.
6.      Sistem penyampaian yang digunakan oleh guru adalah sistem penuangan (imposisi). Akibatnya dalam kegiatan belajar gurulah yang lebih banyak besikap aktif, seangkan siswa hanya bersifat pasif belaka.
Kedua, pandangan baru (modern) sebagaimana dikemukakan oleh Romine (1954) yang dapat diimplikasikan dalam perumusan berikut ini:
1.      Tafsiran tentang kurikulum bersifat luas, karena kurikulum bukan hanya terdiri atas mata pelajaran (courses), tetapi meliputi semua kegiatan dan pengalaman yang menjadi tanggung jawab sekolah.
2.      Sesuai dengan pandangan ini, berbagai kegiatan di luar kelas (yang dikenal dengan ekstrakurikuler) sudah tercakup dalam pengertian kurikulum. Oleh karena itu, tidak ada pemisahan antara intra dan ekstrakurikulum.
3.      Pelaksanaan kurikulum tidak hanya dibatasi pada keempat dinding kelas saja, melainkan dilaksanakan baik didalam maupun di luar kelas, sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai.
4.      Sistem penyampaian yang dipergunakan oleh guru disesuaikan dengan kegiatan atau pengalaman yang akan disampaikan. Oleh karena itu, guru harus mengadakan berbagai kegiatan belajar-mengajar yang bervariasi, sesuai dengan kondisi siswa.
5.      Tujuan pendidikan bukanlah untuk menyampaikan mata pelajaran (courses) atau bidang pengetahuan yang tersusun, melainkan pembentukan pribadi anak dan belajar cara hidup didalam masyarakat.[3]
Ada sejumlah ahli teori kurikulum yang berpendapat bahwa kurikulum bukan hanya meliputi semua kegiatan yang direncanakan melainkan juga peristiwa-peristiwa yang terjadi dibawa pengawasan sekolah, jadi selain kegiatan kurikuler yang formal juga kegiatan yang tak formal.
Kurikulum formal meliputi
a.       Tujuan pelajaran, umum dan spesifik.
b.      Bahan pelajaran yang tersusun sistematis
c.       Strategi belajar mengajar serta kegiatan kegiatanya.
d.      Sistem evaluasi untuk mengetahui hingga mana tujuan tercapa. Kurikulum tak formal terdiri atas kegiatan kegiatan yang juga direncanakan akan tetapi tidak berkaitan langsung dengan pelajaran akademis dan kelas tertentu. Kurikulum ini dipandang sebagi pelengkap kurikulum formal. Yang termasuk kurikulum tak formal ini antara lain: pertunjukan sandiwara, pertandingan antar kelas atau antar sekolah, perkumpulan bergabagi hobby, pramuka dan lain-lain.[4]
Dalam studi tentang kurikulum, dikenal pula beberapa konsep kurikulum seperti:
1.      Kurikulum ideal (ideal curriculum), yaitu kurikulum yang berisi sesuatu yang baik, yang diharapkan atau dicita-citakan.
2.      Kurikulum nyata (real curriculum), yaitu kegiatan kegiatann nyata yang dilakukan dalam proses pembelajaran atau yang menjadi kenyataan dari kurikulum yang direncanakan.
3.      Kurikulum tersembunyi (hidden curriculum), yaitu segala sesuatu yang mempengaruhi peserta didik secara positif ketika sedang mempelajari sesuatu.
4.      Kurikulum dan pembelajaran (curriculum and instruction) yaitu dua istilah yang berbeda tetapi tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Perbedaanya hanya terletak pada tingkatanya. Kurikulum menunjuk pada suatu program yang bersifat umum, untuk jangka lama, dan tidak dapat dicapai dalam waktu seketika, sedangkan pembelajaran bersifat realitas atau nyata, sifatnya khusus dan harus dicapai saat itu juga.[5]


B.     Peranan dan Fungsi Kurikulum
Sebagai program pendidikan yang telah direncanakan secara sistematis, kurikulum mengemban peranan yang sangat penting bagi pendidikan siswa. Apabila dianalisis sifat dari masyarakat dan kebudayaan, dengan sekolah sebagai institusi sosial dalam melaksanakan operasinya, maka dapat ditentukan paling tidak tiga peranan kurikulum yang sangat penting, yakni peranan konservatif, peranan kritis atau evaluatif, dan peranan kreatif. Ketiga peranan ini sama penting dan perlu  dilaksanakan secara seimbang.
1.      Peranan Konservatif
Salah satu tanggung jawab kurikulum adalah mentransmisikan dan menafsirkan warisan sosial pada generasi muda. Dengan demikian, sekolah sebagai suatu lembaga sosial dapat memengaruhi dan membina tingkah laku siswa sesuai dengan berbagai nilai sosial yang ada dalam masyarakat, sejalan dengan peranan pendidikan sebagai suatu proses sosial. Ini seiring dengan hakikat pendidikan itu sendiri, yang berfungsi sebagai jembatan antara para siswa selaku anak didik dengan orang dewasa, dalam suatu proses pembudayaan yang semakin berkembang menjadi lebih kompleks. Oleh karenanya, dalam kerangka ini fungsi kurikulum menjadi teramat penting, karena ikut membantu proses tersebut.
2.      Peranan Kritis atau Evaluatif
Kebudayaan senantiasa berubah dan bertambah. Sekolah tidak hanya mewariskan kebuudayaan yang ada, melainkan juga menilai dan memilih berbagai unsur kebudayaan yang akan diwariskan. Dalam hal ini kurikulum turut aktif berpartisipasi dalam kontrol sosial dan memberi penekanan pada unsur berpikir kritis. Nilai-nilai sosial yang tidak sesuai lagi dengan keadaan dimasa mendatang dihilangkan, serta diadakan modifikasi dan perbaikan.
3.      Peranan Kreatif
Kurikulum berperan dalam melakukan berbagai kegiatan kreatif dan konstruktif, dalam artian menciptakan dan menyusun suatu hal yang baru sesuai dengan kebutuhan masyarakat dimasa sekarang dan masa mendatang. Untuk membantu setiap individu dalam mengembangkan semua potensi yang ada padanya, maka kurikulum menciptakan pelajaran, pengalaman, cara berfikir, kemampuan, dan keterampilan yang baru, yang memberikan manfaat bagi masyarakat.
Ketiga peran kurikulum tersebut harus berjalan secara seimbang, atau dengan kata lain terdapat keharmonisan diantara ketiganya. Dengan demikian kurikulum dapat memenuhi tuntutan waktu dan keadaan dalam membawa siswa menuju kebudayaan masa depan.[6]
Disamping memiliki peranan, kurikulum juga mengemban berbagai fungsi tertentu. Sebagaimana yang dikatakan oleh Alexander Inglis dalam bukunya  Principle of Secondary Education (1918) bahwa diantara fungsi kurikulum adalah sebagai berikut:
1.      Fungsi Penyesuaian (The Adjustive of Function)
Individu hidup dalam lingkungan setiap individu harus mampu menyesuaikan diri terhadap lingkungannya secara menyeluruh. Karena lingkungan sendiri senantiasa berubah dan bersifat dinamis, maka masing-masing individupun harus memiliki kemampuan menyesuaikan diri secara dinamis pula.
2.      Fungsi Integrasi (The Integrating Function)
Kurikulum berfungsi mendidik pribadi-pribadi yang terintegrasi. Oleh karena individu sendiri merupakan bagian dari masyarakat, maaka pribadii yang terintegrasi itu akan memberikan sumbangan dalam pembentukan atau pengintegrasian masyarakat.
3.      Fungsi Diferensiasi (The Differentiating Function)
Kurikulum perlu memberikan pelayannan terhadap perbedaan diantara setiap orang dalam masyarakat. Pada dasarnya, diferensiasi akan mendorong orang berpikir kritis dan kreatif, sehingga akan mendorong kemajuan sosial dalam masyarakat.
4.      Fungsi Persiapan (The Propaedeutic Function)
    Kurikulum berfungsi mempersiapkan siswwa agar mampu melanjutkan studi lebih lanjut untuk suatu jangkauan yang lebih jauh, misalnya melanjutkan studi ke sekolah yang lebih tinggi atau persiapan belajar di dalam masyarakat.
5.      Fungsi Diagnostik (The Diagnostik Function)
   Salah satu segi pelayanan pendidikan adalah membantu dan mengarahkan siswa untuk mampu memahami dan menerima dirinya, sehingga dapat mengembangkan seluruh potensi yang dimilikinya. Hal ini dapat dilakukan jika siswa menyadari semua kelemahan dan kekuatan yang dimilikinya melalui proses eksplorasi. Selanjutnya siswa sendiri yang memperbaiki kelemahan tersebut dan mengembangkan sendiri kekuatan yang ada. Fungsi ini merupakan fungsi diagnostik kurikulum dan akan membimbing siswa untuk dapat berkembang secara optimal.
Berbagai fungsi kurikulum tadi dilaksanakan oleh kurikulum secara keseluruhan. Fungsi-fungsi tersebut memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan siswa, sejalan dengan arah filsafat pendidikan dan tujuan pendidikan yang diharapkan oleh institusi pendidikan yang bersangkutan.[7]
C.    Konsep Kurikulum
Konsep kurikulum berkembang sejalan dengan perkembangan teori dan praktik pendidikan, juga bervariasi sesuai dengan aliran atau teori pendidikan yang dianutnya. Menurut pandangan lama, kurikulum merupakan kumpulan mata-mata pelajaran yang harus disampaikan guru atau dipelajari oleh siswa. Anggapan ini telah ada sejak zaman Yunani kuno, dalam lingkungan atau hubuungan tertentu pandangan ini masih dipakai sampai sekarang, yaitu kurikulum sebagai “...a racecourse of subject matters to be mastered” (Robert S. Zais, 1976, hlm.7). Banyak orang tua bahkan juga guru-guru, kalau ditanya tentang kurikulum akan memberikan jawaban sekitar bidang studi atau mata-mata pelajaran. Lebih khusus mungkin kurikulum diartikan hanya sebagai isi pelajaran.
Pendapat-pendapat yang muncul selanjutnya telah beralih dari menekankan pada isi menjadi lebih memberikan tekanan pada pengalaman belajar. Menurut Caswel dan Campbell dalam buku mereka yang terkenal Curicculum Development (1935), kurikulum... to be composed of all the experiences children have under the guidance of teachers (kurikulum terdiri dari semua pengalaman anak di bawah bimbingan guru). Perubahan penekanan pada pengalaman ini lebih jelas ditegaskan oleh Ronald C. Doll (1974, hlm.22):
The commonly accepted definition of the curriculum has changed from content of courses of study and list of subjects and courses to all the experiences which are offered to learners under the auspices or direction of the school..  (Definisi yang diterima secara umum kurikulum telah berubah dari isi program studi dan daftar mata pelajaran dan kursus untuk semua pengalaman yang ditawarkan kepada peserta didik di bawah naungan atau arah sekolah). 
               Definisi Doll ini tidak hanya menunjukkan adanya perubahan penekanan dari isi kepada proses, tetapi juga menunjukkan adanya perubahan lingkup, dari konsep yang sangat sempit kepada yang lebih luas. Apa yang dimaksud dengan pengalaman siswa yang diarahkan atau menjadi tanggung jawab sekolah mengandung makna yang cukup luas. Pengalaman tersebut dapat berlangsung di sekolah, di rumah ataupun di masyarakat, bersama guru atau tanpa guru, berkenaan langsung dengan pelajaran ataupun tidak. Definisi tersebut juga mencakup berbagai upaya guru dalam mendorong terjadinya pengalaman tersebut serta berbagai fasilitas yang mendukungnya.
               Mauritz Johnson (1967, hlm.130) mengajukan keberatan terhadap konsep kurikulum yang sangat luas seperti yang dikemukakan oleh Ronald Doll. Menurut Johnson, pengalaman hanya akan muncul apabila terjadi interaksi antara siswa dengan lingkungannya. Interaksi seperti itu bukan kurikulum, tetapi pengajaran. Kurikulum hanya menggambarkanatau mengantisipasi hasil dari pengajaran. Johnson  membedakan dengan tegas antara kurikulum dengan pengajaran. Semua yang berkenaan dengan perencanaan dan pelaksanaan, seperti perencanaa isi, kegiatan belajar mengajar, evaluasi, termasuk pengajaran, sedangkan kurikulum hanya berkenaan dengan hasil-hasil belajar yang diharapkan dicapai oleh siswa. Menurut Johnson kurikulum adalah ...a structured series of intended learning outcomes (Johnson, 1967, hlm.130).
               Terlepas dari pro dan kontra terhadap pendapat Mauritz Johnson, bebrapa ahli memandang kurikulum sebagai rencana pendidikan atau pengajaran. Salah seorang diantara mereka adalah Mac Donald (1965, hlm.3). Menurut dia sistem persekolahan terbentuk atas empat subsistem, yaitu mengajar, belajar, pembelajaran, dan kurikulum. Mengajar (teaching) merupakan kegiatan atau perlakuan profesional yang diberikan oleh guru. Belajar (learnig) merupakan kegiatan atau upaya yang dilakukan oleh siswa sebagai respons terhadap kegiatan mengajar yang diberikan oleh guru. Keseluruhan pertautan kegiatan yang memungkinkan dan berkenaan dengan terjadinya interaksi belajar-mengajar disebut pembelajaran (instruction). Kurikulum (curriculum) merupakan suatu rencana yang memberi pedoman atau pegangan dalam proses kegiatan belajar-mengajar. 
               Suatu kurikulum, apakah itu kurikulum pendidikan dasar, pendidikan menengah atau pendidikan tinggi, kurikulum sekolah umum, kejuruan, dan lain-lain merupakan perwujudan atau penerapan teori-teori kurikulum. Teori-teori tersebut merupakan hasil pengkajian, penelitian, dan pengembangan para ahli kurikulum. Kumpulan teori-teori kurikulum membentuk suatu ilmu atau bidang studi kurikulum.[8]
Secara konseptual kurikulum secara garis besar mempunyai tiga ranah, yaitu: kurikulum sebagai bidang studi, kurikulum sebagai substansi (rencana pengajaran), dan kurikulum sebagai suatu sistem.
1.      Kurikulum sebagai suatu bidang studi
Kurikulum disini berfungsi sebagai suatu disiplin yang dikaji di lembaga pendidikan seperti perguruan tinggi. Tujuan kurikulum sebagai suatu bidang studi adalah untuk mengembangkan ilmu kurikulum dan sistem kurikulum. Mereka yang mendalami bidang kurikulum mempelajari tentang konsep dasar kurikulum, mereka juga melakukan kegiatan penelitian dan percobaan guna menemukan hal-hal baru yang dapat memperkuat dan memperkaya bidang studi kurikulum.
2.      Kurikulum sebagai substansi (rencana pengajaran)
Kurikulum sebagai substansi disini maksudnya adalah kurikulum berisi tujuan yang ingin dicapai, bahan yang akan disajikan, kegiatan pengajaran, alat-alat pengajaran dan jadwal waktu pengajaran. Suatu kurikulum digambarkan sebagai dokumen tertulis yang berisi rumusan tentang tujuan, bahan ajar, kegiatan belajar-mengajar, jadwal, dan evaluasi yang telah disepakati dan di setujui bersama oleh para penyusun kurikulum dan pemangku kebijaksanaan dengan masyarakat.
3.      Kurikulum sebagai suatu sistem
Kurikulum sebagai suatu sistem maksudnya adalah kurikulum merupakan bagian atau subsistem dari keseluruhan kerangka organisasi sekolah atau sistem sekolah. Hasil dari sistem kurikulum adalah tersusunnya suatu kurikulum. Kurikulum sebagai sistem mempunyai fungsi bagaiamana cara memelihara kurikulum agar tetap berjalan dinamis.[9]
D.    Kurikulum dan Teori-Teori Pendidikan
Kurikulum mempunyai hubungan yang sangat erat dengan teori pendidikan. Suatu kurikulum disusun dengan mengacu pada satu atau beberapa kurikulum, dan suatu teori kurikulum diturunkan atau dijabarkan dari teori pendidikan tertentu. Kurikulum dapat dipandang sebagai rencana konkret penerapan dari suatu teori pendidikan. Untuk lebih memahami hubungan kurikulum dengan pendidikan, dikemukakan beberapa teori pendidikan dan model-model konsep kurikulum dari masing-masing teori tersebut. Minimal ada empat teori pendidikan yang banyak dibicarakan para ahli pendidikan dan dipandang mendasari pelaksanaan pendidikan, yaitu pendidikann klasik, pendidikan pribadi, pendidikan interaksional, dan teknologi pendidikan.
1.      Pendidikan Klasik
Pendidikan klasik dapat dipandang sebagai konsep pendidikan tertua. Konsep pendidikan ini bertolak dari asumsi bahwa seluruh warisan budaya, yaitu pengetahuan, ide-ide, atau nilai-nilai telah ditemukan oleh para pemikir terdahulu. Pendidikan berfungsi memelihara, mengawetkan, dan meneruskan semua warisan budaya tersebut kepada generasi berikutnya. Guru atau para pendidik tidak perlu susah-susah mencari dan menciptakan pengetahuan, konsep, dan nilai-nilai baru, sebab semuanya telah tersedia, tinggal menguasai dan mengajarkannya kepada anak. Teori pendidikan ini lebih menekankan peranan isi pendidikan daripada proses atau bagaimana mengajarkannya. Isi pendidikan atau materi ilmu tersebut diambil dari khazanah ilmu pengetahuan, berupa disiplin-disiplin ilmu yang telah ditemukan dan dikembangkan oleh para ahli tempo dulu. Materi ilmu pengetahuan yang diambil dari disiplin-disiplin ilmu tersebut telah tersusun secara logis dan sistematis.
Tugas guru dan para pengembang kurikulum adalah memilih dan menyajikan maeri ilmu tersebut disesuaikan dengan tingkat perkembangan dan kemampuan peserta didik. Sebelum dapat menyampaikan materi ilmu pengetahuan tersebut secara sempurna, para pendidik atau calon pendidik terlebih dahulu harus mempelajarinya dengan sungguh-sungguh. Tugas para pendidik atau guru bukan hanya mengajarkan materi pengetahuan, tetapi juga melatih keterampilan dan menanamkan nilai. Mendidikkan nilai-nilai tidak sama dengan mengajarkan pengetahuan yang berbentuk penyampain informasi, tetapi perlu dimanifestasikan dalam perilaku sehari-hari. Menurut konsep pendidikan klasik, guru atau pendidik adalah ahli dalam bidang ilmu dan juga contoh atau model nyata dari pribadi yang ideal. Siswa merupakan penerima pengajaran yang baik, tetapi sebagai penerima informasi sesungguhnya mereka pasif. Meskipun demikian dalam pendidikan klasik siswa bekerja keras menguasai apa-apa yang diajarkan dan ditugaskan oleh guru. Pendidikan lebih menekankan perkembangan segi-segi intelektual daripada segi emosional dan psikomotor.

2.      Pendidikan Pribadi
Pendidikan pribadi lebih mengutamakan peranan siswa. Konsep pendidikan ini bertolak dari anggapan dasar bahwa, sejak dilahirkan, anak telah memiliki potensi-potensi, baik potensi untuk berfikir, berbuat, memecahkan masalah, maupun untuk belajar dan berkembang sendiri. Pendidikan adalah ibarat persemaian, berfungsi menciptakan lingkungan yang menunjang dan terhindar dari hama-hama. Tugas guru seperti halnya seorang petani adalah mengusahakan tanah yang gembur, pupuk, air, udara, dan sinar mataharri yang sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan tanaman (peserta didik). Pendidika bertolak dari kebutuhan dan minat peserta didik. Peserta didik menjadi subjek pendidikan, dialah yang menduduki tempat utama dalam pendidikan. Pendidik menempati posisi kedua, bukan lagi sebagai penyampai informasi atau sebagai model dan ahli dalam disiplin ilmu. Ia lebih berfungsi sebagai psikolog yang mengerti segala kebutuhan dan masalah peserta didik. Ia juga berperan sebagai bidan yang membantu siswa melahirkan ide-idenya. Guru adalah pembimbing, pendorong (motivator), fasilitator, dan pelayan bagi siswa.
3.      Teknologi Pendidikan
Teknologi pendidikan mempunyai persamaan dengan pendidikan klasik tentang peranan pendidikan dalam menyampaikan informasi. Keduanya juga mempunyai perbedaan, sebab yang diutamakan dalam teknologi pendidikan adalah pembentukan dan penguasaan kompetensi bukan pengawetan dan pemeliharaan budaya lama. Mereka lebih berorientasi ke masa sekarang dan yang akan datang, tidak seperti pendidikan klasik yang lebih melihat ke masa lalu.
Perkembangan teknologi pendidikan dipengaruhi dan sangat diwarnai oleh perkembangan ilmu dan teknologi. Hal itu memang sangat masuk akal, sebab teknologi pendidikan bertolak dari dan merupakan penerapan prinsip-prinsip ilmu dan teknologi dalam pendidikan. Teknologi telah masuk ke semua segi kehidupan, termasuk dalam pendidikan.
4.      Pendidikan Interaksional
Konsep pendidikan ini bertolak dari pemikiran manusia sebagai makhluk sosial. Dalam kehidupannya manusia selalu membutuhkan manusia lain, selalu hidup bersama, berinteraksi, dan bekerjasama. Karena kehidupan bersama dan kerja sama ini, mereka dapat hidup, berkembang dan mampu memenuhi kebutuhan hidup dan memecahkan berbagai masalah yang dihadapi. Dapat dibayangkan, apa yang akan dihadapi seseorang bila ia hidup sendiri di sebuah pulau terpencil. Bila lingkungannya mendukung mungkin ia dapat bertahan hidup, tetapi apabila tidak, mungkin tidak dapat hidup atau tidak dapat mencapai kemajuan seperti yang dialami oleh orang-orang yang hidup bersama dengan orang lain.
Pendidikan sebagai salah satu bentuk kehidupan juga berintikan kerja sama dan interaksi. Dalam pendidikan klasik dan teknologi interaksi terjadi sepihak dari guru kepada siswa, sedangkan dalam pendidikan romantik dan progresif terjadi sebaliknya dari siswa kepada guru. Pendidikan interaksional menekankan interaksi dua pihak, dari guru kepada siswa dan dari siswa kepada guru. Lebih luas, interaksi ini juga terjadi antara siswa dengan bahan ajar dan dengan lingkungan, antara pemikiran siswa dengan kehidupannya. Interaksi ini terjadi melalui berbagai bentuk dialog.[10]

E.     Kedudukan Kurikulum dalam pendidikan
Pendidikan berintikan interaksi antara pendidik dengan peserta didik dalam upaya membantu peserta didik menguasai tujuan-tujuan pendidikan. Interaksi pendidikan dapat berlangsung dalam lingkungan keluarga, sekolah, ataupun masyarakat. Dalam lingkungan keluarga, interaksi pendidikan terjadi antara orang tua sebagai pendidik dan anak sebagai peserta didik. Inteeraksi ini berjalan tanpa interaksi tertulis. Orang tua sering tidak mempunyai rencana yang jelas dan rinci kemana anaknya akan diarahkan, dengan cara apa mereka akan dididik, dan apa isi pendidikannya. Interaksi pendidikan antara orang tua dengan anaknya juga sering tidak disadari. Dalam kehidupan keluarga interaksi pendidikan dapat terjadi setiap saat, setiap kalii orang tua bertemu, berdialog, bergaul, dan bekerjasama dengan anak-anaknya. Pada saat demikian banyak perilaku dan perlakuan spontan yang diberikan kepada anak, sehingga kemungkinan terjadi kesalahan-kesalahan mendidik besar sekali. Orang tua menjadi pendidik juga tanpa dipersiapkan secara formal. Mereka menjadi pendidik karena statusnya sebagai ayah dan ibu, meskipun mungkin saja sebenarnya mereka belum siap untuk melaksanakan tugas tersebut. Karena sifat-sifatnya tidak formal, tidak memiliki rancangan yang konkret dan adakalanya juga tidak disadari, maka pendidikan dalam liingkungan keluarga disebut pendidikan informal. Pendidikan tersebut tidak memiliki kurikulum formal dan tertulis.
Pendidikan dalam lingkungan sekolah lebih bersifat formal. Guru sebagai pendidik di sekolah telah dipersiapkan secara formal dalam leembaga pendidikan guru. Ia telah mempelajari ilmu, keterampilan, dan seni sebagaii guru. Ia juga telah dibina untuk memiliki kepribadian sebagai pendidik. Guru melaksanakan tugasnya sebagai pendidik dengan rencana dan persiapan yang matang. Mereka mengajar dengan tujuan yang jelas, bahan-bahan yang telah disusun secara sistematis dan rinci, dengan cara dan alat-alat yang telah dipilih dan dirancang secara cermat. Di sekolah guru melakukan interaksi pendidikan secara berencana dan sadar. Dalam liingkungan sekolah telah ada kurikulum formal, yang bersifat tertulis. Guru-guru melaksanakan tugas mendidik secara formal, karena itu pendidikan yang berlangsung di sekolah sering disebut pendidikan formal.
Dalam lingungan masyarakat pun terjadi berbagai bentuk interaksi pendidikan, dari yang sangat formal yang mirip dengan pendidikan di sekolah dalam bentuk kursus-kursus, sampai dengan yang kurang formal seperti ceramah, dan pergaulan kerja. Gurunya juga bervariasi dari yang memiliki latar belakang pendidikan khusus sebagai guru, sampai dengan yang melaksanakan tugas sebagai pendidik karena pengalaman. Kurikulumnya juga bervariasi, dari yang memiliki kurikulum formal dan tertulis sampai dengan rencana pelajaran yang hanya ada pada pikiran penceramah atau keteladanan yang ada pada pemimpin.[11]
Kurikulum juga disebut-sebut sebagai inti pendidikan dan menjadi ciri utama sekolah sebagai institusi yang bergerak dalam pelayanan pendidikan. Kurikulum pendidikan didalamnya terdiri dari lima komponen, yaitu :
1.      Tujuan pendidikan
Dalam praktet pendidikan, baik dilingkungan keluarga di sekolah maupun dimasyarakat luas, banyak sekali tujuan-tujuan pendidikan yang diinginkan oleh pendidik agar dapat dicapai (dimiliki) oleh peserta didiknya.
Menurut Langeveld dalam bukunya Beknopte Teoritische Pedagogik dibedakan adanya macam-macam tujuan sebagai berikut:
a.       Tujuan umum
b.      Tujuan tidak sempurna
c.       Tujuan sementara
d.      Tujuan perantara
e.       Tujuan insidental

2.      Isi/ materi pendidikan
Yang termasuk dalam isi/materi pendidikan ialah segala sesuatu oleh pendidik langsung diberikan kepada peserta didik dalam rangka mencapai tujuan pendidikan. Dalam usaha pendidikan yang diselenggarakan dikeluarga, disekolah dan dimasyarakat, ada syarat utama dalam pemilihan materi pendidikan yaitu:
a.       Materi harus sesuai dengan tujuan pendidikan.
b.      Materi harus dengan peserta didik.

3.      Strategi
Pendekatan secara keseluruhan yang berkaitan dengan pelaksanaan gagasan, perencanaan, dan eksekusi sebuahaktivitas dalam kurun waktu tertentu. Strategi atau rencana yang disusun untuk mencapai sasaran dan tujuan yang sebelumnya telah ditentukan oleh sekelompok orang.
4.      Pengelolaan kurikulum
Merupakan suatu pola pemberdayaan tenaga pendidikan dan sumber daya pendidikan lainya untuk meningkatkan mutu pendidikan. Kurikulum itu sendiri hal yang sangat menentukan keberhasilan kegiatan belajar mengajar secara maksimal, sehingga perlu adanya pengelolaan meliputi:
a         Kegiatan perencanaan
b        Kegiatan pelaksanaan
c         Kegiatan penilaian

5.      Evaluasi
Suatu tindakan atau kegiatan yang dilaksanakan dengan maksud untuk suatu proses yang berlangsung dalam rangka menentukan nilai dari segala sesuatu dalam dunia pendidikan.
Dalam penyelenggaraan pendidikan disekolah, guru mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk melaksanakan pengajaran/pembelajaran dan guru menjadi eksekutif utama kurikulum.
Kegiatan pembelajaran diwujudkan dalam bentuk interaksi antara guru dengan siswa. Siswa memiliki tugas pokok belajar yakni berusaha memperoleh perubahan perilaku atau pencapaian kemampuan tertentu berdasarkan pengalaman belajarnya yang diperoleh dalam berinteraksi dilingkunganya. Untuk mencapai tujuan pendidikan guru berupaya menyampaikan sejumlah isi pembelajaran kepada siswa melalui proses atau strategi tertentu, serta melaksanakan evaluasi untuk mengetahui proses dan hasil pembelajaran.
Meski memiliki kedudukan sentral dalam pendidikan, keberadaan kurikulum tetap saja sebagai alat yang bersifat statis. Kurikulum akan bermakna ketika benar-benar dapat terimplementasikan dengan baik dan tepat dalam setiap praktik pembelajaran (kurikulum sebagai kegiatan), serta dapat berjalan efektif dan efisien (kurikulum sebagai hasil).[12]












BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Berdasasarkan pembahasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa:
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran. Serta kurikulum dalam pengertian yang lebih luas adalah semua kegiatan dan pengalaman belajar serta segala sesuatu yang berpengaruh terhadap pembentukan pribadi peserta didik, baik disekolah maupun diluar sekolah atas tanggung jawab sekolah untuk mencapai tujuan pendidikan.
Sebagai program pendidikan yang telah direncanakan secara sistematis, kurikulum mengemban peranan dan fungsi yang sangat penting bagi pendidikan siswa. Konsep kurikulum berkembang sejalan dengan perkembangan teori dan praktik pendidikan, juga bervariasi sesuai dengan aliran atau teori pendidikan yang dianutnya. Kurikulum dalam pendidikan merupakan sebagai  inti pendidikan dan menjadi ciri utama sekolah sebagai institusi yang bergerak dalam pelayanan pendidikan.















DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Zainal, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2014
Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011
Hamalik, Oemar, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2013
Nasution, Kurikulum dan Pengajaran, Jakarta:Bumi Aksara, 2012
Ihsan, Fuad, Dasar-Dasar Kependidikan, Jakarta:  Rineka Cipta, 2005
Sukmadinata, Nana Syaodih, Pengembangan Kurikulum,Bandung:Remaja Rosdakkarya, 2015




[1] Zainal Arifin, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2014) hal. 2
[2] Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011) hal.46
[3] Oemar Hamalik, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2013) hal.3-4
[4]  Nasution, Kurikulum dan Pengajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012) hal. 5
[5]  Zainal Arifin, Konsep dan Kurikulum Pengembangan Kurikulum.......hal. 7
[6] Oemar Hamalik, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum.......hal.13-15
[7] Ibid
[8] Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum, (Bandung: Remaja Rosdakkarya, 2015) hal. 4-6
[9] Ibid, hal.7
[10] Ibid, hal.7-13
[11] Ibid, hal.1-2
[12] Fuad Ihsan, Dasar-Dasar Kependidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2005),  hal. 7

1 komentar:

  1. This is how my friend Wesley Virgin's adventure begins in this SHOCKING and controversial VIDEO.

    As a matter of fact, Wesley was in the military-and shortly after leaving-he unveiled hidden, "self mind control" tactics that the government and others used to obtain whatever they want.

    THESE are the exact same tactics tons of famous people (especially those who "come out of nowhere") and top business people used to become rich and successful.

    You've heard that you only use 10% of your brain.

    That's really because most of your brain's power is UNCONSCIOUS.

    Perhaps this thought has even taken place INSIDE your own head... as it did in my good friend Wesley Virgin's head about 7 years ago, while driving an unregistered, beat-up trash bucket of a car without a license and with $3.20 on his banking card.

    "I'm so frustrated with going through life paycheck to paycheck! Why can't I become successful?"

    You've taken part in those types of thoughts, am I right?

    Your own success story is going to happen. All you have to do is in YOURSELF.

    Take Action Now!

    BalasHapus

 

Sample Text

 
Blogger Templates